Putus?

1.5K 177 38
                                    

Ini hari pertama aku bekerja di perusahaan milik keluargaku, meski sebenarnya aku terpaksa, apalagi sekarang sudah tidak satu kantor dengan Mas Elang, tapi aku berusaha untuk menikmatinya. Mama dan Aira sudah berada di Singapore, aku harap Adikku itu bisa sehat kembali dan segara pulang.

Saat pertama kali menginjakkan kaki di kantor ini, semua mata tertuju padaku dan Kak Nesya. Mungkin tidak ada yang tahu siapa aku, karena yang mereka tahu hanya Kak Nesya dan Kak Fiona anak pemilik perusahaan ini.

Dan hari ini, mereka mereka sudah tahu siapa aku, Kak Nesya sudah memperkenalkanku pada staf yang ada di sini, tapi tidak semuanya hanya staf kantor atas saja. Setelah sesi perkenalan, aku langsung diajak Kak Nes ke ruanganku.

"Ini ruangan kamu, Dek."

Aku menatap ruangan yang cukup besar, ada  meja besar, tv dan sofa di ruangan ini. Tidak disangka, ini ruanganku.

"Dahulu ruangan ini punya siapa, Kak?" tanyaku.

"Tidak ada siapa-siapa, ini memang khusus untuk Anak ketiga Bapak Hery Prawira." Aku melongo mendengar jawaban Kak Nesya.

"Hah? Ja-jadi, Ayah sudah menyiapkan ini untukku?"

"Ya, karena beliau tahu, semua anaknya pasti akan bekerja di kantor ini. Tuh, sebegitu inginnya Ayah kamu kerja di sini, kamunya malah kerja di tempat lain."

"Aku gak nyangka, Kak. Tapi ruangannya sangat bersih."

"Memang, karena selalu dibersihkan. Ada barang yang kamu inginkan untuk mempercantik ruangan ini? Kulkas?"

"Gak deh Kak, ini lebih dari cukup! Ada tv-nya lagi." Aku duduk di sofa. "Kerjaannya gak banyak, kan?"

"Gak kok, santai aja soalnya yang berat-berat Kak sama Kak Fio yang ngerjain."

Aku menghela napas lega. "Syukurlah."

"Pokoknya kerjaannya santai, tidak melelahkan dan kamu juga akan dibantu oleh asisten pribadi kamu."

"Asisten? Pakai asisten segala hahaha." Aku tertawa mendengar aku akan mempunyai asisten. Terlalu berlebihan bagiku.

"Permisi Bu," ucap seorang wanita berdiri di depan pintu.

"Masuk. Nah, ini Amel asisten kamu."

"Saya Amel, Bu," ucap wanita bernama Amel itu sambil tersenyum manis padaku.

"Saya Azela, panggil El."

"Amel sudah tahu tugas-tugasnya dan jika kamu tidak mengerti tanyakan saja pada Amel."

"Iya, Kak."

"Pelan-pelan belajarnya, Kakak yakin kamu pasti bisa." Kak Nesya menepuk bahuku. "Ah iya, setengah jam lagi ada meeting, kamu harus hadir, cuma duduk doang terus dengerin."

"Hem, iya."

"Amel, nanti tolong ingatkan Adik saya ini."

"Siap, Bu!"

"Ya udah, Kakak mau ke ruangan dulu. Good luck Adik!" Kak Nesya mencium pipiku lalu pergi.

"Em, Ibu mau minum?" tawar Amel.

"Gak. Duduk dulu, kita ngobrol-ngobrol. Kata Kak Nes tadi gak ada kerjaan kan? Masih dalam tahap pengenalan."

"Iya, Bu."

"Duduk aja, Mel," ucapku.

Akhirnya wanita itu mau duduk tepat berhadapan denganku.

"Umur kamu berapa?"

"Dua puluh tiga, Bu."

"Beda dua tahun sama saya. Jangan panggil Ibu, belum punya anak. Panggil Mbak atau Kakak saja, asal jangan sayang, kan aneh," ucapku sambil terkekeh, Amel juga ikut terkekeh.

My Love Journey (End✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang