SATRU CHAPTER 20

93 7 0
                                    

Happy Reading♡♡

"Sebelum janur kuning melengkung, masih bisa di tikung." [Nada Naila Nur Habibah]

10 hari 9 jam 35 menit, Nada terus menerus memikirkan tentang perjodohan itu. Begitu banyak rencana yang tersusun di pikirannya, yang sayang sekali tidak bisa ia aplikasikan. Penyebabnya hanya satu, ia tidak tega menyakiti hati orang tuanya untuk kedua kalinya.

Sempat ada pemikiran untuk kabur seperti 6 tahun yang lalu. Tapi kembali lagi, ia tidak mungkin terus menetus untuk lari. Tetap saja suatu saat ia akan menghadapi sebuah kenyataan pahit ini.

Sikapnya yang pendiam selama beberapa minggu ini, membuat Anita sedikit khawatir mengenai kondisi sahabatnya yang satu ini. Ia terus melamun sampai tidak menyentuh makanan yang ada di hadapannya. Makan tidak habis, tidur tidak nyenyak, mandi pun tidak basah. Dah mirip Rembo!

Anita melambaikan tangannya tepat di wajah ayu Nada, "Woi mbak, lagi kesambet apaan? Ngelamun mulu perasaan," celetuk Anita berhasil membangunkan lamunan sahabatnya.

"Huhh, aku lagi banyak pikiran nih, Nit." adu Nada dengan wajah memelas.

Segera Anita menarik kursi, mendekat ke meja guru milik Nada.

"Yang bener, biasanya kamu orangnya paling masak bodoh sama keadaan, loh," ucap Anita cengengesan.

"Kali ini keadaannya diantara mati dan hidup," balas Nada semakin lemas.

"Hidup dan mati kalik!" cibir Anita,

"Coba kamu cerita, siapa tahu aku bisa kasih saran atau solusi," saran Anita dengan percaya diri, seolah-olah ia sudah bisa membaca pikiran Nada.

Nada mengambil napas panjang dan bersiap untuk bercerita,

"Besok aku mau di jodohin sama orang tua ku." jawab Nada tak bersemangat.

Sedangkan Anita malah menahan tawanya yang sudah di ujung tanduk. Mendengar kabar itu, bagaikan sebuah kabar di bomnya Nagasaki dan Hirosima, sungguh menggelegar!

"Hahaha ..." tawa Anita terasa receh dan bagaikan suara burung gagak di telinga Nada.

'Seharusnya aku nggak berekspetasi terlalu tinggi. Lihat akibat yang telah kamu lakukan Nadaa ...' rengek Nada dalam hati.

"Udah napa ketawanya! Katanya mau kasih saran," ketus Nada sembari mengisi kedua pipi cubby nya dengan angin.

Anita mencubit gemas pipi cubby itu, "Iya, iya."

Nada mengusap pipinya yang sedikit sakit, mungkin akan berat sebelah.

"Menurutku, kamu terima aja perjodohan itu, Nad. Orang tinggal besok," perkataan yang sama seperti satu jam lalu.

~*~*~


1 jam yang lalu ...

Nada mencari nomor seseorang dari sekian banyaknya kontak yang ia save.

Tuttt ... Tuuttt ... Tuttt ...

"Halo, assalamualaikum Nada." akhirnya paggilan terjawab.

"Wa'alakumsalam, Ditoo!!!" suara itu mirip tangis bocah umur 5 tahun.

"Lo kenapa, Nad? Sakit?"

"Gue mau di jodohinn!!!"

"Hah? Ahahaha ... sungguh berita besar!" tawanya mirip suara kraktor di sawah.

"Tapi gue nggak mau ..."

"Santai, gue dukung lo buat setujuin entuh perjodohan,"

Tawa receh kembali mengiang-ngiang, hingga Nada mematikan panggilannya. Sepertinya ia salah mengaduh pada Dito.

~*~*~

SATRU || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang