BAB 38

65 9 0
                                    

~*~*~

Guntur mengulum senyum manis, "Karena saya lebih suka panggil kamu Habibah." ujar Guntur tampak menahan tawa, karena berhasil mengerjai Nada dengan begitu epic.

"Lah, tiwas," ucap Nada kesal, mirip cewek PMS.

Sekilas Nada menatap wajah Guntur yang tengah tersenyum. Ya walaupun senyum itu bermaksud meledeknya, tapi ada yang lebih menarik dari itu. Nada baru menyadari bila Guntur telah mencukur berewoknya itu. Bulu matanya melentik serta alis yang biasanya menekuk tajam terlihat lebih relaks saat tersenyum. Rambut yang biasanya tersisir ke belakang, sekarang tampak lebih muda dan segar dengan poni yang menutupi jidat. Untuk postur tubuh, Guntur memiliki badan yang cukup atletis.

"Habibah," panggil Guntur menyadarkan Nada dari lamunannya.

"Eh, iya, pak." sahut Nada grogi, apa mungkin tadi ia ketahuan jika mencari pandangan ke arahnya? Kalau iya, pasti gawat. Mau di taruh di mana muka ini?

"Saya lebih suka panggil kamu Habibah karena nama itu punya arti yang baik." jelas Guntur kembali membuat otak Nada berpikir keras.

"Memangnya apa pak?" tanya Nada dengan antusias.

"Yang guru sastra Indonesia itu saya atau kamu?" ledek Guntur dengan senyum sinisnya.

"Masak arti nama sendiri nggak tahu," lanjutnya membuat Nada ingin menendang pria di hadapannya sampai ke ujung dunia. Kalau bisa sih, sampai ke akhirat.

"Ya, nggak semua guru bahasa Indonesia itu tahu arti namanya sendiri." ketus Nada.

"Apa?" sahut Guntur, sepertinya pria ini tidak mendengar protes dari Nada.

"Eeee ... bapak tadi mau kasih tahu arti nama saya, kan?" ucap Nada mengganti topik pembicaraan.

"Tapi kamu tadi_"

"Ayolah pak, saya pingin tahu arti nama saya." sela Nada yang kali ini memotong ucapan Guntur. Ini kontribusi nekat agar Guntur tidak terus menginterogasi dirinya.

"Katanya, dalam bahasa Indonesia nama Nada itu artinya embun."

"Lah, kan, itu bagus pak," sela Nada.

"Dengerin dulu! Saya tidak suka bila saya ngomong tiba-tiba di potong. Ingat umur saya lebih tua dari kamu, Habibah." jelas Guntur nyaris dengan nada tinggi.

'Lah, kan, biasanya bapak yang sering potong omongan saya ... Masak nggak nyadar banget sih?' batin Nada meronta-ronta.

"Si-silakan di lanjut, pak."

Guntur berbalik lalu menatap bayangannya di kolan ikan, "Embun memang bagus. Tapi kalau Habibah, nama itu memiliki arti yang tersayang atau bisa di sebut kekasih."

Seketika Nada terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Guntur. Belum pernah pria ini mengatakan hal manis kepadanya dan sekarang, ia melihat sisi lain yang tersembunyi dalam raga sombong itu.

"Apa, pak?" tanya Nada bermaksud memancing Guntur untuk mengatakan hal itu lagi.

"Apanya?" Guntur menatap Nada dengan sebelah alisnya terangkat.

'Mulai lagi kan,'

"Arti nama saya tadi."

"Tidak ada pengulangan! Cari sendiri di Google." ketus Guntur.

Nada mengikuti Guntur yang juga menatap ikan yang asik berenang di kolam, "Kalau nama bapak artinya apa?" tanya Nada membuat Guntur hampir tersedak air mineral.

"Memangnya kenapa?"

"Yah, sekedar pingin tahu aja, pak." ujar Nada membuang pandangan.

"Kamu panggil saya bapak mulu, berasa tua saya." ucap Guntur.

'Emang kenyataan, kan.'

"Terus saya harus panggil apa?" tanya Nada.

"Terserah, kamu."

Nada mencoba memikirkan panggilan yang bagus. Entah mengapa juga ia sangat antusias dalam hal ini. Panggil sayang, terkesan lebay. Baby, malah apaan itu?

"Kalau panggil mas gimana?" saran Nada.

"Kamu kira saya ikan mas," ketus Guntur tanpa melihat ke arah Nada.

"Terus apa, pak?"

"Terserah,"

Fix, mulai saat ini Nada akan memanggil Guntur dengan sebutan 'Mas', walaupun hanya panggilan tapi Nada merasa tidak terlalu canggung dengan pria di sampingnya ini.

"Jadi, apa arti namamu, Mas?" tanya Nada pada Guntur yang masih fokus memandang ikan di kolam.

"Cari sendiri!" ketusnya membuat Nada ngambek.

Sekilas Guntur memandang ke arah wajah Nada yang sekarang mirip bakpau rasa strowbery. Mengembang sempurna, hingga Guntur ingin mencubitnya sampai merah. Ngomong-ngomong masalah bakpau, ada satu memori yang terlintas di benak Guntur tatkala mendengar nama makanan itu.

'Bakpau, nama panggilan yang pernah aku berikan pada gadis kecil super cengeng di masjid ini. Sekarang gadis kecil itu telah tumbuh menjadi wanita yang kuat. Banyak hal yang sudah berubah, mungkin Habibah tak lagi mengingat hal itu.' batin Guntur menatap Nada yang masih cemberut.

~*~*~

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang