36- Batasan sebuah Hubungan

512 103 37
                                    

Dua anak manusia itu duduk bersebelahan di sebuah sofa ruang keluarga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua anak manusia itu duduk bersebelahan di sebuah sofa ruang keluarga. Keadaan ruangan cukup hening, hanya terdengar detak jam yang menempel di dinding.

Setelah aksi peluk memeluk beberapa puluh menit lalu, tanpa meminta persetujuan, Jikara langsung menarik lelaki itu ke rumahnya yang kebetulan sepi karena Zian masih sekolah, sedangkan bundanya tengah berbelanja bulanan. 

"Lupain kejadian tadi."

Jikara menoleh ke arah Jevan yang menunduk, memainkan tangannya sebelum kemudian menatapnya. 

"Lo denger semuanya?" tanya lelaki itu lirih.

Merapatkan bibir, Jikara menimang jawaban yang akan ia berikan lalu mengangguk.

"Ngerasa ada yang perlu diceritain gak?" Jikara menyampingkan badan agar bisa lebih leluasa menatapnya. Keterdiaman Jevan membuatnya harus banyak bersabar. "Ya udah kalau gak mau cerita, lagian gue bukan orang penting buat lo sampai ... mengharuskan elo jujur tentang apa yang terjadi."

"Bukan gitu, Ji." Lelaki itu menyangkal.

"Lalu apa?" tanya Jikara, "Sampai kapan sih lo pura-pura gak ada yang terjadi?" Akhirnya ia kelepasan bicara. Jujur saja, Jikara sudah tidak sanggup bersikap seolah tidak tahu apa-apa.

Jevan terkesiap. Jadi benar gadis di sebelahnya sudah mengetahui rahasianya? "Sejak kapan lo tau?"

Jikara membuka mulutnya lalu mengatupkannya lagi. Merasa bingung menjawab, ia segera berdiri. "Em gu-gue ngambil buat kompres dulu bentar."

Gadis itu berjalan cepat meninggalkan Jevan yang tampak hendak kembali bicara. Beberapa menit kemudian Jikara datang membawa semangkuk air bercampur es beserta sapu tangan tebal.

Duduk di tempat sebelumnya, Jikara memasukan kain ke mangkuk lalu beralih menatap Jevan yang hanya memperhatikan pergerakannya.

"Tahan, ya?" pinta Jikara lalu menempelkan kompresan ke wajah memar lelaki di depannya.

Terdengar ringisan. Jikara sampai menghentikan sejenak aktivitasnya dan melemparkan tatapan khawatir. "Sakit banget?"

Jevan menggeleng, tapi ketika Jikara tak sengaja menekan lukanya, ia kembali meringis.

"Jadi rasanya sakit gak?" tanya gadis itu membuat Jevan berdecak. Lagipula, kalau sudah tahu sakit, kenapa harus bertanya? Dasar perempuan! Tidak bisa dimengerti.

Jikara menghela napas berat, berganti mengompres bagian kanan wajah lelaki itu. Jevan yang menangkap tatapan iba pujaan hatinya memalingkan muka.

"Jangan terluka lagi!" Suara lirih tersebut membuatnya mau tak mau menatap Jikara yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Jangan bikin gue khawatir, Jev," tambah Jikara. Tangan satunya terangkat, mengusap bekas pukulan Rendra. Gadis itu kemudian menunduk dalam. "Rasanya sakit liat lo kayak gini."

JIWA JIKARA✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang