14. Cemburu

188 47 10
                                    

"Aku betul-betul, lelah. Capek! Sudah beribu kali kujelaskan, jika aku menyetir dalam keadaan normal. Tidak ada niat mau mencelakakan orang. Ta-tapi aku tak tahu kenapa mobil tiba-tiba bisa kecelakaan!"

Rania, pengacara yang dibawa Mamanya Sabda hanya bisa menghela nafas mendengar kalimat Sabdam Kliennya itu ternyata sedang tidak baik-baik saja. Saat masih terbaring di rumah sakit, polisi mencecarnya dengan beragam pertanyaan menyudutkan, membuat kondisi psikisnya terganggu. Ditambah lagi dengan dua tindak pelaporan yang dilakukan keluarga Neo dan Jason, yang tidak terima melihat kondisi koma yang dialami mereka. Belum lagi serangan media, yang ribut mengekspos berita tentang kecelakaan tersebut.

"Sabar dulu, polisi hanya menjalankan tugasnya," kata Rania, wanita tinggi langsing dengan rambut keriting pendek dan kemerahan. "Justru kita harus berupaya membujuk keluarga Neo dan Jason agar mencabut laporannya."

Sebetulnya dulu, Ayah Rania, almarhum Dulsan Mabsoer, pernah menjadi pengacara keluarganya Sabda. Tetapi kini, justru putrinya yang mengambil alih posisi tersebut. Rania seusia dengan Sabda, dan saat ini makin berkibar sebagai salah satu pengacara muda yang cukup ternama. Tapi dia agak sedikit gugup, ketika kembali bertemu kawan masa kecilnya yang kini telah menjadi seorang dokter. Sabda, terlihat begitu menawan meski masih terbaring lemah di rumah sakit. Rania tiba-tiba merasakan ketertarikan khusus, meski dia berusaha untuk bersikap profesional.

"Urus itu, Rania. Aku jadi sangat pusing memikirkannya. Namanya musibah kan sulit menolaknya? Takdir! Tapi yang sulit aku percaya, adalah keluarga Neo dan Jason yang mengenalku sejak lama. Apa mereka lihat aku punya niat membunuh mereka? Akupun terluka, juga Nilam!" keluh Sabda.

Rania terbatuk kecil. Dia agak tergelitik, ketika Sabda menyebut nama Nilam. Rania sudah melihat kondisi Neo dan Jason yang menyedihkan, tetapi saat melihat Nilam, dia merasakan hal berbeda. Gadis itu tampak seperti baik-baik saja, meski dokter mengatakan bahwa ternyata, leher gadis itu patah. Tapi yang membuat Rania sedikit kaget lagi, adalah wujud gadis itu. Dia tampak cantik sempurna! Melihat ada seorang gadis, diantara tiga pria tampan dan mapan, pikiran orang bisa mendadak sedikit negatif. "Siapa Nilam itu, Sabda?"

"Oh, aku tak sengaja bertemu dia di hutan. Mahasiswi pecinta alam yang tersesat, lalu dia ingin ikut mobilku. Sebuah kebetulan yang merugikan dia!"

"Kebetulan?"

"Ya, memang kenapa?"

Rania mencoba tersenyum,"Sedikit heran saja, ketika mengetahui gadis yang...ya, secantik dia bisa berkeliaran di hutan."

Sabda mengangkat bahu,"Entahlah, tapi itu hobi dia. Urusan dia, bukan?"

Rania mengangguk,"Betul. Cuma sebagai pengacaramu, aku harus juga mengetahui banyak hal bukan?"

"Tidak kau tanya sendiri padanya?"

"Ya, sedikit. Tak terlalu banyak, mengingat lehernya kan patah."

Sabda mengernyitkan dahi,"Patah leher?"

"Ya, fraktur Servikal!"

Sabda dan Rania menoleh, tampak masuk ke ruangan rekan-rekan dokter Sabda. Sabda tersenyum pada Dokter Catur, ahli bedah, dan dua orang rekan sesama Dokter ahli Kulit dan Kelamin, Dokter Prapti dan Dokter Elton. Mereka memang selalu menyempatkan untuk menjenguknya.

Sabda menghela nafas, saat mendengar kata Fraktur Servikal, yakni kondisi ketika satu dari tujuh tulang yang berada di bagian leher mengalami patah atau retak. Sementara tujuh tulang leher itu sendiri merupakan bagian teratas dari tulang belakang, yang berfungsi untuk menopang kepala dan menghubungkannya dengan bahu dan tubuh. Tapi dia telah dikunjungi Nilam malam kemarin, dia tidak tampak sedang mengalami patah leher. Hanya seperti sedang terluka biasa.

Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang