26: Sadar

179 40 9
                                    

Kepala Dayang terus mempercepat langkah, meski Neo dan Jason beberapa kali memanggilnya. Mereka sudah melangkah jauh di belakang istana, melewati pohon-pohon besar seperti raksasa, dengan rumput-rumput setinggi mata kaki.

"Jangan bersuara, ikuti aku!" kata Kepala Dayang, yang kemudian masuk ke dalam sebuah gedung kosong.

Gedung itu, benar-benar kosong. Hanya terlihat ada beberapa peti kayu di sana, serta perabotan berukir yang tampak tua dan rusak. Kepala Dayang berbalik, lalu menatap Jason dan Neo bergantian.

"Sekarang katakan padaku, Tuan. Apa yang sesungguhnya terjadi?" tanya Kepala Dayang.

Jason menghela nafas, dia teringat ucapan wanita buruk rupa di tempat dayang-dayang tadi. "Wanita itu, mengaku sebagai teman kami Sabda."

"Sabda?" Neo menggeleng, dan dia melotot tajam. "Ada apa ini, Jason! Bisakah kita cuma ikut lomba, lalu menikmati hidup dengan santai?"

"Diam kau!" bentak Jason, seraya berusaha menutup mulut Neo,"Dengarkan aku baik-baik. Ini bukan dunia kita, ingat? Kita datang ke hutan untuk berburu. Lalu Sabda mendadak jadi lutung, dan kita hidup menggila di istana Pasir Batang milik Ratu Purbararang ini. Ini tidak nyata! Bahkan kini, Sabda berubah pula jadi wanita. Apa kau ingin kita juga begitu?"

Neo melepaskan tangan Jason, lalu cemberut. "Terserah! Aku senang berada di sini. Belum pernah aku merasakan hidup tanpa beban. Semua cukup, dan cewek secantik Purbararang, sedahsyat dan semenakjubkan itu bisa kutiduri tiap saat. Meski harus berbagi denganmu."

"Lalu, sampai kapan kita berbagi? Setelah lomba memasak dan menata rambut ini? Tidakkah kau berpikir, bahwa salah satu dari kita akan disingkirkan? Bagaimana jika itu justru kamu?"

Neo langsung tertawa, dia lalu menepuk pundak Jason dengan geli. "Jadi sesungguhnya kau hanya takut untuk menjadi kalah, bukan? Takut terusir, jadi kau mengajakku jauh sebelum itu? Jangan bermimpi."

"Aku sudah memperingatkanmu, Neo."

"Pergilah, sebelum kau terusir saat kalah. Itu jauh lebih menakutkan, bukan?" kata Neo, seraya melangkah menjauh tanpa menoleh sedikitpun.

Jason segera menoleh pada Kepala Dayang,"Dia tak bisa lagi diluruskan. Jadi apa rencanamu soal wanita yang mengaku sebagai salah satu teman kami tadi."

Kepala Dayang mendadak pucat,"Se-sebentar lagi dia akan dinikahkan dengan Gajah Messa yang jahat, lalu dibawa jauh dari sini. Kita harus cepat untuk menolongnya."

"Bagaimana?"

"Tuan, aku akan menyelundupkanmu sebagai salah satu pengawal yang akan mengantar pasangan pengantin baru itu ke rumah Gajah Messa. Nanti Tuan bisa menyelinap untuk masuk ke rumah itu. Aku berharap, Tuan bisa menyelamatkan teman Tuan yang kini berada dalam raga dayang yang tak berdosa itu, " jelas Kepala Dayang.

Jason sedikit bingung, namun dia pasrah menuruti saran Kepala Dayang. Wanita itu lalu mengajaknya ke salah satu sudut ruang yang terdapat peti kayu. Ternyata di dalam peti itu ada baju seragam prajurit kerajaan yang tampak sedikit lusuh. Berupa celana hitam selutut, kain sepinggang, dan sebuah baju seperti rompi berwarna hitam, berikut tutup kepala dari kain.

"Apa aku bisa menyelinap dengan ini?"

"Ini seragam prajurit yang kondisinya bukan baru. Sudah dibuang sebenarnya. Tetapi masih bisa dipakai. Tak bakal ada yang mencurigai ini, asal Tuan bisa bersikap dengan tenang saat berpura-pura sebagai prajurit pengawal. Nanti ada pengawal khusus yang membawa makanan dari dapur, jadi Tuan bisa mengisi posisi itu. Bahkan bisa menyelinap karena hanya bagian pengantar bahan makanan yang diperbolehkan masuk. Ada sekitar lima pengawal bagian makanan, dan puluhan pengawal di bagian lain. Tak bakal ada yang curiga jika ada satu yang hilang," kata Kepala Dayang, sebelum meninggalkan Jason untuk berganti baju.

Jason terdiam. Dia masih bingung, tetapi dia mulai yakin jika jalannya sudah benar. Dia harus menyelamatkan Sabda, yang kini nyasar ke tubuh wanita. Dia sudah tak peduli lagi dengan Neo yang egois dan enggan kembali ke kehidupan nyata. Secara jujur, meski dia menyukai kehidupan bebas dan mewah di istana itu, bathinnya terkadang malah jadi sakit.

Meski di dunia nyata hidupnya bebas dengan wanita, tapi di istana Pasir Batang, dia hanya rebutan satu cewek yang justru memperlakukan dirinya dan Neo, seperti gigolo. Tak berharga. Hanya sebagai pemuas nafsu, kemudian sekarang, malah harus ikut lomba untuk dipilih siapa yang layak jadi suami.

"Sungguh aku tak punya harga diri di sini. Konyolnya aku baru sadar," gerutu Jason, sembari mengenakan seragam prajurit tersebut, lalu menyusul Kepala Dayang yang menunggu di depan gedung.

Tetapi saat mereka sudah bertemu, Kepala Dayang justru menarik tangannya untuk cepat bersembunyi di balik pohon besar. Tampak sejumlah prajurit datang tergesa dari kejauhan. Kepala Dayang memberi kode pada Jason untuk diam dan tetap merapat di pohon. Ketika para prajurit masuk gedung tua itu, Kepala Dayang lalu menarik Jason agar berlari secepatnya menuju semak belukar yang tak jauh dari tempat itu untuk bersembunyi.

"Ada yang tidak beres. Sepertinya, teman anda Tuan Nayaka, telah melaporkan perbuatan kita. Ini berbahaya. Sepertinya bukan hanya anda yang harus menyamar. Saya juga harus melakukannya juga agar selamat," bisik Kepala Dayang, dengan tubuh gemetar.

(Bersambung)

Dokter Jadi Lutung (Terbit SAGO/GONOVEL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang