SATRU CHAPTER 21

93 8 0
                                    

Happy Reading♡♡

"Setelah lelah berjuang, kini tinggal diam dan membiarkan takdir berkata." [Nada Naila Nur Habibah]

Setelah lelah mengadu pada orang yang salah, kini Nada hanya berharap besar kepada orang yang bisa membantunya. Ia merogo saku blazer panjang berwarna abu-abu, untuk mengambil smartphone. Sebenarnya ia ragu untuk melakukan hal ini di saat KBM sedang berlangsung. Tapi ini keadaan gawat plus darurat.

Berbekal bondo nekat, Nada berdiri di halaman seraya mencari nomor telepon. Untuk anak muridnya, sudah aman di kelas dengan tugas menulis materi.

Begitu panggilan telah terhubung, Nada langsung pada point utamanya.

"Kak Yhoga, LAMAR NADA SEKARANG!!" teriak Nada yang syukurnya tidak ada yang mendengarnya.

"Astagfirullah ... ucap salam dulu," selanya dengan suara berat yang khas.

"Nggak! Pokoknya kak Yhoga harus lamar Nada!" ketus Nada tidak melihat persekiratan yang memang belum aman.

"Assalamualaikum,"

"Aaaaa ... kak Yhoga aku nggak mau dijodohin," rengek Nada manja.

"Jawab dulu,"

"Kak Yhoga,"

"Jawab atau aku tutup teleponnya!" ancam Yhoga.

Nada berdehem dan mengembalikan suaranya,

"Wa'alakumsalam calom imanku ..." goda Nada.

Ya, orang yang selalu membuat mood Nada kembali seketika adalah Bathalion Yhoga Amar, ia laki-laki yang Nada temui saat di perkuliahan.

Mereka menjadi tetangga kos-kosan dan akhirnya bisa lengket seperti pentol aci. Perlu di ketahui, selisi umur Nada dan Yhoga adalah 9 tahun, jadi umur Yhoga sekarang menginjak kepala 3.

"Emang kenapa kalau kamu dijodohkan? Apa ada masalah?" tanya Yhoga dengan tenang.

"Masalahnya Nada nggak suka,"

"Terus, apa kamu akan kabur lagi, ngehindar lagi, gitu?"

"Lah, maka dari itu kakak cepetan lamar Nada!"

"Kakak nggak bisa," jawaban yang sangat mengecewakan.

"Kenapa?"

"Karena_"

Belum sempat mendengar jawaban, tiba-tiba smartphone Nada tertarik kebelakang membuatnya menoleh. Nyaris mengoceh pada seseorang yang sekarang tengah memegang smartphone nya. Sang kepsek SMA EXPRO BAYANGAKARA tengah berdiri tegak di hadapan Nada dan menatap tajam ke arahnya.

"Bu Habibah! Ikut ke ruangan saya!" pekiknya dengan wajah seperti orang murka, mungkin Nada akan dibantai.

'Habibah lagi ...' ketus Nada dalam hati,

"Tapi bagaimana_"

"Ini sudah jam pergantian pelajaran," potongnya seakan mengerti dengan apa yang akan dikatakan Nada.

Di sinilah Nada, berdua dengan beruang kutub, di dalam yang super dingin. Ia menatap beruang buas di hadapnya tengah memijat dahi. Sepertinya ia sedang sakit kelapa. Waspadalah, waspadalah Nada!

"Apa tadi itu?" tanya Guntur dengan nada sedikit pelan.

"Apanya pak?" jawab Nada seakan tidak merasa berdosa.

Guntur menggelengkan kepala atas apa yang dikatakan Nada.

"Saya kecewa sama ibu,"

'Dari kemarin ibu muluh, berasa tua deh,' gerutu Nada dalam hati terkecilnya.

"Saya terlalu berharap berlebihan tentang anda." perkataan itu bagaikan sayatan belati bagi Nada.

"Mungkin dengan lulusan S-1 UI, menjamin keprofesionalan anda. Tapi sekali lagi, saya terlalu berharap banyak. Selama beberapa hari ini anda kurang konsentrasi dalam mengajar."

"Bila memang ada masalah, tolong jangan bawah hal itu dalam pekerjaan anda." lanjut Guntur, babat habis kesalahan Nada selama ini.

"Iya, pak. Maaf saya telah mengecewakan." balas Nada ragu-ragu.

"Baiklah, sebagai hukuman. Tulis 3000 shalawat dan bawah ke meja saya besok!"

Wow, jaman sudah maju, tapi masih ada hukuman seperti itu. Sangat luar biasa, di luar ekspetasi.

"Ta-tapi_"

"Saya tahu besok ibu tidak ada jam, kalau begitu kirim lewat nomor WA saya!"

Sebelum Nada mengatakan sesuatu, Guntur dengan cepat mengusir Nada dari ruangannya, tanpa mengembalikan ponsel miliknya.

Ya, nasi sudah menjadi bubur. Nada harus kembali dengan rasa kecewa karena smartphone miliknya di sita. Dengan kata lain, bagaimana ia akan mengirim hasil karyanya besok?

~*~*~

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang