Seperti yang Jikara harapkan. Melihat raut cerah Jevan sekeluarnya dari ruang rawat Rendra adalah kebahagiaan yang sesungguhnya. Mata lelaki itu tampak memerah. Pasti telah terjadi keharuan yang luar biasa di dalam sana.Marisa sudah kembali setelah sempat pulang untuk mengambil baju ganti. Pula Kanasya yang masuk ruangan untuk menjenguk omnya, tersisa dirinya dan Jevan yang duduk bersebelahan.
"Lega?" tanya Jikara yang langsung mendapat anggukan.
Jevan menunduk, memainkan jemarinya dengan anteng. Melihat itu, Jikara tersenyum tipis, kekasihnya seperti menemukan mainan baru.
"Kamu bilang apa aja ke papa?" Pertanyaan tersebut membuatnya membeku.
Apakah Jikara harus berkata jujur? Ia hanya Jevan akan marah. Lagipula, sampai sekarang lelaki itu tidak tahu perihal dirinya yang pernah melihat bagaimana menderitanya Jevan dulu. Jikara juga tidak mungkin mengatakan bahwa saat koma, jiwanya sempat berkeliaran dan mengikuti ke manapun Jevan pergi.
Senyuman tipis ia berikan. Jikara berpura-pura berpikir sebelum kemudian mendekatkan wajah, menatap lekat mata sang kekasih. "Rahasia."
Decakan keluar dari bibir Jevan disusul dengan tangannya yang kini menyentil dahi Jikara hingga mengaduh. Gadis itu menggerutu sebal lalu mengusap bekas sentilan kekasihnya.
Jevan terkekeh, beralih menyimpan kedua tangan di sisi wajah Jikara. "Apa pun itu, makasih ya, Ji."
Ia mengangguk lagi. Hatinya terasa ringan sekarang. Setidaknya dirinya tidak harus terluka melihat Jevan yang terus berselimut duka.
Jikara menurunkan tangan tersebut dari wajahnya. "Udah ah, kenapa jadi melow gini sih?"
Ia kemudian menatap jam di pergelangan tangannya. Ternyata hari sudah sore. Sebenarnya Jikara sudah meminta izin pada sang mama, hanya saja wanita yang melahirkannya itu masih kerap merasa cemas kalau dirinya belum pulang.
"Yuk aku anter pulang!" ajak Jevan yang mengerti hanya dengan melihat gerak geriknya. "Aku juga mau pulang dulu, mau ganti baju." Lelaki itu menjelaskan sebelum sang kekasih menolak ajakannya.
"Oh ya udah kalau gitu." Jikara bangkit dan menghadap Jevan yang masih duduk. Ia menyodorkan tangan, bermaksud menarik kekasihnya.
Melihat tingkahnya, Jevan tersenyum kecil dan menyambut uluran tangan tersebut. Dengan tarikan kecil, ia berdiri.
Keduanya sempat memasuki ruangan untuk pamit. Kebetulan ada Kanasya yang menemani mamanya dan menyuruhnya beristirahat sejenak. Jevan disuruh datang nanti malam saja. Mereka melangkah melewati koridor dengan tangan saling bertautan.
Jevan tak pernah merasa seberuntung ini sebelumnya. Bersama Jikara, ia merasa memiliki segalanya, termasuk mendapatkan papanya kembali.
***Satu minggu sudah berlalu. Rendra sudah diperbolehkan pulang meski dilarang banyak bergerak. Lelaki itu belum bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Berjalan saja harus menggunakan kruk karena kakinya belum sepenuhnya sembuh. Beruntung ajuan cutinya diterima sehingga ia bisa beristirahat dan memulihkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasía"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...