36: Lembah Penantian

140 36 7
                                    

Purbasari menghentikan laju kuda pedatinya. Angin semakin membekukan wilayah sekitar lembah. Suara dari dasar lembah, seakan jeritan dari neraka. Mengerikan.

Tetapi Purbasari tidak takut. Dia justru merasa harus terlebih dahulu menyusuri lembah itu, sebelum Agra Seta. Entah rasa cemburu, marah, malu, atau putus asa yang membuatnya menggila. Dalam pikirannya, dia harus menemui si Nilam Sari. Melihat wujudnya, seseram apapun dia.

Meski telah berjam-jam menyusuri lembah yang suram, dia bahkan tak menemukan apapun, selain suara-suara mengerikan yang sifatnya tidak nyata. Seakan seperti upaya untuk menakut-nakuti saja.

Hari semakin larut, Purbasari berniat untuk kembali menaiki kudanya, sebelum malam betul-betul menyisakan gelap yang pekat. Tetapi di ujung lembah, tiba-tiba terlihat lampu berpendar yang kian mendekat. Terlihat sosok seorang wanita, tampak datang dengan membawa kunang-kunang dalam sebuah gelas kaca besar dengan penutup sumbat kayu.

Jantung Purbasari bergegup kencang. Inikah Nilam Sari, pikirnya. Tubuhnya, mulai merapat pada kuda, seakan bersiap meloncat jika sesuatu terjadi.

Tetapi, ketika sosok itu makin mendekat, Purbasari langsung menjerit,"Kepala Dayang?!"

Wanita itu, lalu mengangkat gelas besar dengan kunang-kunang itu. Senyumnya terlihat. "Apa kabar Puteri Purbasari?"

"Me... mengapa kau berada di sini?"

Kepala Dayang kembali tersenyum,"Aku sedang menanti sesuatu. Seseorang akan mengantarkannya kepadaku."

"Apa itu?"

"Sesuatu yang berarti."

Purbasari mendekat, menatap wajah wanita itu. "Aku melihatmu bertahun-tahun di istana. Termasuk, pengangkatanmu sebagai Kepala Dayang, pada masa seribu hari kau mengabdi. Lalu, apa yang membuatmu berada di tempat seseram ini, jika sekedar hanya ingin janjian dengan seseorang. Ini tempat yang sangat jauh dari istana. Kau meninggalkan tugas?"

"Semacam itu. Lalu, Tuan Puteri sendiri, mengapa malam-malam berkuda di Lembah Jurig ini?"

Purbasari menghela nafas,"Aku mencari Hantu Kepala Buntung bernama Nilam Sari."

"Untuk apa, Tuan Puteri?"

"Untuk mengatakan kepadanya, bahwa kekasihnya Agra Seta masih menunggunya di goa yang tak jauh dari tempat ini."

"Cuma itu?"

"Ya, karena dia sedang mempersiapkan diri untuk bertemu pujaannya."

Kepala Dayang menatap Purbasari,"Jadi anda telah sempat bersamanya Tuan Puteri?"

Purbasari terdiam, dia mulai gelisah."Jangan berlagak jika kau sedang kesurupan si Nilam Sari, ya!"

"Jangan khawatir, Tuan Puteri. Guruminda si Lutung dan teman-temannya, juga telah sempat bersama saya. Sebentar lagi mereka akan ke sini. Saya telah mengirimkan penjemputan untuk mereka."

"Guruminda? Kau..."

"Ya, nanti Tuan Puteri akan kembali bertemu dengan pria yang pernah kau cintai. Meski hati anda bisa berubah."

Pernah? Ya, dulu, bathin Purbasari. Sebelum hatinya tertawan pada sosok kharismatik Agra Seta. Tapi, kenapa si Kepala Dayang tahu hatinya telah berubah, siapa dia sebenarnya?

"Sebaiknya, kau jangan sok tahu, Kepala Dayang!"

Kepala Dayang tersenyum,"Sayangnya, saya tahu segalanya Tuan Puteri. Termasuk mengapa anda meninggalkan Agra Seta di goa!"

"Kau?! Siapa kau ini sebenarnya!"

Kepala Dayang tertawa, "Saya bukanlah saya seperti yang anda lihat pada mata. Bertahun-tahun saya melakukan segala cara agar bisa mencari cara untuk menyatukan raga. Saya bisa ada di istana, atau di sela-sela rimbun hutan rimba, atau malah meloncat ke dunia berbeda. Saya senang, akhirnya perjuangan saya tidak sia-sia. Sebentar lagi, tiga pemuda itu, akan membawa kepala saya!"

"Nilam Sari, kaukah itu?"

"Ya, itu aku. Aku dengan seribu wajah, sosok dan jiwa-jiwa keabadianku."

"Kau hanya membutuhkan kepalamu, bukan Agra Seta yang setengah mati berusaha untuk terus mencintaimu?"

Nilam Sari, yang berwujud Kepala Dayang tertawa lagi. "Apa aku harus tetap mencintai pria yang jatuh hati padamu Purbasari?"

"Jatuh cinta? Konyol kamu, Nilam Sari. Dia bahkan menolakku mentah-mentah!"

"Dia berpura-pura."

"Maksudmu?"

"Dia masih di goa sekarang, menangisi ucapan kasarnya kepada dirimu. Bukannya berusaha merayap menuju Lembah Jurig untuk mencariku."

"Kau..."

"Kembalilah ke goa itu. Kembalilah ke Agra Seta yang tidak pernah punya kemampuan besar untuk mempertahankan kesucian cinta, pada Purbararang dan aku. Tapi mungkin, dia akan setia kepadamu. Dan mungkin, kebersamaan kalian akan membuat Purbararang terluka hatinya, lalu lemah."

"Ba-bagaimana kau bisa...."

"Dengarkan aku, Purbasari. Meski aku mengutuk bapakmu yang dipengaruhi Gajah Messa, tetapi kau adalah puteri yang baik. Jadi pergilah, sebelum si Lutung Guruminda, dan dua temannya datang ke sini. Guruminda juga tidak tulus mencintaimu. Dia dan teman-temannya hanya ingin pulang ke dunianya. Jadi, pergilah! Perbaiki takdirmu sendiri...."

Purbasari ingin bicara lagi, tetapi wujud Nilam Sari yang awalnya Kepala Dayang, tiba-tiba berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik rupawan. Purbasari mendadak kembali dibakar cemburu, dia tak ingin Agra Seta melihat kembali wujud rupawan itu.

Dengan cepat dia melompat ke atas pedati, lalu memacu kudanya, diiringi suara tawa melengking tajam dari Nilam Sari.

(Bersambung)

Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang