33- Calon Papa Mertua

448 101 52
                                    

Mencintai berarti rela melakukan apa pun agar orang tersebut tidak terluka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mencintai berarti rela melakukan apa pun agar orang tersebut tidak terluka. Sekalipun dengan melakuka hal konyol seperti yang dilakukan Jikara.

Tepat setelah duduk di boncengan Jevan, ia langsung melontarkan keinginan pertama, mengajak lelaki itu untuk mampir ke sebuah kedai, padahal Jikara belum terlalu lapar. Sekeluarnya dari sana, ia meminta Jevan mengantar ke gramed dengan dalih mencari bahan referensi untuk tugasnya.

Gadis itu berpura-pura sibuk mencari buku, memutari setiap sudut toko buku hingga dua jam berlalu. Ia bahkan melihat Jevan beberapa kali menghela napas lelah meski tak ada satu kalimat protesan dari bibirnya.

Jikara memang keterlaluan. Ia seperti mempermainkan lelaki itu dengan membohonginya. Namun, baginya itu lebih baik dibanding harus melihat Jevan terluka walau pada akhirnya mereka harus tetap pulang.

Sepanjang perjalanan, Jikara terus gelisah. Sesekali ia melirik Jevan yang tak bersuara sejak keluar dari gramedia. Entah kesal karena merasa telah membuang waktu dengan menemaninya atau sebab keberadaan sang ayah yang sudah menunggu untuk mengajaknya berdebat.

Memasuki jalanan kompleks, Jikara mendesah. Tubuhnya terasa begitu berat untuk sekadar turun dari motor sport milik Jevan yang sudah berhenti di depan rumahnya.

"Mau mampir gak?" tawarnya berharap lelaki itu mengiyakan. "Zian kayaknya udah pulang."

Jevan menggeleng, sedangkan Jikara mengerutkan kening. Seharusnya lelaki di depannya menerima ajakan Jikara sebagai alasan untuk menghindari sang ayah.

"Gue capek, mau tidur," terang lelaki itu membuat Jikara merapatkan bibir. Dapat ia lihat raut lelah Jevan. Tentu saja dirinya tahu siapa yang menyebabkan hal tersebut.

"Tidur di rumah gue aja."

"Hm?" Jevan menatapnya bingung. Jika yang sadar dengan ucapannya langsung panik. "Ma-maksudnya lo bisa sekalian ikut istirahat di kamar Zian."

"Rumah gue, kan, deket." Jevan menunjuk bangunan di belakangnya dan Jikara hanya bisa meringis, merasa bodoh sendiri.

Tak memiliki alasan untuk membuat Jevan tak memasuki rumahnya, akhirnya ia membiarkan lelaki itu pergi. Namun, sebelumnya, Jikara dapat melihat raut lesu Jevan yang pasti berat untuk sekadar memasuki rumah.

Jikara masih diam di tempat, memperhatikan pergerakan lelaki itu yang kini membuka gerbang dan membawa motornya masuk. Ia melirik ke arah Avanza yang terparkir di halaman rumah Jevan. Sudah pasti sang pemilik berada di dalam kediamannya.

Menarik napas dalam, Jikara melirik sekitar sebelum menyeberang lalu mendorong gerbang di depannya dan melangkah cepat menghampiri lelaki itu yang sedang memarkiran motor.

Ada kilat terkejut di mata Jevan mendapati keberadaannya. Jikara berusaha bersikap normal dengan memamerkan senyum lebarnya.

"Papa lo pulang ya?" tanyanya melirik ke arah mobil yang terparkir beberapa meter dari tempat mereka berdiri. "Gue nyapa bentar. Udah lama gak ketemu."

JIWA JIKARA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang