"Lo nggak capek tidur terus, Ji?"
Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan.
Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu.
Frustasi, ia bangkit da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dalam hidup, tak semua cerita menyisakan satu kata bahagia. ***
Sepasang sahabat itu keluar dari ruang A-1 beriringan. Mata kuliah Pengembangan Pembelajaran IPA SD baru saja selesai beberapa menit lalu. Keduanya melangkah menuruni tangga karena gedung FIP terdiri dari empat lantai, kebetulan ruangan yang tadi mereka tempati berada di lantai dua.
Jikara melirik jam di pergelangan tangannya, mata kuliah selanjutnya masih berlangsung sekitar satu jam lagi. Tiana mengajaknya untuk pergi ke kantin umum yang berada tepat di sebelah perpustakaan, tak jauh dari gedung mereka.
"Lo ada matkul peminatan hari ini?" tanya Tiana yang berjalan sembari membalas chat grup ormawa yang diikutinya.
Gadis di sebelahnya mengangguk. Kebetulan keduanya mengikuti pemintaan yang berbeda, kecuali satu, mata kuliah Peminatan Bahasa Indonesia.
Selepas duhur nanti, Jikara harus masuk kelas peminatan PKN yang menurutnya tidak terlalu berat. Sebenarnya Tiana sempat mengajak mengambil matematika, tapi ia tolak. Jikara sudah tidak mau lagi belajar hitung-hitungan.
Memasuki kantin, keduanya memesan makanan yang sama, yaitu mie ayam mbak Mirna yang terkenal enak sekampus Ciptarada.
Mereka celingukan mencari tempat duduk yang kosong, kebetulan di jam seperti ini para mahasiswa kebanyakan masih berada di dalam kelas, kecuali pertengahan siang nanti yang pasti kantin akan terasa sesak.
Jikara memelankan langkah mendapati dua orang berlainan jenis dari arah berlawanan. Raut wajahnya berubah sinis. Tiana yang berada di sebelahnya langsung mengatupkan bibir.
Hawa sekitar menjadi panas saat langkah mereka semakin dekat. Tiana memilih berpura-pura sibuk dengan ponselnya daripada ikut campur urusan musuh bebuyutan tersebut.
Sama halnya dengan Jikara, gadis di depannya tak kalah melemparkan tatapan tajam. Lalu, saat saling melewati, mereka sengaja memberikan senggolan pada bahu masing-masing.
"Childish!"
Jikara melotot mendengar ucapan lelaki yang berjalan bersama musuhnya. Ia segera berbalik dan menarik lengan sang pelaku. "Bilang apa lo, Jev?"
Jevan melepaskan cengkraman di tangannya lalu berkata dengan nada penuh penekanan. "Childish, kalian udah semester 5, tapi kelakuan kayak bocah."
"Heh!" Jikara meninju perut adik tingkatnya hingga meringis. Hanya gadis itu yang berani melakukan hal tersebut pada sang Casanova kampus.
"Kan? Elo emang ka-"
"Jevan!" teriakan seseorang membuat keduanya menoleh. Tak jauh dari mereka, gadis berkucir kuda sudah bertolak pinggang, menatap tidak suka dengan kedekatan sepasang tetangga tersebut.
"Tuh sepupu kesayangan lo udah manggil! Sana pergi! Males gue ribut sama dia." Jikara mendorong bahu lelaki itu yang hanya bisa mengembuskan napas berat. Selalu dirinya yang menjadi sasaran kekesalan mereka. Ia terjebak dalam permusuhan antara sepupu dan tetangganya.