Purbasari, melirik pria di sebelahnya yang sibuk mengendalikan pedati dengan tenang, meski kaki dari kayu yang terpaksa dipergunakannya nampak bergoyang.
Arga Seta, masih terlihat sangat tampan rupawan. Kini, Purbasari memahami, mengapa Purbararang sangat memuja pria ini. Meski pernah mengecewakan kakaknya, tetapi Purbasari justru dibuat terkagum-kagum dengan Arga Seta.
"Kita harus ke Lembah Jurig. Demi Nilamku, dan demi Gurumindamu." Kata Arga Seta, sebelum mempersiapkan perjalanan yang sangat jauh itu.
Purbasari tak menolak, lukanya sudah sembuh. Dia juga sudah tampak sehat dan lebih kuat dari sebelumnya. Lagi pula, dia mempercayai keyakinan pria itu, untuk mampu membawanya menuju Lembah Jurig.
Dia memang ingin mengetahui nasib Guruminda, meski dia juga ingin mengorek lebih jauh tentang rasa kagum Arga Seta terhadap seorang gadis bernama Nilam Sari yang telah lama mati. Sebegitu cantiknyakah gadis itu?
"Bukan hanya cantiknya, tetapi sifatnya juga sangat menawan." Puji Arga Seta, membuat Purbasari sedikit kurang nyaman mendengarnya. Ada sedikit binar cemburu. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan, bahkan kepada Guruminda yang pernah sangat dipujanya.
Perasaan apa ini? Bathin Purbasari, gelisah. Tetapi dia hanya menyimpan rasa itu, agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dia malu, jika Arga Seta tahu. Lagi pula, dia khawatir Arga Seta akan mengira dirinya wanita murahan, karena mudah sekali jatuh hati. Belum selesai urusan dengan Guruminda, malah nyosor seorang pria mantan kakaknya sendiri.
"Kau sendiri, mengapa tertarik dengan Guruminda? Apa karena dia anak seorang Dewa?"
"Eh, oh, ah.... anu...." Purbasari mendadak gugup dengan pertanyaan Arga Seta. "Eh, iya. Eh, bukan! Bukan! Guruminda itu baik. Sangat baik."
"Tampan juga?"
"Dia lutung sih. Eh, maksudnya, lagi dikutuk jadi lutung. Tapi jadi lutung juga tampan kok."
Arga Seta tertawa,"Terkadang cinta membutakan segalanya ya? Ah, aku berharap suatu hari nanti, ada wanita yang mau mencintaiku meski aku tak punya kaki."
Aku! Jerit Purbasari dalam hati. Meski harus dilawannya agar tidak terucap.
"Kau, masih mengingat Purbararang?"
Arga Seta mengangguk,"Tentu. Ada perasaan berdosa kepadanya. Tetapi, saat mendengar tingkah lakunya yang buruk, terutama terhadapmu, aku jadi sedikit merasa... ya, begitulah."
"Begitulah?"
"Ya, merasa bersyukur lepas darinya."
"Apa kau tidak berpikir, dia brengsek begitu gara-gara dirimu?"
Arga Seta mengangkat bahu,"Dia sudah ada bibit untuk menjadi jahanam sejak awal. Setahuku, dia memang mencintaiku. Tetapi dia juga punya ambisi untuk menguasai kerajaan."
"Lalu, kenapa kau memanfaatkannya?"
"Karena dia mengejarku! Kucing tak menolak daging."
"Brengsek kamu!"
Arga Seta menoleh pada Purbasari yang cemberut,"Itu aku yang dulu. Pria bejat moral, yang gemar mempermainkan wanita. Kalau sekarang, aku tak punya kemampuan seperti itu. Tak ada juga yang mau. Jadi, anggaplah ceritaku tadi, hanya kenangan masa lalu. Aku bahkan sulit berpikir tentang masa depan."
"Kau kehilangan harapan?"
"Semacam itu. Sebab itu, aku ingin menyatukan raga Nilam Sari dulu, sebelum berserah pada takdir."
"Apa yang kau inginkan? Moksa?"
"Mungkin konyol terdengar, tetapi itu harapanku."
"Kau belum menemukan cinta baru, sudah menyerah!"
"Apa kau yakin aku akan menemukan cinta baru dalam kondisiku yang mengenaskan seperti ini?"
"Ya, tentu saja!"
Pedati tiba-tiba berhenti. Purbasari dan Arga Seta saling pandang, cukup lama, sebelum keduanya saling membuang muka.
"Maksudku, kau mungkin saja menemukannya." Ralat Purbasari, lalu terbatuk.
Arga Seta menelan ludah, sebelum tergesa mengendalikan kembali pedatinya.
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)
Historical FictionSabda, adalah seorang Dokter muda yang sangat gemar berburu. Bersama dua sahabatnya, Neo seorang Hair Stylist terkenal dan Jason, seorang Chef macho, mereka kerap menyusuri hutan rimba untuk menembak hewan liar. Tetapi ketika mereka berburu ke hutan...