46: Dendam Kesumat

211 32 17
                                    

Pria tua itu, membuang puntung rokoknya, ketika melihat dua wanita melintas di depannya. Lalu bergegas melangkah di sepanjang lorong.

Tadi, dia sudah menuju salah satu bangsal rumah itu, seperti selama hampir beberapa waktu ini dia lakukan secara diam-diam. Cukup memberi sejumlah uang yang lumayan kepada salah satu oknum rumah sakit, dan dia bisa tepat mengatur jadwal pertemuan, yang tidak berbenturan dengan keluarga ataupun kerabat pasien itu.

Pasien yang tidur bergelung dalam keadaan tak berdaya. Persis seperti kondisi anak perempuannya, yang ditemukan di tengah hutan dulu. Purba Sari, yang sekarat kelaparan, sementara sekujur tubuh penuh luka dan gigitan nyamuk, menambah kondisi mengerikan pada kulitnya yang memang telah penuh koreng. Meski Purba Sari ditemukan dalam keadaan hidup, tetapi beberapa hari kemudian dia meninggal di rumah sakit.

"Nasib saudara kembar Purba Sari, si Nilam Sari, jauh lebih sedih. Sampai saat ini, jenazahnya saja tidak pernah ditemukan. Apa kau ingat itu?" Kata Janitra, seraya duduk di sebelah ranjang Sabda yang nampak masih tertidur.

Janitra, tak pernah menyangka jika persahabatannya dengan Sang Jenderal sejak remaja akan membawa malapetaka. Dari dulu, dia selalu mengalah. Bahkan dia juga rela harus menikahi selingkuhan pria itu yang terlanjur berbadan dua, si Sukriya. Membuatnya harus menerima sepasang anak kembar yang kemudian dianggapnya anak sendiri. Apalagi kemudian, Sukriya mati gantung diri. Dia tetap mengurus mereka dengan baik. Semuanya, mungkin karena rasa hutang budi.

Si Jenderal tersebut, bahkan sejak sebelum menjadi jenderal, keluarganya telah banyak berjasa dalam kehidupan Janitra. Dari menyekolahkan hingga perguruan tinggi, membiayai pengobatan ayah Janitra, dan masih banyak lagi. Bahkan setelah Sukriya tiada, si Jenderal tetap membiayai kehidupannya. Karena hanya sebagai penulis cerita anak, keuangannya saat itu betul-betul tidak stabil.

"Namun kini saya tahu, kenapa Bapakmu itu mengajak kami ikut kemping saat itu." Janitra melirik Sabda sesaat."Ternyata dia ingin melenyapkan dua anak kembar hasil perselingkuhannya dengan Sukriya. Sudah skenarionya itu, ingin menghabisi Purba Sari dan Nilam Sari yang makin hari, wajahnya makin mirip dirinya."

Kemiripan itu, sering disampaikan isteri sahnya Sang Jenderal. Setiap kali wanita itu memandang si kembar. "Mengapa anak-anak kembar itu tidak mirip Sukriya dan Janitra? Wajah mereka malah mirip dengan Sabda, ya artinya kok malah sangat mirip denganmu?"

Sang Jenderal tersenyum gugup,"Mirip dari mananya?"

"Ya mirip banget lho, Pa!"

"Aneh kamu ini. Pikiranmu itu, aneh! Segala anak orang dimirip-miripin. Maksudmu apa?"

"Ya, aku cuma merasa mereka itu mirip."

"Ngaco kamu!"

Tetapi Sang Jenderal makin gelisah. Apalagi dia juga mulai menyadari kemiripan tersebut. Lalu mulai mengkhawatirkan kemelut rumah tangga, jabatan, dan aib yang khawatir terbongkar.

Janitra terbatuk, lalu mengusap air matanya dengan sedih. "Sebelum polisi datang. Bapakmu seakan telah mempersiapkan segala hal. Tiba-tiba sekelompok pria berpakaian hitam, yang entah siapa, datang untuk mencari anak-anak yang hilang. Lalu mereka cepat pergi, sebelum polisi dan tentara datang, serta para petugas penyelamat. Apa yang dilakukan rombongan pria berbaju hitam itu pada Nilam Sari?"

Sabda tak bergerak, dia masih mendengkur.

"Dan, apa yang dilakukan mereka kepadamu dan Purba Sari sebenarnya? Mengapa kalian baru ditemukan beberapa hari kemudian di hutan yang telah disisir setiap inchi? Mengapa kondisi Purba Sari tampak sangat mengenaskan, dan kondisimu tampak seperti orang yang tidur lelap begini?"

Sabda tetap tidur, belum menjawab.

"Sebelum meninggal, Purba Sari sempat bercerita, jika kalian memasuki hutan yang gelap. Lalu ada banyak orang berpakaian hitam-hitam, yang membawa mereka ke luar hutan melalui jalur lain. Naik mobil, terus ke suatu wilayah yang tak dia kenal. Tepatnya di sebuah rumah. Di mana dia dikurung seperti binatang, dan kau entah di mana. Baru pada hari ke sekian, dia mengaku dipertemukan denganmu lagi di hutan. Tetapi kau dalam keadaan sehat dan sedang tertidur. Siapa yang menyelamatkanmu dan memerintahkan orang menyiksa Purba Sari, Bapakmu?"

Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang