Semalaman penuh, Jikara tidak bisa memejamkan mata karena memikirkan dua laki-laki itu. Siapa lagi kalau bukan kekasih dan tetangga depan rumahnya.
Sampai kampus, Jikara merasa kepalanya pusing dan tubuhnya lemas karena kurang istirahat, tapi ia memaksakan diri karena tidak ingin absen. Lagipula, hari ini jadwalnya presentasi. Jadi, Jikara sekuat tenaga berusaha untuk terlihat baik-baik saja. Beruntung dosen pada mata kuliah selanjutnya berhalangan hadir sehingga kelas hanya diisi oleh satu kelompok presentasi, melakukan kegiatan diskusi lalu bubar dalam waktu yang cepat.
Jikara ingin segera pulang, tapi ia harus menemui kekasihnya. Ada yang perlu mereka bahas. Langit yang hari ini jadwal kuliahnya setelah Dzuhur berangkat dari rumahnya dan langsung menuju lokasi. Sebenarnya lelaki itu sempat menawari untuk menjemput, tapi Jikara tolak karena ia diantar oleh Tiana.
Ah, ya. Ia belum bercerita pada sahabatnya. Mungkin Jikara harus menyelesaikan semuanya satu persatu sebelum mengatakan pada Tiana. Gadis itu hanya tahu ia hendak bertemu sang kekasih.
Sampai di tempat yang keduanya janjikan, Jikara turun dan memasuki sebuah kedai. Sembari menunggu Langit datang, ia memesan minuman terlebih dahulu. Lima menit kemudian lelaki itu datang dengan mengenakan style kampusnya.
Jikara melambaikan tangan ke arah kekasihnya yang membalas dengan senyum tipis dan berjalan mendekat.
"Hai! Maaf ya, lama," ucap Langit mengambil tempat duduk di seberangnya. Jikara mengangguk lalu menyodorkan buku menu.
"Kamu udah pesen?" Lelaki itu bertanya.
Baru hendak menjawab, thai green tea yang dipesannya datang. "Makasih, Mbak," ujarnya lalu menatap Langit. "Aku baru pesen minum, aku kira kamu bakal datang agak lama."
Paham, Langit memesan makanan dan minuman pada pramusaji yang kembali dipanggilnya. Sama halnya dengan Jikara yang kini memilih ayam sambal matah untuk mengisi perutnya.
Keduanya sempat mengobrol kecil sembari menunggu pesanan datang. Jikara berencana membicarakan hubungan mereka setelah makan nanti. Ketika Langit bertanya, apa yang hendak dibicarakan, gadis itu hanya menjawab, "Nanti ya, abis makan."
Akhirnya mereka menikmati makanan dalam hening. Langit sesekali menatap kekasihnya dengan raut penasaran. Aneh saja, tak biasanya Jikara seperti ini, seolah benar-benar ada hal yang sangat penting.
Selesai makan, Langit sempat meminta pramusaji untuk mengambil piring bekas mereka lalu menatap kekasihnya. "Jadi?"
Jikara menatap lelaki di seberangnya lalu menarik napas dalam. Membutuhkan keberanian lebih untuk mengatakan hal tersebut, apalagi dirinya sebagai pihak perempuan. Namun, Jikara tak ingin terus diam dan menunggu Langit jujur. Lelaki itu pasti merasa tidak enak, mengira perasaan Jikara masih tetap sama.
"Janji ya, jawab jujur pertanyaan aku," pinta Jikara menatap serius. Langit sempat diam sebelum akhirnya mengangguk.
"Ini tentang hubungan kita." Jikara dapat melihat perubahan di wajah kekasihnya. Mungkin karena perasaan Langit sudah beralih pada adik tingkatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasía"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...