Hola amigos! Como estas? Lama tidak bersua ya. Tanpa banyak basa-basi, langsung aja aku kasih kelanjutan kisah sedih ini.
🌺Happy Reading🌺
Abi kembali mendatangi makam putranya yang baru beberapa jam lalu ia tinggalkan. Pria itu berjongkok sembari menyentuh papan bertuliskan nama putranya. Sesekali ia mengusap air mata yang hendak mengaliri pipinya.
"Maafkan Daddy karena tidak bisa menjagamu. Daddy menyesal sudah membiarkan Mommy pergi tanpa Daddy. Maafkan Daddy, Sayang." ucap Abi sembari menahan tangisnya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar menandakan panggilan masuk. Ia pun menjawab panggilan yang ternyata dari Dila. Beberapa saat setelah menjawab panggilan tersebut, ia beranjak dari posisinya dan pergi meninggalkan area pemakaman.
"Daddy..." ucap Ale ketika melihat keberadaan Abi.
"Kenapa nggak mau makan hm?" tanya Abi sembari menggendong Ale.
"Mommy sama adik bayi juga belum makan, jadi Ale gak mau makan." jawab Ale membuat Abi tertegun.
"Adik bayi sama Mommy kan pakai infus, jadi mereka gak akan lapar meskipun belum makan. Sementara Ale gak diinfus, bisa sakit karena kelaparan kalau gak makan." terang Abi dengan lemah lembut.
"Seharusnya memang Ale yang sakit, bukan Mommy dan adik bayi." ucap Ale pilu.
"Ale sayang, kamu gak boleh bilang begitu! Ini semua takdir Allah, Nak." ucap Dila.
"Ale emang pembawa sial, Tante. Gara-gara Ale, Mommy sama adik bayi sakit. Adik bayi yang satu lagi juga meninggal karena Ale. Harusnya, Ale aja yang meninggal jangan adik bayi." terang Ale membuat Abi semakin hancur.
"Kamu makan dulu, ya. Kalau kamu gak makan, Mommy sama adik bayi jadi sedih nanti." bujuk Abi untuk mengalihkan pembicaraan yang membuatnya hancur.
"Tapi--"
"Makan sama Tante Dila, ya, Sayang." bujuk Abi sembari memasang wajah memohonnya.
"Iya, Daddy." jawab Ale pasrah.
Bocah lelaki itu melihat kesedihan di wajah ayahnya, sehingga ia tidak mau membuat ayahnya semakin sedih karena dirinya. Ia kembali duduk di tempat semula dan menikmati suapan Dila yang terasa hambar. Bukan karena Dila tidak pandai memasak atau menyuapi, tapi memang Ale yang sedang tidak bisa menikmati makanan dengan sepenuhnya.
"Kamu baik-baik di sini, turuti semua perkataan Tante Dila! Daddy pergi dulu, nanti Daddy jemput kalau Mommy sudah membaik." ucap Abi setelah membaca sebuah pesan dari ponselnya.
"Kamu mau kemana, Bi?" tanya Dila yang dapat melihat kemarahan di wajah adik iparnya.
"Ada yang harus saya selesaikan." jawab Abi lalu pergi begitu saja.
Pria itu menancap gas dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di tempat tujuannya untuk meluapkan segala emosi yang ada dalam dirinya. Kemarahannya ini membutuhkan pelampiasan dan orang yang menjadi penyebab dari semua kejadian inilah yang menjadi sasaran kemarahan itu.
"Oh, selamat siang, Tuan Bima yang terhormat. Ada keperluan apa anda datang kemari?" tanya seorang wanita yang tak lain adalah Lidya.
"Puas kamu membuat keluarga saya berantakan untuk kedua kalinya, puas kamu membuat Ale trauma dan membuat istri saya terbaring di rumah sakit juga kehilangan putra kami? Apa maumu sebenarnya, belum cukup dulu kamu membuang anak-anak, hah?" sentak Abi dengan penuh emosi.
"Mauku? Kamu tanya apa mauku? Aku mau anak-anak menganggap aku sebagai ibunya, bukan anak kecil tidak tau diri itu. Lagipula bukan aku yang membuat istri kecilmu itu kesakitan. Aku tidak melakukan apapun padanya. Memang dasarnya dia lemah saja." balas Lidya membuat Abi semakin emosi.
"Ibu? Harusnya kamu tanya pada dirimu sendiri, apakah pantas kamu disebut sebagai seorang ibu setelah apa yang kamu lakukan pada mereka." terang Abi dengan penuh penekanan. "Asal kamu tau, anak kecil yang kamu bilang tidak tau diri dan lemah itu adalah orang yang mendampingi Ale sejak kecil. Dia juga yang memberikan kasih sayang seorang ibu disaat ibunya sendiri meninggalkannya sejak ia lahir. Menurutmu, apakah Ale bisa percaya kalau kamu adalah ibunya?" tanya Abi membuat Lidya terpojok.
"Kalau memang kamu datang dengan niatan yang baik, kamu bisa menemui saya sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas anak-anak. Lagipula saya tidak pernah melarang kamu untuk bertemu dengan mereka secara baik-baik." lanjut Abi semakin membuat Lidya terpojok.
"Kamu memang tidak melarang, tapi kamu menanam kebencian di hati mereka. Bahkan Caca dan Syasya tidak lagi menghormatiku, padahal mereka tau aku adalah ibu kandung mereka." ucap Lidya tak mau kalah.
"Kalau aku bisa memilih, aku tidak akan pernah mau dilahirkan dari seorang wanita biadab seperti kamu." ucap Syasya yang tiba-tiba datang dengan raut penuh emosinya.
"Lihat! Bahkan dia berani mengatakan kata-kata tidak pantas itu kepada ibunya. Ini semua kamu lakukan supaya aku tidak bisa menemui mereka." Lidya melempar semua kesalahannya pada Abi membuat emosi Syasya semakin memuncak dan melayangkan tamparan ke arah Lidya.
"Itu untuk kamu yang meninggalkan kami disaat kami butuh sosok ibu." ucap Syasya setelah melayangkan tamparannya.
"Ini untuk kamu yang membuat Ale trauma dan selalu merasa bersalah." ujar Syasya setelah kembali melayangkan tamparannya di pipi Lidya. "Terakhir, untuk kamu yang sudah membuat Killa dalam kondisi yang buruk dan kami harus kehilangan salah satu adik kami." lanjutnya setelah tiga kali menampar pipi ibu kandungnya itu.
"Kamu tidak akan pernah mengerti seberapa besar arti Killa dimata kami. Killa bukan hanya ibu sambung atau istri baru Daddy, tapi dia adalah alasan kami tetap hidup sampai hari ini. Kalau tidak ada dia, mungkin kami sudah lama mati. Dia adalah malaikat penyelamat bagi kami, terutama Ale. Kalau boleh kami memilih, kami akan lebih memilih lahir dari rahim seorang wanita seperti Killa, bukan kamu." terang Syasya dengan menggebu-gebu.
"Sya, udah biar polisi yang urus dia." ucap Gampo yang baru saja tiba bersama beberapa polisi.
"Apa-apaan ini!" bentak Lidya saat melihat beberapa polisi memasuki appartementnya.
"Ini adalah hukuman yang layak untuk penculik dan pembunuh seperti kamu!" sentak Syasya sembari menunjuk Lidya tepat di wajahnya.
"Kamu tidak bisa melakukan ini pada Mommy." ucap Lidya yang berusaha memberontak dari cekalan tangan polisi wanita yang hendak membawanya.
"Mommy kami hanya Mommy Shakilla Ishika Aradhana, catat itu baik-baik." balas Syasya dengan penuh penekanan.
Setelah kepergian Lidya, Syasya kembali menangis dipelukan Abi. Ia tidak sekuat itu menerima kenyataan bahwa ibu kandungnyalah yang menyebabkan semua ini terjadi. Gadis itu ikut merasa bersalah seperti kedua adiknya.
"Harusnya Nareswara masih hidup dan dia yang mati, Daddy." ucap Syasya dengan nada penuh kesakitan.
"Maafkan Daddy." ucap Abi sembari mengelus surai panjang putri sulungnya.
"Nareswara." rintih Syasya membuat Abi semakin terluka.
"Bi, kondisi Killa semakin memburuk." ucap Kadek yang datang dengan raut wajah khawatirnya membuat Syasya dan Abi saling melepas pelukannya.
"Apapun yang terjadi, Killa harus tetap baik-baik saja." ucap Abi lalu pergi dengan segala kekacauannya.
🥀TBC🥀
Kira-kira Killa bisa diselamatkan gak ya? Masih mau berurusan dengan Lidya kah? Bagaimana kalau kalian ada di posisi Abi atau Syasya? Apa yang akan kalian lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Mommy!
RomanceApa yang terlintas dalam pikiranmu ketika mendengar seorang siswi SMA hamil? Apa yang akan kamu lakukan jika itu terjadi pada sahabat baikmu? Bagaimana jika kamulah yang menjadi salah satu penyebab kehamilannya? Apakah kamu akan bertanggungjawab?