"Papa kamu lagi ke rumah Om Irwan."Satu kalimat tersebut berhasil membuat Jevan yang sejak kemarin mengurung diri akhirnya mau keluar kamar. Lelaki berkaos abu itu sudah tampak segar setelah mandi, padahal setahu Jikara, Jevan hanya tidur subuh dan bangun pukul tujuh pagi.
Jevan memakan nasi goreng favoritnya dalam diam, berbeda dengan Marisa yang memilih memperhatikan putranya, mengabaikan makanan di depannya.
Jikara? Ia menduduki kursi kosong di sebelah lelaki itu yang mengunyah makanannya dengan tak semangat.
"Makan yang banyak."
Jevan mendongak, menatap mamanya sebelum kemudian memaksakan senyum. Jikara tidak paham, apalagi saat mata Marisa berubah berkaca-kaca.
Wanita paruh baya itu menyentuh punggung tangannya. "Maafin mama ya?"
Terdengar decakan. "Mama apa-apaan sih? Kenapa minta maaf?"
"Karena mama lagi-lagi gak bisa jadi ibu yang baik buat kamu."
"Ma!" Jevan mendelik tak suka. Lelaki itu mendesah pelan lalu menangkup tangan Marisa. "Harusnya aku yang minta maaf. Gara-gara aku mama sama papa jadi bertengkar."
"Mama gak papa, asal-"
"Udah ya, Ma." Jevan memotong ucapan sang mama. "Lupain, mending kita makan sekarang. Aku abis ini mau ke kosan Yaris."
Marisa hendak melarang, ia ingin putranya menghabiskan waktu bersamanya selagi tidak ada jadwal kuliah. Namun, mengingat suaminya sebentar lagi akan pulang, ia terpaksa membiarkan Jevan pergi. Baginya, akan lebih baik sepasang ayah dan anak itu tak bertemu.
Selesai makan dan mencuci piringnya sendiri, Jevan kembali ke kamar untuk mengambil kunci motor. Jikara sendiri dengan setia mengikuti lelaki itu.
Satu jam Jevan menghabiskan waktunya dengan berkeliling. Izinnya untuk pergi ke kosan Yaris sepertinya hanya sebuah alasan karena Jevan bahkan tidak ada menghubungi sahabatnya sama sekali.
Siapa sangka, pada akhirnya lelaki itu menghentikan motor sport-nya di parkiran rumah sakit. Senyum Jikara mengembang mengetahui kalau Jevan hendak menjenguknya.
Beriringan, Jikara melangkah riang di sebelah Jevan. Sampai depan ruangan di mana dirinya dirawat, ia mendapati bundanya sedang duduk seorang diri.
"Bunda," lirihnya berkaca-kaca. Baru satu hari mereka tidak bertemu, tapi ia sudah sangat rindu.
"Tante!"
Panggilan Jevan membuat Firda menoleh. Wanita itu tersenyum tipis dan mempersilahkan Jevan untuk duduk di sampingnya.
Dada Jikara berdenyut sakit melihat lingkaran hitam di sekitar mata bundanya.
"Bunda pasti capek nungguin aku," lirihnya duduk di sisi lain. "Maafin aku ya, Bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...