26. Hari Berduka

4.7K 275 35
                                    

Hola, Amigos! Como Estas? Part kemarin cukup membuat kesal ya sepertinya. Hari ini, sesuai judul, kita sama-sama berduka. Berduka untuk apa? Langsung saja dibaca kisahnya. Semoga berkenan🖤

🌺Happy Reading🌺

"Bagaimana keadaan istri dan anak saya?" tanya Abi saat dokter keluar setelah mereka menanti dalam waktu yang panjang.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain. Salah satu dari kedua bayi yang ada dalam kandungan Bu Shakilla harus gugur karena detak jantungnya lebih lemah dari bayi yang lainnya. Sementara Bu Shakilla masih dalam kondisi kritis." terang dokter.

"Dua bayi?" tanya Abi tak percaya.

"Iya, Pak, ada dua bayi dalam kandungan Bu Shakilla. Namun mohon maaf, kami hanya bisa menyelamatkan satu bayi saja." jawab dokter.

"Tuhan, aku harus senang atau sedih?" tanya Abi sembari mengusap wajahnya.

"Terimakasih, Dok." ucap Mala.

"Kalau begitu, saya permisi, Pak, Bu." pamit dokter itu lalu pergi.

"Meski salah satu dari mereka selamat, tapi rasanya tetap sakit." ucap Abi sembari memukuli dadanya yang sesak.

"Kamu yang sabar, Bi." ucap Mala sembari mengelus bahu putranya.

"Anak Abi, Ma." ucap Abi sembari menangis di pelukan Mala.

"Iya, Bi. Ikhlaskan ya, Bi. Kasihan dia kalau kita tidak ikhlas." ucap Mala sembari mengelus surai putranya.

"Opa, ini ada apa?" tanya Syasya yang baru saja datang bersama Caca.

"Mommy sama adik baik-baik aja kan?" tambah Caca.

"Salah satu adik kalian tidak tertolong." ucap Fadel yang tengah mati-matian menahan tangisnya.

"Apa? Nggak mungkin! Adik kita gak mungkin meninggal." ucap Caca tak percaya.

"Apa yang dikatakan Om Fadel benar, Ca." ucap Hari membuat Caca terdiam dengan air mata yang mulai mengaliri pipinya.

"Bi, ada apa?" tanya Kadek yang menyusul bersama Gampo dan Ayu.

"Sya.." panggil Gampo membuat Syasya menoleh dan segera menghampirinya. "Kenapa, Sya? Killa baik-baik aja kan?" tanyanya saat Syasya tiba-tiba memeluknya dan menangis.

"Adik gue gak ketolong, Gam." jawab Syasya lirih.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun." ucap Gampo membuat Kadek semakin bertanya-tanya.

"Kenapa, Gam?" tanya Kadek.

"Anak Om Abi tidak tertolong, Pa." jawab Gampo.

"Innalillahi." ucap Kadek dan Ayu bersamaan.

"Kadek, boleh Om minta tolong?" tanya Hari sembari berjalan ke arah Kadek.

"Tentu, Om. Apa yang bisa saya bantu?" balas Kadek.

"Tolong urus masalah pemakaman cucu Om. Kami tidak mungkin meninggalkan rumah sakit karena jenazah belum selesai diurus. Killa juga belum melewati masa kritisnya." terang Hari.

"Kalau itu, saya pasti bantu, Om. Saya akan kabari bawahan saya untuk mengurus semuanya." ucap Kadek.

"Untuk sementara, tolong jangan sampai ada media yang tau mengenai kabar ini." pinta Hari.

"Tentu, Om. Saya akan rahasiakan ini dari awak media." jawab Kadek.

Setelah dimandikan dan disholatkan, jenazah bayi Abi pun dibawa menuju pemakaman keluarga yang sudah disiapkan. Abi menggendong sendiri putra kecilnya yang hanya sempat hidup selama tiga menit dua puluh tujuh detik. Ia sudah tidak menangis lagi, tapi hatinya masih terasa sakit.

"Pa, tolong bilang ke Kadek, nasabnya Nareswara ke Killa." ucap Abi lirih.

"Tadi Papa sudah bilang, Bi." jawab Hari.

Abi hanya diam menatap putranya yang sudah dikafani. Hatinya begitu sakit menerima kenyataan bahwa salah satu putranya harus pergi. Ditambah dengan kondisi Killa yang belum juga pulih dan putranya yang lain masih di ruang NICU karena berat badannya terlalu rendah.

🏥 🏥 🏥

Abi menatap lurus ke arah putranya yang terbaring di dalam inkubator. Bayi kecil itu tampak lelap dalam tidurnya. Lagi-lagi air matanya jatuh membadahi pipi. Ia merasa gagal menjaga anak dan istrinya.

"Siapa namanya, Bi?" tanya Mala yang ikut menatap bayi mungil itu.

"Naresh Keakaokalani Meidiawan." jawab Abi singkat.

"Naresh Keakaokalani Meidiawan dan Nareswara Keykalani Meidiawan. Nama yang indah untuk anak-anak yang tampan." ucap Mala.

"Sayangnya, Abi tidak bisa menjaga mereka dengan baik." balas Abi penuh penyesalan.

"Sudah, Bi. Kamu jangan terus menerus menyalahkan diri! Ini semua takdir Allah yang harus kita terima." ucap Mala sembari mengelus pundak putranya.

"Ini terlalu berat bagi Abi, Ma. Sakit rasanya melihat orang-orang yang Abi sayang terluka. Ale dengan traumanya, Killa dalam kondisi kritis, Naresh harus tinggal di ruang NICU, bahkan Nareswara tidak tertolong. Ayah mana yang tidak sakit menerima semua ini dalam waktu bersamaan?" terang Abi dengan nada yang menyedihkan.

"Bi--"

"Abi kesakitan didalam sini, Ma, sesak rasanya." adunya sembari meremas kuat dadanya yang sesak.

Mala bergerak memeluk putranya yang tengah dilanda duka yang mendalam atas semua yang terjadi hari ini. Ia berusaha memberikan semangat dan kekuatan untuk putranya itu. Padahal ia sendiri sama hancurnya dengan Abi. Namun, dirinya harus kuat untuk menguatkan Abi yang sangat rapuh.

"Kamu mau kemana, Bi?" tanya Mala ketika Abi pergi begitu saja setelah melepaskan pelukannya.

"Abi pergi sebentar, titip Killa dan Naresh." ucap Abi tanpa menoleh.

Dalam situasi seperti ini, tentu Mala khawatir Abi akan berbuat nekat. Maka dari itu, ia mengirim pesan pada suaminya untuk mengikuti kemana Abi pergi. Sementara dirinya akan menunggu di rumah sakit bersama dengan besannya yang baru saja tiba dari perjalanan bisnisnya.

🌺TBC🌺

Part ini cukup bikin sedih atau masih kurang? Kira-kira Abi mau pergi kemana ya? Killa akan selamat atau nggak? Apa yang bakalan kalian lakukan kalau sedang dalam posisi Abi?

Love You, Mommy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang