Apa yang terlihat di depan mata belum tentu sesuai dengan fakta
***Dua minggu terakhir, Jikara dikejutkan oleh hal-hal tak terduga. Tentang kecelakaan beruntun yang membuatnya terbaring di ruang ICU, jiwanya yang berkeliaran, serta ungkapan perasaan dari sosok yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri.
Jevan Janaka Purwa
Jikara mengenalnya saat berusia delapan tahun. Lelaki itu merupakan tetangga baru di seberang rumahnya yang sempat dijual dan berganti penghuni.
Kesan pertama melihatnya, Jevan merupakan anak pendiam dengan wajah rupawan. Jevan jarang keluar rumah, bahkan ketika Jikara menyapanya dari luar pagar, ia akan langsung berlari ke dalam kediamannya.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk membuat anak tetangganya itu mau menerima ajakannya pergi ke alun-alun, melihat acara tujuh belasan.
Jevan bukan takut pada orang-orang, Jikara juga tidak tahu lebih jelasnya kenapa anak itu selalu menolak ajakan beberapa temannya untuk bermain. Padahal kalau dipikir-pikir, banyak sekali yang mendekati, bahkan para siswi di kelasnya kerap membicarakan Jevan kecil yang sudah berhasil membuat lawan jenisnya tertarik.
Semua mengalir begitu saja. Tiba-tiba keduanya menjadi dekat. Jikara merasa lebih nyaman bermain dengan Jevan dibanding teman perempuannya.
Dulu, Jevan padanya seperti seorang anak yang takut kehilangan induknya. Anak lelaki itu bahkan tidak mau pulang sekolah jika tidak bersamanya. Jevan yang kebetulan merupakan adik kelasnya akan menunggu Jikara keluar dari kelas dan itu berlanjut hingga mereka duduk di bangku SMA. Jevan akan mengikuti ke mana Jikara pergi. Lelaki itu sudah seperti tukang ojeg yang mau-mau saja disuruh mengantarnya ke berbagai tempat.
Namun, semua aktivitas tersebut berhenti saat dirinya memasuki perguruan tinggi. Jadwal kelas yang tidak menentu, tugas dan kegiatan kampus, serta kesibukan Jikara dengan gebetan yang kini menjadi pacarnya membuat kebersamaan yang terjadi seolah tak pernah ada.
Tanpa sadar mereka menjadi asing. Kalau bertemu, pasti ada perdebatan kecil dan berakhir dengan saling membuang muka. Meski sebenarnya diam-diam Jikara kerap merindukan Jevan yang malah beralih menjadi lebih dekat dengan Zian dibanding dirinya.
"Gue pulang dulu, besok kalau ... sempet, gue dateng lagi." Lelaki itu sempat meninggalkan usapan lembut di kepalanya sebelum berbalik.
Bagai magnet, tubuh Jikara tertarik untuk mengikuti langkah Jevan. Ia memperhatikan punggung tegap teman masa kecilnya yang tengah berbicara dengan Zian sebelum berjalan menjauh.
Jikara berlari kecil untuk menyamai langkah Jevan. Memperhatikan raut lelaki itu dari samping. Perlahan, senyuman kecil tersungging di bibirnya.
Jevan tidak pernah berubah, masih setampan dulu, malah tambah mempesona. Pantas saja ia menjadi mahasiswa yang memiliki banyak fans, bahkan di hari pertama OSPEK sudah menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasi"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...