41. Kuliah?

2.6K 164 9
                                    

Hola, Dear! Como estas? Udah kangen Abi Killa dan anak-anaknya? Yuk langsung aja gas ke ceritanya. Semoga suka💙

🌺Happy Reading🌺

"Gimana skripsi, Mas?" tanya Abi ditengah kegiatan santai keluarganya.

Semenjak Lidya meninggal, Killa dan Abi mengajak Dikta tinggal di kediaman keluarga Meidiawan. Pria itu tidak menolak karena hanya merekalah keluarga yang saat ini ia punya. Selain itu, rumahnya juga menyimpan begitu banyak duka di hatinya. Meski begitu, rumanya tetap ditinggali para pekerja agar tetap terawat. Suatu hari nanti, ia pasti akan kembali ke rumah itu.

"Masih nunggu revisi dospem, Dad." jawab Dikta.

"Tahun ini bisa wisuda kan, Mas?" Caca sangat bersemangat dengan wisuda kakaknya itu.

"Kalau lancar, harusnya memang tahun ini wisuda." ucap Dikta.

"Pasti lancar, Ta. Kerjaan kamu dikurangi dulu. Sementara waktu, biar Gampo yang handle kantor." Killa memberi saran.

"Kantor belum bisa ditinggal, Bun. Gampo juga sedang sibuk ujian. Jadi, mau tidak mau Dikta harus turun langsung ke kantor." terang Dikta.

"Kalau kamu mengijinkan, daddy akan minta Kadek menghandle kantormu sementara waktu." ucap Abi.

"Nggak usah, Dad. Dikta masih bisa handle semuanya, kok." tolak Dikta.

"Ujian Gampo juga sebentar lagi selesai, Dad. Biar Gampo yang backup Mas Tata." timpal Syasya.

"Syukurlah kalau begitu. Seandainya kamu butuh bantuan, jangan sungkan minta sama daddy. Bagaimanapun juga sekarang kamu adalah anak daddy, bagian dari keluarga Meidiawan." terang Abi.

"Iya, Dad. Makasih banyak atas bantuan daddy." ucap Dikta sembari tersenyum tulus.

"Caca, Syasya, gimana kuliahnya?" tanya Abi beralih pada kedua putrinya.

"Caca sih lancar-lancar aja. Kemaren baru selesai ujian juga." jawab Caca.

"Syasya lagi menikmati kesulitan belajar jadi dokter, Dad. Kadang suka pengen nyerah, tapi Syasya selalu inget mommy sama daddy yang selalu nyemangatin Syasya. Jadi, Syasya gak akan nyerah sebelum jadi dokter." terang Syasya.

"Kalau capek, istirahat sebentar gapapa, Mbak. Kamu juga perlu bersenang-senang dan bahagia. Proses yang berat akan membawa hasil yang hebat. Mbak Syasya, Kak Caca, dan Mas Dikta pasti akan jadi orang-orang hebat." ucap Killa dengan lembut.

"Bang Ale sama Ayash juga, Mommy." protes Ale saat namanya tidak disebut.

"Iya, abang sama adek juga akan jadi orang yang hebat. Anak-anak mommy semuanya hebat." Killa memeluk Ale dan si kecil.

"Sekolah Ale gimana?" tanya Abi setelah Killa melepaskan pelukannya.

"Ale minggu depan mau lomba Mipa, Dad. Setiap hari, Ale latihan soal di sekolah sama bu guru. Kadang soalnya dibawa pulang juga. Kalau ada yang susah, Ale tanya ke mommy. Mommy pinter banget ajarin Ale. Pantas aja mommy udah gak belajar kayak kak Caca sama Mbak Syasya." terang Ale dengan polosnya.

Abi menatap sejenak raut wajah istrinya. Terdapat sedikit kesedihan di mata istri cantiknya itu. Namun Killa terlalu pandai menguasai diri, ia cepat-cepat merubah ekspresi dengan raut bangga pada putranya.

"Daddy akan berikan hadiah untuk Ale kalau Ale menang lomba nanti." ucap Abi.

"Apa, Dad?" tanya Ale.

"Nanti daddy diskusikan dulu sama mommy hadiahnya. Tugas Ale cuma belajar sungguh-sungguh untuk lomba nanti." jawab Abi.

"Siap, Dad." Ale menyahut dengan semangat.

"Sudah mulai larut, Ayesh juga sudah tidur. Kalian lekas kembali ke kamar masing-masing dan istirahat. Mommy masuk duluan." pamit Killa sembari menggendong Ayesh yang sedari tadi terlelap di pangkuannya.

"Daddy juga masuk dulu. Jangan tidur terlalu larut." pesan Abi sebelum ikut masuk ke kamarnya bersama Killa.

"Ale juga mau ke kamar, udah ngantuk." ucap Ale lalu berlari menuju kamarnya.

"Mommy pasti pengen banget kuliah." ucap Syasya dengan nada sedihnya.

"Iya, Sya. Pasti mommy sedih karena sampai sekarang belum bisa wujudin impiannya untuk jadi psikolog. Ini semua salah gue, Sya." Caca ikut bersedih.

"Bunda gak akan suka denger omongan kalian." Dikta membuat keduanya menoleh. "Suatu hari nanti, bunda pasti akan kuliah lagi. Pilihan kuliah sekarang atau nanti itu ada di bunda sendiri. Tugas kita cuma dukung apapun keputusan bunda. Kalau nanti bunda ambil keputusan untuk kuliah lagi, kita harus siap bantu jagain Ayesh." terang Dikta.

"Iya, lo bener, Mas." ucap Caca.

"Kita pasti akan bantu bunda jagain Ayesh." timpal Syasya.

"Pada ke kamar gih, udah malem." ucap Dikta sembari bangkit dari duduknya.

Abi dan Killa yang sudah lebih dulu masuk kamar ternyata masih terjaga. Mereka masih melakukan rutinitas malamnya yaitu pillow talk. Keduanya selalu melakukan ini untuk membahas kegiatan mereka dan anak-anak setiap hari.

"Kamu udah siap kuliah?" tanya Abi setelah Killa mengakhiri pembahasan mengenai anak-anak.

"Ayesh belum bisa ditinggal, Mas." jawab Killa.

"Bisa, Sayang. Ayesh bisa kita titip ke Mama atau Kak Dila." ucap Abi.

"Ayesh masih ASI, Mas." sanggah Killa.

"Kamu punya banyak stok ASI di lemari es. Ayesh bisa minum ASI itu selama kamu kuliah." Abi tak mau kalah.

"Aku takut gak bisa, Mas." ucap Killa pada akhirnya.

"Sayang, Mas gak mau memaksa kamu tapi Mas juga gak mau kamu merelakan impian kamu karena Mas dan anak-anak. Kamu berhak mengejar impian kamu. Pendidikan kamu itu sangat penting, Sayang. Kalau kamu sudah siap, Mas akan segera urus berkas-berkas yang kamu perlukan." terang Abi sembari menatap kedua mata Killa.

"Aku takut nanti Ayesh kehilangan sosok aku, Mas." ucap Killa dengan sendu.

"Nggak akan, Sayang. Mas akan bantu kamu menjaga Ayesh atau bahkan membantu kamu mengerjakan tugas kuliah kamu." Abi mencoba meyakinkan Killa. "Kalau kamu belum siap, gapapa. Keputusan ada di tangan kamu. Mas gak akan maksa ataupun larang keinginan kamu." tambahnya.

"Nanti aku pikirin lagi ya, Mas." ucap Killa pada akhirnya.

"Iya, Sayang." balas Abi. "Udah larut, sebaiknya kita tidur. Selamat malam, Sayang." Abi mengecup kening Killa dengan penuh perasaan.

"Malam, Mas." balas Killa sembari memeluk Abi.

🌺TBC🌺

Kira-kira mommy Killa mau kuliah gak ya? Gimana cara mommy bagi waktu kuliah sama urus Ayesh?

Love You, Mommy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang