Tiga lelaki keluar dari aula secara beriringan. Kebetulan mata kuliah peminatan IPS selalu dilaksanakan di ruangan tersebut karena mahasiswa yang mengikuti cukup banyak. Bisa dihitung anak jurusan PGSD dari satu angkatan yang terdiri dari enam kelas, disatukan. Meski tidak semua, tetap saja kebanyakan dari mereka memilih mata kuliah peminatan soshum.
Putra sedang membahas tugas kelompok yang harus dikumpulkan minggu depan. Ia dan dua temannya membicarakan masalah pembagian tugas mereka.
"Fay!"
Lelaki itu refleks menoleh, mencari sumber suara. Pembicaraan lelaki berambut gondrong di depannya bahkan ia abaikan. Sejak kejadian itu, Putra selalu sensitif dengan nama 'Fay' atau sejenisnya.
Tak jauh darinya, ia melihat dua gadis berlari menjauh. Putra memang tak melihat wajahnya, tapi ia masih begitu ingat punggung dan cara berlari gadis itu. Entah kenapa dirinya merasa 'Fay' selalu menghindarinya.
"Put! Oi!"
Putra tergagap. Ia kemudian menatap temannya lalu meringis. "Sorry, gimana?"
Keduanya menggeleng bersamaan. Beberapa hari ini konsentrasi Putra selalu terbagi, antara pekerjaan, keluarga, dan dua perempuan yang tak lain Jikara serta si misterius Fay.
Diam-diam Putra berusaha mencari gadis itu, tapi tak kunjung ia temukan. Kampusnya cukup besar dengan fakultas dan jurusan yang tidak bisa dibilang sedikit. Ia pernah menanyakan nama itu pada salah satu temannya, tapi katanya tidak ada namanya Fay di angkatannya. Mungkin juga itu hanya sebuah panggilan, tapi bukankah setidaknya sedikit dari mereka tahu?
Fay memang ada. Putra yakin dia bukan sejenis mahasiswi ghaib di kampusnya. Kalau bukan teman satu angkatan, mungkin saja dia adik tingkatnya dan masalah panggilan yang tanpa embel-embel kak padanya, mungkin juga agar itu terlihat akrab.
Berpisah dari kedua temannya, Putra berjalan menuju parkiran dengan pikiran melayang. Ia tidak mengerti kenapa efek surat yang diterima begitu berpengaruh. Bukannya Putra begitu murahan sehingga mudah berpaling saat sosok yang dicintainya masih terbaring koma.
Mencintai Jikara bukanlah paksaan, tapi berusaha melupakan perasaannya pada gadis itu adalah suatu keharusan. Mereka tak memiliki hubungan spesial selain hanya sebuah pertemanan.
Putra tak ingin memaksakan hal yang hanya akan membebani Jikara. Sudah cukup selama ini dirinya bertahan, padahal ia tahu dengan pasti kalau sang pujaan hati begitu mencintai kekasihnya.
Perkara Jikara yang masih belum sadar, Putra tentu akan selalu menjenguknya seperti biasa. Mereka teman yang cukup dekat. Namun, Putra akan move on seperti apa yang pernah Jikara pinta dulu. Entah itu pada Fay yang mengaku menyukainya maupun pada perempuan lain. Saat ini, Putra hanya akan berusaha menghilangkan perasaan yang tanpa sengaja selalu menambah rasa bersalah di hati Jikara.
***Semua masih sama meski dua bulan telah berlalu. Jikara masih tidak tahu cara untuk kembali. Ia bahkan sempat memohon-mohon kepada Kanasya, meminta bantuan. Namun, gadis itu tidak tahu bagaimana cara membantunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasy"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...