BAB 40

76 8 0
                                    

~*~*~

Langit terlihat indah saat senja tiba. Kini Guntur menelusuri jalan raya setelah selesai mengantar Nada pulang. Sebenarnya ia ingin lebih lama di rumah calon mertua nya, tapi tugasnya hanya untuk mengantarkan kembali anak orang dengan selamat sampai tujuan.

Di tengah ramainya jalan, smartphone Guntur bergetar. Segera ia mengangkat nya sembari fokus ke jalanan.

"Halo, Din."

"Kamu tadi siang aku telepon nggak di angkat!" ketusnya.

"Tadi siang?"

"Iya,"

Guntur mencoba mengingat kembali tentang apa saja yang terjadi di tempat pernikahan itu. Ya, ia baru ingat. Tadi Guntur tidak sengaja meninggalkan smartphone di samping Nada.

"Maaf, tadi kayaknya di pegang sama Habibah."

"Ccciiieeee ... so sweet banget!" girangnya bukan main.

"Nggak sengaja,"

"Ok, ok. Jangan lupa besok ada janji sama aku. Kalau bisa lebih awal ya, soalnya takut jadwalku padat." jelasnya.

"Iya, aku bakal datang." balas Guntur yang diam-diam blushing sendiri ketika membayangkan wajah cemberut milik Nada.

"Guntur, kamu masih di sana, kan?" tanya nya karena tidak mendapat respon kecuali tarikkan napas yang tidak teratur.

"I-iya. Aku pasti datang lebih awal."

"Okey, by my dear."

"Iya."

Setelah memutuskan panggilan, Guntur mempercepat laju mobilnya. Ia ingin memastikan sesuatu yang ada di dalam kamarnya.

Entah mengapa dirinya menjadi resah tentang janjinya besok. Ia takut akan sesuatu. Seakan sekelebatan memori melintas di depan matanya. Ingin lari tapi tidak mungkin, hanya sebisa mungkin untuk tetap fokus.

Sesampainya di rumah, Guntur segera memasukkan mobil dalam bagasi lalu segera berlari ke kamarnya. Tampak rumah besar ini hanya di huni dua orang dan para Art nya. Guntur sendiri tidak sempat melihat Mamanya, mungkin masak di dapur atau melakukan hal yang lainnya.

Ia membuka pintu dengan napas yang tidak teratur, keringat panas dingin. Kamar yang bernuansa abu-abu berpaduh dengan biru itu tampak gelap tanpa sinar dari lampu. Begitu banyak etalase yang berisikan buku, tapi yang menjadi tujuannya adalah meja kerja miliknya.

Guntur tampak mencari sesuatu di antara dokumen yang ada di atas meja kerja itu. Sebuah amplop besar kini berada dalam pelukannya. Tatapan sayu itu mengisyaratkan sebuah ketakutan. Tidak lagi tajam dan mematikan. Ia seperti orang ketakutan. Mencoba untuk menghilangkan segala ingatan yang akan membuatnya semakin terjatuh dalam kegelapan. Namun ia tidak bisa!

"Guntur ..." lirih seorang wanita paru baya melihat ketakutan di mata putranya.

"Ada apa nak?" ujarnya sembari mendekat.

"Ma, Guntur_"

Jari Nanda segera membukam mulut putranya, "Nggak, Mama yakin kamu pasti bisa."

"Tapi Guntur nggak bisa terus berbohong," gertaknya.

"Kamu suka sama Habibah, kan?" tanya Nanda dengan tatapan penuh harapan.

Namun Guntur tidak berkata sedikit pun, hanya pandangan mata yang mengisyaratkan bila dirinya sungguh mencintai wanita itu.

"Jawab Mama, Guntur!" kini Nanda memegang kedua pipi putranya yang di aliri air mata.

"Guntur takut Habibah akan kecewa lagi," lirihnya.

"Beri tahu dia nak, apa pun yang selama ini kamu sembunyikan dari orang yang kamu cintai." jelas Nanda.

Guntur berdalih, ia tidak mungkin mengatakan kenyataan pahit itu padanya. Cinta yang selama ini ada akan hancur lagi, sekali lagi.

"Kenapa? Kenapa di saat seperti ini Tuhan mengirim Habibah pada ku, Ma?" Guntur memeluk ibunda tercinta.

Di dalam pelukan itu, Guntur merasa begitu damai, hingga perlahan bayangan itu kembali pergi.

"Kenapa kehadirannya membuat Guntur merasa mempunyai secarik harapan yang semuanya hanya kepalsuan? Guntur nggak mau suatu saat senyum itu pudar karena ketidakhadiran Guntur di sisinya. Semua kebohongan ini ..."

Nanda hanya bisa pasrah dengan kondisi putranya saat ini. Seandainya saja ia punya keberanian untuk mengatakan segalanya pada Nada. Tapi ia tak sekuat itu. Nanda mematap ke arah catatan pribadi Guntur.

Sejenak ia bernapas lega, mungkin hal itu yang membuat Guntur begitu risau.

"Apa Guntur bebaskan saja ikatan ini?" ucap Guntur membuat Nanda terkejut dan melepas pelukannya.

"Jangan, Mama mohon jangan." pinta Nanda.

~*~*~

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang