37- Riuh dalam Kepala

468 95 34
                                    

Penyesalan adalah hal menyebalkan yang sayangnya tidak dapat diulang untuk diperbaiki

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Penyesalan adalah hal menyebalkan yang sayangnya tidak dapat diulang untuk diperbaiki.
***

Saat bangun dari tidur, Jikara mendapati dirinya sudah berbaring dengan selimut tebal yang menutupi tubuh. Kernyitan di dahinya muncul. Seingatnya, tadi ia tertidur dengan kepala Jevan di pangkuannya.

Ah ya, Jevan? Ke mana lelaki itu?

Jikara segera bangkit lalu menoleh pada Zian yang sedang bermain games. Mulut tak henti berbicara dengan teman online-nya. Tak ketinggalan suara dari ponselnya yang cukup menganggu.

"Zi, pelanin dikit suaranya bisa?" pinta Jikara karena Zian terlalu berisik. Adiknya memang masih suka bermain games meski tak semaniak dulu sebelum dirinya kecelakaan.

Zian memberikan anggukan kecil, lanjut bermain.

"Zi, Jevan-"

"Kak Jev udah pergi," potong Zian cepat membuat mata Jikara membola. Ia tidak menyangka lelaki itu akan pulang ke rumahnya.

Segera ia mengambil ponsel dari meja dan menghubungi lelaki itu sembari melangkah menuju kamar.

Membutuhkan waktu cukup lama untuk membuat Jevan menerima panggilannya. Jikara bahkan sudah mendumel karena tak juga tersambung.

"Iy-"

"Kenapa pulang?" tanya Jikara cepat. Sadar dengan ucapannya, ia berdehem lalu kembali berbicara dengan suara pelan. "Em maksudnya ... kalau pulang, papa lo pasti-"

"Ji," panggil Jevan memotongnya.

Jikara merapatkan bibir. "Hm?"

"Gue gak pulang ke rumah. Gue di kosan Yaris, nginep." Lelaki itu memberi penjelasan agar Jikara tidak khawatir. Sebenarnya Firda sempat menyuruhnya menginap, tapi ia merasa tak enak. Jevan juga takut masalah keluarganya yang cukup serius terdengar sampai telinga mereka.

"O-oh gitu, ya udah." Perasaan lega menyelimutinya mengetahui Jevan tidak pulang ke rumah. Keduanya sempat saling diam hingga hanya keheningan yang tercipta.

Jikara membuka pintu kamar masih dengan satu tangan memegangi ponsel dekat telinga. Ia kemudian menekan saklar hingga kamarnya yang gelap menjadi terang, tak lupa menutup jendela dan gorden yang masih terbuka.

"Ji?"

Panggilan yang diberikan lelaki itu, Jikara senang mendengarnya.

"Iya?" Gadis itu kini mendudukan diri di atas tempat tidur.

"Makasih ya," ucap Jevan membuatnya tertegun. "Makasih udah khawatirin gue dan bikin gue ngerasa gak sendirian lagi."

Jikara menunduk, sebuah senyuman terbit di bibirnya. Gadis itu menjawab dengan deheman. Jemarinya tak tinggal diam, melainkan membuat bentuk tak beraturan.

JIWA JIKARA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang