Prolog

12.9K 1K 68
                                    

PROLOG

Sembagi mencoba mengintip isi kotak bekal yang dikeluarkan Sansekerta. Lelaki itu diam membuka tutup kotak dan memejamkan mata sejenak sebelum memulai acara makannya. Berdoa.

Perhatian Sembagi masih jatuh pada Sansekerta yang tengah menikmati makan siang tanpa repot menawari teman sebangkunya.

Bento itu terlihat lezat. Apa Sansekerta membuatnya sendiri? Sembagi memikirkan hal tidak penting tersebut selagi membasahi bibir. Tergiur.

Merasa diperhatikan, Sansekerta berhenti mengunyah dan menoleh. Buru-buru Sembagi membuang pandangan, tidak ingin dipergoki sedang memandang Sansekerta. Lebih tepatnya isi bekal milik lelaki itu.

Sansekerta mencolek bahu Sembagi dan mengangkat kotak bekalnya. Menawarkan makanannya.

Sedikit paham, Sembagi mengerjap. Spontan dia berdiri. "Gue mau ke kantin. Lo mau nitip?" tanyanya mengenyahkan rasa malu.

Sansekerta menggeleng polos. Masih menatap Sembagi yang terlihat gugup, atau mungkin hanya perasaannya.

"Oke," Sembagi melenggang keluar kelas sembari mengelus perut. "Laper. Liat makanan dia bikin perut gue makin meronta-ronta."

Sembagi bertemu Winda, Mita dan juga Rara di kantin. Bukan bertemu secara sengaja, tetapi mereka bertiga lah yang menghampiri meja Sembagi.

Tak jauh dari meja mereka, terjadi keributan kecil.

"Itu siapa?" tanya Sembagi menatap tak suka pada sumber kegaduhan.

"Arizona. Anak IPS," jawab Winda.

"Tukang bully. Penguasa sekolah. Anak-anak pada takut sama dia," Mita ikut menjelaskan. "Tapi dia ganteng gak, sih?"

Terlihat Arizona yang tengah mengerjai seorang siswa dengan menumpahkan minuman di baju seragamnya. Lalu tertawa senang bersama Sabrang.

"Lo liat cowok yang lagi main handphone?" tanya Mita seraya menunjuk Abdul. Sembagi mengangguk. "Ganteng, gak?"

Kernyitan tipis tercetak di kening Sembagi lantas mengangguk menyetujui.

"Dia crush gue," Mita menyengir malu.

"Gebetan lo ganti lagi, Ta?" tanya Rara dengan nada heran.

"Mita kan semua cowok ditaksir," cibir Winda yang mendapat pelolotan dari Mita.

"Abdul the only one," balas Mita tersenyum lebar.

"Ngapain lo suka sama tukang bully?" timpal Rara malas.

Sembagi melanjutkan makan sambil terus mendengarkan celotehan mereka.

"Abdul itu beda. Menurut gue dia sempurna banget. Ganteng, tinggi, cool lagi. Di antara mereka bertiga Abdul kan yang paling diam, gak sering ikut bully," terang Mita menggebu.

"Ck. Tetap aja tukang bully," Rara tak mau kalah.

"Enggak. Abdul itu cuma ikut-ikutan Ari. Dia baik tau," sanggah Mita. "Bagi gue Abdul itu gayanya udah boyfriend-able banget."

"Udah, udah. Kenapa jadi ribut? Biarin aja Mita mau naksir Abdul, toh gak bakal bisa pacaran juga," setelah itu Winda tergelak.

Sementara Rara dan Sembagi tersenyum tipis melihat Mita yang mengerucutkan bibir. Cemberut.

"Jahat banget."

"Abdul gak akan mau sama lo. Jadi jangan halu berlebihan, ya. Tidak baik untuk kesehatan hati dan mental," kelakar Winda sembari menepuk-nepuk punggung Mita.

Bahasa Sansekerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang