BAB 27

83 7 0
                                    

~*~*~

Malam ini Nada tidur termenung di atas kasur. Entah mengapa wajah Guntur terus bergentayangan tidak jelas di pikirannya. Mungkin dia sudah gila?

Atau juga karena Nada sangat kesal terhadapnya hingga bayangan wajahnya terus bergentayangan. Sekarang sudah pukul 11 malam, seharusnya ia sudah tidur tepat pukul 9. Hal itu mengundang rasa penasaran Kirana karena pintu kamar putrinya terbuka.

Saat ia berniat menutupnya, terlihat putrinya masih duduk seraya merenung.

'Apa Nada banyak pikiran sampai tidak bisa tidur?' gumam Kirana cemas.

"Nada ..." panggil Kirana membubarkan lamunan Nada.

"Kamu nangis, nak." lanjutnya sembari duduk di samping putrinya.

"Maa ..." rengek Nada yang memeluk Kirana dengan erat.

"Ndak, kok, Ma. Nada cuma bingung mau ikut turnamen atau enggak?" dusta Nada, padahal pikirannya tengah tertekan akan perjodohan ini.

"Iya, Nada ikut aja." ucap Kirana.

"Makasih, Ma." balas Nada yang masih memeluk Kirana dengan erat.

Mungkin Nada akan menjadikan turnamen ini sebagai pelampiasan. Jika saja Guntur bisa dia ajak damai dan saling memutuskan sepihak. Orang sekali Nada berbicara langsung di sangga dengan kecepatan kilat.

Di saat yang sama, seseorang tengah duduk di ruang kerjanya sembari menatap buku album yang sudah usang. Tiba-tiba senyumnya mengembang ketika ia melihat sebuah foto yang langsung mengantarkan flashback memori yang pernah hilang. Mengenang segala kejadian yang pernah ia lewati.

Tangannya meraih sebuah buku catatan coklat, ia tampak menulis sesuatu di buku kecil itu. Entah mengapa hal itu membuat air matanya jatuh tepat di foto lama itu. Di belakangnya tertulis sesuatu yang menjadi awal sebuah kesalahan fatalnya.

Di akhir karangan singkat mengenainya, tertulis sesuatu yang sangat menyejukkan hati.

"Cukup Tuhan dan aku yang tahu."

Kata-kata itu sanggup membuat seorang sepertinya meneteskan air mata. Ya, segala rahasia itu, cukup ia dan Tuhan yang tahu. Ia tidak berniat membebankan calon istrinya mengenai hal itu.

'Kali ini, tidak akan aku sia-siakan lagi.' batinnya dalam hati.

~*~*~

"Nit," panggil Nada saat Anita tengah sibuk dengan labtobnya.

"Apa?" ketusnya.

"Kamu bisa kenal sama kak Yhoga itu gimana, sih?" tanya Nada yang dibuat heran oleh keterkejutan Anita mengenai pertanyaan itu.

"Accciieee ... kepo lu, ya?" goda Anita pada calon adiknya itu.

Namun Nada hanya menyunyurkan bibirnya layakbya bocil lagi ngambek. Gemesin banget.

"Iya, iya. Aku akan cerita semuanya, deh. Asal lo ..." Anita menggantungkan ucapannya.

"Asal apaan?"

Anita mendekat ke arah telinga Nada dan membisikkan sesuatu yang membuat Nada ingin menarik ucapannya yang tadi.

"Apa-apaan?" gerutu Nada atas apa yang dikatakan Anita.

"Jelas nggak dibolehin mah, kalau itu. Lagian ngapai pakek izin, sih?"

"Formalitas guys," cibir Anita.

"Setuju nggak. Kalau_"

Nada memegang tangan Anita yang mulai mendesaknya lagi.

"Iya, deh, iya." jawab Nada malas. Bukannya apa, tapi tantangan dari Anita ini membutuhkan mental untuk melakukannya.

"Gitu dong," Anita membenarkan posisi duduknya dan mulai bercerita.

"Dulu aku tuh pernah debat sama si Guntur sampai aku mau nangis karena ucapan Guntur yang nusuk hati."

Nada menyimak dengan seksama.

"Saat itu aku baru-baru masuk sekolah ini. Tapi untungnya ada Yhoga yang datang dan belain aku. Ya, karena masalah sepele aku sampai di babat habis sama Guntur."

"Tapi kamu tahu nggak?"

"Nggak, aku lebih suka tempe!" sela Nada sembari cengengesan.

"Dengerin dulu! Kalau kita lihat dari penampilan sama sikap Guntur selama ini cuma topeng doang loh. Dia itu nggak se angkuh itu." ucapan itu kebalikan dari yang Nada rasakan.

"Yang bener ..."

"Buktinya setelah itu dia minta maaf ke aku kok,"

Memang benar, setiap orang tidak hanya di nilai dari penampilan ataupun sikap. Melainkan dari karakter nya, mungkin banyak hal yang tidak di ketahui oleh Nada tentang Guntur.

~*~*~

Jangan lupa tinggalkan jejak♡

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang