Banyak hal tak terduga tanpa kamu sadari dan itu ... mungkin saja membuatmu terluka.
***Lelaki itu menatap kanvas di depannya yang berisi lukisan seseorang. Tampak begitu nyata dan tentu saja cantik. Bukan hanya wajah, melainkan juga hatinya.
Entah di tahun keberapa ia mampu menghilangkan perasannya pada gadis itu. Sudah jelas ia tahu, tak pernah ada kesempatan sekalipun sang pujaan hatinya kerap terenyuh dengan apa yang ia lakukan. Jikara masih tetap teguh untuk mencintai satu laki-laki.
Acarya Langit Angkasa. Sosok aktifis kampus yang namanya tentu saja dikenal oleh hampir seluruh mahasiswa.
Berbicara tentang Jikara, tiba-tiba saja ia merasa rindu. Kemarin dirinya tak sempat menjenguk karena harus menyelesaikan pesanan. Entah kapan gadis itu akan bangun, Putra sangat menantikannya. Ia tak sabar memberikan lukisan yang sudah hampir rampung ini. Jikara pasti senang.
Melirik jam dinding, lelaki itu mendesis. Saking sibuknya melamunkan Jikara, ia hampir lupa kalau 15 menit lagi mata kuliah Pengembangan Pembelajaran IPS akan segera dimulai. Segera ia bangkit setelah merapikan kanvas dengan hati-hati. Beruntung letak kampus dari tempatnya berada tidak jauh.
Hanya membutuhkan waktu lima menit untuknya sampai parkiran fakultas. Putra turun dari motor matic-nya. Melihat sosok tak asing sedang berjalan gontai, ia mempercepat langkah lalu menepuk pelan bahunya hingga sang empunya menoleh.
"Eh, hai Put!" sapanya lesu.
Putra tersenyum tipis, memilih berjalan di sebelahnya. "Dia ... gimana kabarnya?"
Tiana mengembuskan napas berat kemudian menggeleng. Lewat gerak geriknya, ia paham bahwa Jikara masih nyaman dengan tidur panjangnya.
"Hari ini mau jenguk?" tanya lelaki itu. Keduanya berjalan melewati tangga menuju lantai tiga.
"Kalau sempet gue ke RS, hari ini ada rapat DPM, biasanya sampe malem." Tiana membenarkan tasnya lalu memasuki kelas dan mengambil tempat duduk di barisan ketiga diikuti Putra. Gadis itu menoleh pada sosok di sebelahnya. "Hari ini lo mau jenguk?"
Putra mengangguk.
"Titip salam ya buat dia." Tiana tahu, sahabatnya tidak akan mendengar. Hanya saja, ia merasa keterlaluan saat dirinya tak bisa mengunjungi Jikara. "Tau gak sih, Put?"
"Apa?" Putra yang sedang mengeluarkan binder menoleh.
"Gue ... takut," ucap gadis itu parau. Putra tahu ke mana arah pembicaraan teman sekelasnya. Mereka merasakan hal sama. Mata Tiana berubah berkaca-kaca. "Setiap malem, gue gak pernah bisa tidur tenang. Gue ... takut tiba-tiba ada telepon dan-" Tiana tak mampu melanjutkan ucapannya. Ia menunduk, mengambil tisu dari tas dan menghapus cairan dari yang mengalir dari sudut matanya.
"Udah, Na. Gue paham. Kita sama takutnya, tapi gak bisa ngelakuin apa pun selain cuma bisa berdoa." Putra menepuk bahu Tiana yang berusaha memaksakan senyum. Gadis itu melirik sekitar, terasa ada yang kosong saat Jikara tak ada di dekatnya. Bagaimanapun, mereka sudah melewati banyak waktu bersama sejak pertama kali menginjakan kaki di kampus ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
JIWA JIKARA✔️
Fantasía"Lo nggak capek tidur terus, Ji?" Tak ada jawaban. Hanya bunyi monitor yang terdengar memenuhi ruangan. Lelaki itu menggenggam erat tangan gadis di hadapannya yang tak kunjung membuka mata setelah kecelakaan dua minggu lalu. Frustasi, ia bangkit da...