36. Harapan?

2.4K 178 7
                                    

Hola, Dear! Como estas? Udah malem minggu lagi nih. Pada keluar sama ayang atau diem aja di rumah karena gak punya ayang nih? Buat kalian yang malam minggunya kelabu, sini aku kasih update spesial buat kalian. Semoga suka💙

🌺Happy Reading🌺

Mom, ini sarapannya yang mana?" tanya Caca yang tengah menyiapkan perlengkapan ospeknya.

"Itu udah Mommy kasih nama, Sayang." jawab Killa tanpa menoleh karena tengah sibuk memasak bekal untuk Ale dan Abi.

"Hehe maaf, Mom." ucap Caca sembari cengengesan.

"Kita berangkat dulu, Mom." pamit Syasya setelah memastikan keperluannya sudah lengkap.

"Aku juga, Mom." timpal Caca.

"Iya, Sayang. Kalian hati-hati di jalan!" pesan Killa lalu kembali menyibukkan dirinya dengan berbagai bahan masakan.

"Mommy, Ale lupa beli buku gambar baru." ucap Ale sembari membawa perlengkapan sekolahnya.

"Mau dipakai hari ini?" Killa mengarahkan pandangannya pada Ale.

"Nggak sih, Mom. Buku gambarnya belum mau dipakai." jawab Ale.

"Nanti kita beli buku gambarnya, ya. Sekarang, Ale duduk terus baca ulang materi belajar untuk hari ini. Sebentar lagi, masakannya siap dan kita sarapan setelah Daddy bergabung." tutur Killa.

"Iya, Mom. Terimakasih." ucap Ale.

"Sama-sama, Sayang." jawab Killa.

Wanita muda yang sudah berstatus sebagai istri dan ibu dari lima orang anak itu selalu menyamaratakan kasih sayangnya. Ia akan memanggil semua anaknya dengan penuh kasih sayang. Kehilangan dan kesedihan di hatinya sudah mulai pudar. Anak-anaklah yang berhasil menggantikan kesedihan itu dengan berbagai kebahagiaan.

"Masih sibuk?" tanya Abi bertepatan dengan Killa yang baru saja selesai menata masakannya.

"Udah beres semua, Mas." jawab Killa segera mengambil dasi yang Abi bawa dan menyimpulkannya.

"Kamu selalu tau apa yang Mas perlukan. Terimakasih, Sayang." ucap Abi lalu mencium kening Killa.

"Sama-sama, Mas." jawab Killa sembari tersenyum.

Mereka memulai kegiatan sarapan sebelum Naresh bangun dan menahan Killa lebih lama. Setelah selesai, Killa mengantar suaminya hingga depan pintu. Sepeninggal suaminya, Killa kembali masuk dan merapihkan bekas makan mereka.

🌤 🌤 🌤

"Ada apa, Gam?" tanya Dikta yang baru saja duduk di seberang Gampo.

"Gue cuma mau nengok lo sekalian bawa makanan juga." jawab Gampo sembari menyerahkan makanan yang ia bawa.

"Makasih, Gam. Harusnya lo gak usah repot-repot kayak gini." ucap Dikta tak enak hati.

"Gapapa, Bang. Gimanapun juga lo tetep temen gue." balas Gampo. "Lo baik-baik aja, kan? Muka lo kenapa banyak memar? Baru dua bulan, timbangan lo kayaknya berkurang banyak, Bang." lanjutnya.

"Gue baik, Gam. Memar ini gak sebanding sama rasa sakit adik gue." jawab Dikta dengan sendu.

"Kalau ada masalah di sel, lo harus bilang, Bang." ucap Gampo membuat Dikta terkekeh.

"Gue gapapa, Gam." jawab Dikta masih dengan kekehannya. "Adik-adik gue apa kabar, Gam?" tanyanya.

"Baik, si kembar lagi ospek di kampus, kalau Ale ya masih gitu-gitu aja di sekolahnya." terang Gampo.

"Gue terlalu bodoh ya, Gam?" pertanyaan retoris yang Dikta lontarkan membuat Gampo kehilangan kata-katanya. "Kalau gue gak buta dengan dendam gue, sekarang gue pasti bahagia banget karena punya tiga adik yang jadi obat kesepian gue." lanjutnya dengan sendu.

"Suatu saat nanti, mereka pasti bisa maafin lo dan mengobati kesepian lo." ucap Gampo untuk menguatkan Dikta.

"Gue gak berharap banyak, Gam." balas Dikta.

"Gue bukan ngasih harapan semata, Bang. Gue tau bagaimana Syasya menginginkan seorang kakak laki-laki yang bisa menjaga mereka. Suatu saat nanti, mereka pasti bisa nerima lo, Bang." terang Gampo.

"Gak ada yang bisa diharapkan, Gam. Mereka pasti pengen punya kakak laki-laki yang baik, bukan yang melecehkan adiknya sendiri." ucap Dikta membuat Gampo bungkam.

"Seperti apapun lo, gue yakin mereka bakalan nerima, Bang. Apalagi Killa pasti gak akan biarin mereka membenci saudaranya sendiri. Keringanan hukuman lo ini juga karena Killa, Bang. Kalau nggak ada Killa, mungkin Om Abi akan bertindak lebih jauh dari ini." terang Gampo.

"Semoga aja semua ucapan lo bener, Gam." Dikta berbicara dengan pasrah.

"Bang, asal lo tau aja, Syasya selalu memimpikan punya sosok kakak. Dia butuh bahu seorang kakak laki-laki untuk bersandar. Dia sangat butuh tempat untuk mengadu dan bercerita. Makanya dia deket sama Killa, karena Killa ngerti perasaan dan kebutuhan Syasya. Caca sama Syasya adalah orang yang paling bahagia ketika tau ayahnya akan menikahi Killa. Beberapa kali mereka sempet bilang ke gue kalau mereka sangat berterimakasih ke orang yang udah ngejebak bokapnya sama Killa. Secara gak langsung, lo udah bantu wujudin keinginan mereka untuk menjadikan Killa sebagai ibunya yang mereka pikir itu gak mungkin terjadi." terang Gampo mengatakan segala hal yang ia tau. "Pelan-pelan, gue akan ajak Syasya bicara tentang lo. Kalau udah waktunya, gue juga akan ajak dia ke sini. Jadi, lo harus sehat terus selama di sini." lanjutnya sembari menepuk bahu Dikta untuk menguatkannya.

"Thanks, Gam. Gue banyak berhutang budi sama lo." ucap Dikta.

"Cuma ini yang bisa gue lakuin, Bang." balas Gampo.

"Ini semua udah lebih dari cukup, Gam. Nanti, tolong bilang makasih banyak juga buat bokap lo yang mau gue repotin ngurus perusahaan almarhum bokap." ucap Dikta.

"Bokap gak kerepotan kok, Bang. Lo gak usah pikirin ini itu, fokus lo sekarang adalah jaga kesehatan sama bersikap baik selama di sini. Siapa tau nanti lo bisa dapet keringanan lagi." jawab Gampo.

"Waktu berkunjung sudah habis." ucap petugas yang sedari tadi berdiri cukup jauh dari mereka berdua.

"Gue pamit dulu, Bang." pamit Gampo.

"Hati-hati!" pesan Dikta sebelum dibawa petugas kembali ke sel.

🌺TBC🌺

Gimana nih, Dear? Ada yang kurang? Hukuman Dikta udah cukup atau masih perlu ditambah lagi nih? Kira-kira memar di wajahnya Dikta karena apa ya? Syasya bisa nerima Dikta sebagai abangnya dan mau tengokin dia atau nggak nih, Dear? Ramein terus lapak ini biar aku inget update ya, Dear. Muchas gracias, Dear💙

Love You, Mommy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang