SATRU CHAPTER 18

85 7 0
                                    

Happy Reading♡♡

"Setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya." [Candra Kirana]

Kepala pusing serta tubuh yang terasa lemas, itulah yang di rasakan Nada saat membuka matanya. Terlihat dinding ruangan bernuansa biru, ini kamarnya!

Nada tersentak dan mengubah posisinya menjadi duduk. Terlihat dari samping, ada pantat ayam alias Sanjay, tengah tertidur pulas sembari memengang smartphone di tangan.

Nada baru menydari bila adiknya ini terlihat maskulin bila diam. Alisnya yang tebal serta lesung pipi yang terlihat bila ia tersenyum, hampir mirip dengan ayahnya. Nada mengusap lembut puncak kepala Sanjay lalu mulai mendekat.

"KUCINGGG!!" teriak Nada tepat di telinga adiknya.

Sanjay refleks melompat dengan indah saat mendengar nama hewan itu. Entah mengapa dari dulu sampai sekarang ia sangat takut dengan bola bulu mungil itu.

Melihat kesengsaraan adiknya, membuat Nada tertawa layaknya devil. Sedangkan Sanjay hanya bisa melongo saat dirinya dikerjai habis-habisan oleh kakaknya. Secara tidak langsung kakaknya ini memaparkan bendera peperangan.

"Emang dasar mbak kagak ada akhlak!" celetuk Sanjay mengusap dadanya.

Sedangkan Nada masih tetap tertawa renyah, seakan tidak memperdulikan unjuk rasa dari adiknya.

"Awas aja, ntar kalau mbak udah kawin. Bakal bebas ini yang namanya Sanjaya Hadi Wijaya!" ketus Sanjay lalu menutup mulutnya dengan telapak tangan, seolah-olah ia telah salah bicara.

Nada mengangkat sebelah alisnya saat Sanjay mengatakan hal itu. "Apa maksud kamu tadi?"

"Eemmm ... emmm ... itu, anuh ..." ucap Sanjay dengan wajah panik.

"Anuh apaan?" dengis Nada menunggu penjelasan.

"Eee ... aduh!" Sanjay mengerang sembari memegangi perutnya. Dan sudah pasti Sanjay akan ke mana setelah itu. Ya, panggilan alam. Hallo Alam!

Setelah kepergian Sanjay, Nada masih memproses apa saja yang di katakan adiknya tadi. Mungkin pikirannya belum sinkron karena baru bangun.

Ia melihat jam di dinding, sekarang masih pukul 11 siang. Yang artinya sekolah masih melaksanakan KBM, jadi siapa yang membawa dirinya pulang? Begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya.

Kirana yang sedari tadi datang sampai dibuat heran oleh kelakuan putrinya, yang mirip orang kesambet. Rambut acak-acakan dan kantung mata itu semakin membuat Kirana yakin bila putrinya telah ketempelan.

Kirana segera menjitak kepala Nada dan memberi pertanyaan umum ketika seseorang tengah ketempelan.

"Aduh Mama! Sakit," adu Nada seraya mengusap dahinya yang sakit akibat jitakan dari mamanya.

"Kamu siapa?" tanya Kirana panik.

"Mama ini lagi bercanda ya? Masak anak sendiri kagak kenal, sih?" gerutu Nada memasang wajah nggembung mirip bakpau.

Kirana menghela napas, gagal panik karena dugaannya salah. Ia segera memberi nampan berisi makanan untuk putrinya yang bandel kalau masalah makan pagi.

"Lain kali mama akan pasang bom kalau Nada pergi tanpa makan sarapan!" ancam Kirana hingga membuat Nada tersedak nasi.

"Lah, Mama kan, tahu kalau Nada nggak suka sarapan," balas Nada saat mulutnya penuh makanan.

Tanpa disadari, bulir bening mengalir di samping senyum simpul dari Kirana. Ia membayangkan suatu hari nanti ketika ia harus melepaskan putrinya di bawa tulang rusuknya. Mungkin hari itu akan menjadi saat-saat yang berat baginya, hatinya sebagai seorang ibu tidak rela bila putrinya di bawah.

"Eh, mama kenapa nangis?" Nada panik melihat air mata yang mengalir di pipi Kirana.

"Nada janji deh, ntar Nada bakal sarapan kalau kemana-mana. Tapi mama jangan nangis dong."

Sungguh, satu hal yang membuat Nada merasa sesak adalah tangis dari kedua orang tuanya. Jika mungkin, ia akan melakukan apa pun agar hal itu tidak sampai terjadi. Karena Nada tidak menyukainya.

"Nada ..." lirih Kirana seraya mengusap air matanya yang mengalir, "Kelak jika ada lamaran baik, kamu mau menerimanya ya?"

Namun Nada hanya diam, jadi ini yang dimaksud oleh Sanjay tadi. Lamaran pertunangan yang dari dulu Nada hindari, sekarang malah kembali mendesak dirinya.

"Bukannya Mama sama Papa tidak menyanyangi Nada. Tapi pasti suatu hari Nada akan pergi dengan seseorang yang di takdirkan dengan Nada," jelasnya seraya mengusap puncak kepala putrinya.

Sekali lagi Nada masih diam, ia tidak mengatakan apa pun selain menatap sayu Kirana.

"Kami tidak akan memaksa, jika Nada menolaknya. Itu bukan masalah."

Nada langsung memeluk Mamanya dan tidur di pangkuannya. Sungguh ia tidak membayangkan kehidupannya saat jauh dari orang yang ia sayangi. Memang Nada baru pulang selama 6 tahun menempuh pendidikan di Jakarta, tapi kenapa saat ia ingin terus bersama keluarganya, malah ada hal yang ia benci datang menghampiri.

Di sisi lain sangatlah sulit baginya untuk mengatakan tidak. Tapi tetap saja, seberapa jauh ia berlari dan terus menghindar, hal itu akan terus menerornya. Lebih baik ia menjalaninya sesuai dengan naskah Tuhan kelak.

Nada menarik napas dalam dan melepas pelukan hangat itu, "Insya Allah, Nada akan coba untuk menjalaninya."

Jawaban singkat itu membuat hati Kirana bersemi. Akhirnya setelah sekian lamanya putrinya terus lari dan menghindar, Kirana mendengar persetujuan itu sendiri.

Bahkan pria tangkas yang berdiri dari balik pintu itu, ikut berlinang air mata ketika mendengar jawaban putrinya. Rasa senang dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Ia senang karena akhirnya Nada mau menerima wasiat lama itu dan sedihnya karena sebentar lagi ia akan kehilangan putrinya, senyum serta keceriaannya.

~*~*~

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang