BAB 42

67 11 0
                                    


~*~*~

"Ada siapa Ma?"

Seketika suara itu membuat ketiga wanita ini menoleh ke sumbernya. Nada sendiri sedikit khawatir dengan keadaan Guntur sekarang. Tidak ada tatapan tajam atau pun yang mengitimidasi. Ia tampak santai dengan kaos merah serta celana pendek selutut, tapi bukan itu saja. Hari ini Guntur terlihat pucat dan kantung mata itu, apa dia tidak tidur secara teratur.

"Habibah?" kejut Guntur akan kedatangan Nada di kediamannya.

"Ini akibatnya kalau kamu nggak ngasih info lengkap sama Nada," sahut Anita.

"Nada itu akan berusaha mencari tahu sesuatu bila di perlukan. Ya, contohnya maksa aku buat nemenin dia kemarin," lanjutnya membuat kelak tawa Nanda karena wajah Nada yang semakin memerah mirip tomat.

Namun Guntur bukanya menemui Nada, ia malah kembali masuk ke kamarnya, mungkin ia sibuk mengenai sesuatu? Untuk sementara hanya itu yang ada di pikirannya saat ini.

"Anak itu emang kebiasaan banget," keluh Nanda melihat sikap putranya yang tidak jauh berbeda dengan Ayahnya, kerjaan mulu!

"Ma, gimana kalau kita buat makan siang?" saran Anita yang memang sudah sangat mengerti tentang mertuanya ini.

"Calon mantu Mama ini kan, jago masak." lanjutnya.

"Boleh, tapi kamu tidak kerepotan, kah?" tanya Nanda pada Nada sebagai pemastian.

Nada hanya menggelengkan kepalanya, tanda bahwa ia sama sekali tidak kerepotan jika harus memasak bersama Anita dan Nanda.

"Ayo, Mama antar ke dapur." ucap Nanda menunjukkan dimana letak dapurnya. Memang sangat luas dan banyak Art nya.

Tapi khusus hari ini Nanda akan mengicipi rasa dari masakan dari Nada. Dan sesuai informasi, Nada akan memasak sayur bayam dan cumi krispy saus pedas, makanan favorit dari Guntur. Meski bergelimang harta, tapi seorang Guntur lebih menyukai masakan rumahan yang sederhana ketimbang makanan cepat saji. Selain hemat juga menyehatkan, itulah yang diceritakan Nanda mengenai putranya.

Jika saja orang lain yang tidak sepenuhnya mengenal Guntur, pasti yakin dah, tidak akan percaya dengan cerita itu. Kecuali Nada yang memang terlanjur sayang dan sudah terbiasa berdampingan dengan sikapnya yang cuek dan acuh tak acuh.

Setelah selesai memasak sembari ngerumpi, Anita kompak dengan mertuanya untuk memaksa Nada membawakan Guntur masakannya. Dengan rasionalisasi, Guntur tengah sakit dan tidak mungkin keluar dari kamarnya.

'Mana ada penyakit nggak bisa keluar kamar? Kekunci kali ya?'

Oghey, dengan terpaksa setengah mau. Catat! Setengah mau. Nada akhirnya mengalah dan membawakan nampan makan untuk Guntur. Ia berjalan menaiki tangga dan berhenti di balik pintu coklat. Untuk kesopanan Nada mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban. Hal itu sudah ia lakukan berkali-kali.

Sebagai antisipasi, akhirnya Nada masuk tanpa permisi. Kamar bernuansa abu-abu dan biru itu sungguh mencermikan sikap Guntur. Etalase penuh buku dan meja kerja yang berantakan tidak ada pajangan ataupun foto, yang ada hanya sertifikat dan piagam, tapi dimana Guntur?

"Habibah?" panggil seseorang dari kamar mandi.

"Siapa?" balas Nada sedikit ketakutan karena belum tahu siapa pemilik suara itu.

"Ini saya, kamu ngapain masuk ke kamar saya? Lancang sekali." siapa lagi pemilik nada super menjengkelkan itu, kalau bukan Guntur.

"Mas, lagi ngapain di kamar mandi?" dengan polosnya Nada menanyakan hal un-faedah itu.

"Kenapa? Kamu mau lihat?" goda Guntur dan sejak kapan pria itu bisa bergurau.

"Nggak muhrim!" ketus Nada.

"Iya, iya. Sekarang kamu ngapain ke kamar saya?" Guntur kembali mengintrogasi Nada meski dari dalam kamar mandi.

"Makan siang, Mama bilang tadi Mas belum makan." ucap Nada menyuguhkan nampan itu yang belum tentu bisa Guntur melihatnya.

"Oh, tolong taruh di meja kerja saya. Terima kasih, Habibah."

'Masama' balas Nada dalam hati.

Nada segera meletakkan nampan itu di meja dan sekalian ia rapikan saja meja yang penuh dengan dokumen. Di sana ia melihat bingkai kecil yang membuat sudut bibirnya naik. Foto saat pertama kali ia di taman bermain itu, tapi sepertinya itu candit, karena Nada tidak mengarah kepada camera. Apa mungkin diam-diam Guntur telah mengambil gambarnya?

Karena senang ia tidak sengaja menyenggol sebuah binder abu-abu berisikan sebuah foto yang sekilas mengingatkan Nada mengenai sesuatu.

"Nggak mungkin," geming Nada menahan air matanya.

Ia mebalik ke halaman sebelumnya, hingga setetes air mata menetes di foto itu. Damar Langit Guntur Prasetia, itulah secarik kata yang tertulis indah di selembar kertas.

'Ini pasti bercanda.'

10 menit kemudian, Guntur keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambutnya yang basah. Ia tidak melihat keberadaan Nada, hanya ada nampan nya saja.

"Dimana Habibah?" gumam Guntur.

Ia berjalan keluar dan melihat Nanda serta Anita tengah menyantap hidangan yang sama dengan yang di bawakan Nada untuknya.

"Ma, Habibah kemana?" tanya Guntur dari depan kamarnya.

"Nak Habibah pamit pulang. Katanya ada keperluan mendadak." bala Nanda.

~*~*~


SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang