22- Pilihan Kedua

476 117 144
                                    

Kadang kala pilihan terbaik tak selalu membahagiakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kadang kala pilihan terbaik tak selalu membahagiakan.
***

Saat pertama kali membuka mata, Jikara mendapati bundanya dan Putra yang tengah memberikan tatapan haru. Ia bahkan dapat melihat lelehan air mata di wajah wanita yang melahirkannya.

Sudah berapa lama dirinya tidak sadarkan diri? Jikara belum bertanya karena masih sulit untuk berbicara banyak. Pula badannya yang belum bisa ia gerakan dengan bebas. Efek koma yang cukup lama membuat tubuhnya terasa kaku dan lemah.

Sesuatu yang hangat menyelimutinya. Lamunan Jikara buyar mendapati Firda sudah memeluknya sembari terisak. "Kesayangan bunda sudah bangun."

Satu kalimat sederhana tersebut berhasil membuat matanya memanas. Mungkin ia memang tak sadar selama ini, tapi kerinduan atas pelukan bunda begitu ia rasakan.

Dari balik bahu wanita itu, Jikara menatap teman sekelasnya yang tengah memamerkan senyuman lebar. Kelegaan tampak jelas di wajah tampannya.

Melepaskan pelukan, Firda mengusap kepalanya yang tertutupi perban. Tatapan tak percaya masih terlihat jelas di matanya.

Tak berapa lama pintu ruangan terbuka sembarang. Terlihat sosok Zian dan Dion yang datang bersamaan. Raut bahagia tampak di wajah mereka. Jikara bahkan dapat melihat air mata Zian yang jatuh begitu saja. Sekarang, adiknya tidak perlu merasa bersalah lagi.

Merasa canggung, Putra yang berada di tengah-tengah keluarga tersebut memutuskan untuk pulang dan kembali nanti. Lelaki itu mendekat padanya.

"Gue pulang dulu ya? Besok ke sini lagi," pamitnya yang ia balas dengan anggukan.

"Makasih." Jikara berkata dengan nada parau.

Setelah Putra berlalu, ia kembali mengarahkan pandangan pada keluarganya. Sama halnya dengan sang bunda, ayah dan adiknya memeluk bergantian. Zian sampai menangis tergugu saking bahagianya.

"Maaf, Kak. Maafin Zian yang udah buat kakak kayak gini," ucap lelaki remaja tersebut.

"Iya." Jikara tersenyum tipis sebagai isyarat telah memaafkan adiknya.

Gadis itu menatap sekeliling dan berhenti di pintu ruangan. Ia terdiam cukup lama, tampak memikirkan sesuatu sebelum kemudian menoleh saat bundanya mengajak bicara.

Jikara menunggu kedatangan seseorang yang dirindukannya.
***

"Jikara udah sadar!" Gadis berambut curly itu berkata dengan nada ceria. Ia bahkan sampai berlari ke gedung fakultas sepupunya hanya untuk memberikan kabar meski sepertinya Jevan pasti sudah diberi tahu terlebih dahulu oleh Zian.

Namun, reaksi Jevan di luar dugaan. Lelaki itu hanya tersenyum tipis dan berkata singkat, "Iya, gue tahu."

Senyum di bibir Kanasya lenyap. Ia mendesah kemudian memukul pelan lengan Jevan. "Ini, kan, yang lo mau?"

JIWA JIKARA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang