Orang lain hanya melihat betapa banyak kekurangan kita tanpa tahu jika diri mereka pun tak sempurna.
_______
Hari ini Sansekerta mengantar pesanan makanan lebih pagi dari biasanya. Hanya tiga pesanan, namun Sansekerta tetap bersyukur meski untungnya tidak seberapa.
Sejujurnya usaha pesan antar makanan ini memang tidak banyak membantu, jadi Lestari terkadang mengambil pekerjaan lain seperti membantu mencuci baju dan bersih-bersih di rumah orang. Sebut saja pembantu.
Sansekerta sendiri biasanya akan mencari penghasilan tambahan dengan ikut Mang Dodi berjualan nasi goreng di perempatan jalan. Setiap weekend, tenda Mang Dodi selalu ramai dari hari biasanya. Sehingga Sansekerta akan turun membantu.
Usai mengantar semua makanan, Sansekerta pamit pada Lestari dan bergegas pergi ke sekolah. Tadi sebelum mengantar, ia sudah lebih dulu mandi dan sarapan.
Mengayuh sepeda dengan pelan, tubuh Sansekerta sudah berkeringat. Memang, gara-gara naik sepeda, Sansekerta selalu sampai di sekolah dengan keadaan lusuh dan bau matahari.
Menikmati keramaian jalan, Sansekerta berhenti sewaktu lampu merah menyala. Matanya berkeliaran mengamati kendaraan-kendaraan bermesin yang nampak mewah.
Bibir Sansekerta melengkung tipis. Berangan, seandainya dia bisa memiliki kendaraan canggih seperti orang lain, pasti tidak perlu bersusah payah menggoes dan mandi keringat. Bukan iri. Saat ini dia merasa cukup dengan sepedanya. Hanya saja, siapapun boleh bermimpi, kan?
Rambu lalu lintas berganti warna. Sansekerta menginjak pedal dan mengayuhnya. Jarak sekolah tidak jauh lagi. Penuh semangat Sansekerta semakin gencar menggenjot sepedanya.
Sansekerta hampir sampai di gerbang sekolah ketika mendadak sebuah motor melaju dekat sekali dengan posisinya dan menggeber gas. Membuat Sansekerta berjengkit kaget dan kehilangan keseimbangan. Jadilah sepedanya oleng ke samping.
Sesaat setelah terjatuh, Sansekerta masih bisa mendengar suara tawa puas dari Arizona, si pelaku yang memepet sepedanya.
Celana Sansekerta di bagian lutut agak koyak. Sebab tadi lututnya yang lebih dulu bertemu kerasnya aspal. Sedikit perih.
Sansekerta membersihkan debu yang menempel kemudian bangkit dan mengangkat sepedanya. Lelaki itu menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan.
Harus sabar, batin Sansekerta.
Sansekerta menuntun sepedanya menuju gerbang sekolah. Untung saja peristiwa barusan tidak ada yang melihat, jadi Sansekerta cukup lega karena tidak ditertawakan.
Sepeda sudah terparkir di tempat biasa. Sansekerta berjalan ke arah kelas sambil menahan perih di lututnya. Sesekali bibirnya meringis ketika lututnya bergerak seirama langkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahasa Sansekerta (Selesai)
Teen Fiction"𝙰𝚔𝚞 𝚖𝚎𝚖𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊. 𝚃𝚊𝚙𝚒 𝚋𝚞𝚔𝚊𝚗𝚔𝚊𝚑 𝚍𝚞𝚗𝚒𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚙𝚎𝚗𝚞𝚑 𝚙𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊𝚊𝚗. 𝙻𝚊𝚗𝚝𝚊𝚜 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚙𝚊 𝚊𝚔𝚞 𝚍𝚒𝚊𝚜𝚒𝚗𝚐𝚔𝚊𝚗?" Sansekerta harusnya punya banyak teman dan digandrungi banyak perempuan. Parasnya...