So Far Away
Happy Reading.
.
.
.
"Apa yang harus kita lakuin lagi pah? Mama nggak mau.. mama nggak mau kehilangan adek.."
"Mama nggak mau.."
Shin Ah menatap kosong pada lorong rumah sakit yang kini sepi. Tak ada banyak aktifitas maupun juga lalu lalang orang, mereka seolah menghilang, seolah memberikan ruang untuk Jung Deok dan Shin ah untuk sedih berdua.
Tangan Jung Deok mengusap pundak sang istri dengan sabar. Saat ini, dokter menyarankan untuk Jin dipindahkan lagi ke ruang biasa dengan fasilitas yang memadai. Daniel tadi berkata jika Jin mungkin tak suka pada ruangan ICU. Ia pasti kesepian. Lagipula keadaan Jin juga sudah agak stabil. Yah, walaupun tak menutupi fakta ganasnya penyakit Jin yang sebenarnya.
"Papa ketemu Jin itu hanya beberapa kali sebelum menikah, dan setelah menikah papa baru bisa bertemu dan berinteraksi sama Jin tiap hari,"
"Mama tau? Sekalipun Jin bukan darah daging papa, kasih sayang papa sama Jin juga sama besar seperti kasih sayang papa sama Kakak.. Jadi, mama jangan sedih terus. Kita lewati semuanya bersama mah.. kita dukung adek bersama-sama," ucap Jung Deok. Hal itu tentu memunculkan kembali air mata di mata sembab Shin ah.
"Mama tau, mama juga ngerti kalo mungkin aja adek sedih liat mama kayak gini pah. Tapi, ibu mana yang nggak akan sedih ngeliat anaknya kayak gini? Adek bahkan nggak bisa bernapas sendiri. Adek nggak berdaya sekarang pah.. adek nggak baik-baik aja.."
Kedua insan yang tadinya duduk bersebelahan itu kini berhadapan. Jung Deok membuat mereka saling menatap dengan kesedihan yang terpancar dari wajah masing-masing.
"Adek emang nggak baik-baik aja mah. Papa tau.. papa denger semua.."
"Tapi, papa nggak mau kalian juga sedih berlarut-laruh. Mamah, kakak, papa, kita semua dibutuhin sama adek sekarang mah. Kita semua harus jadi support buat adek, nggak kayak gini,"
"Papa tau dengan jelas kalo kalian pasti sedih sama kenyataan ini. Tapi sekarang kita nggak bisa ngapa-ngapain selain berdoa mah. Nggak bisa! Keadaan adek terus menerus menurun, bahkan papa juga hilang akal untuk menyemangati kalian lagi. Tapi, kalo kita gini terus kita cuma bikin adek sedih, kita bahkan gak bisa berdoa apapun kalo kitanya juga terpuruk. Papa mohon mah.. papa mohon.."
"Jangan kayak gini.."
Tanpa mau bergabung dengan orang tuanya, Yoongi kini terpuruk sendirian sambil menggenggam tangan Jin yang hangat itu. Ia menangis tanpa suara dengan rasa sesak yang mendominasi, ia berharap jika dengan menangis dan berharap lebih pada tuhan, semua akan menjadi mimpi belaka. Tapi, ia tak tuli untuk tak bisa mendengar jerit tangis ibunya yang kini kepayahan. Bahkan, sedari tadi ia juga merasakan hal yang serupa.
Cemas, takut, dan juga sedih. Semua bercampur menjadi satu kesatuan.
Dan itu, menyakitkan. Sungguh menyesakkan. Itu semua bukan hal yang biasa saja.
Itu duka namanya.
'Bangun..'
'Kakak nggak pernah minta adek buat kayak gini,'
'Ngapain tidur gini? Ngapain bikin mama papa nangis? Ngapain sakit-sakitan?'
Yoongi tak mampu mengeluarkan suaranya. Semuanya hanya terperangkap dalam hati, dan Yoongi berharap Jin mau mendengar suara hatinya. Karena demi apapun ia muak. Ia sangat muak dengan duka dan juga isak tangis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away [END]
Fanfiction*Bisa follow dulu sebelum baca Jinseok tahu jika luka dan sakit hati lumrah untuk di dapatkan manusia. Tapi, Jinseok hanya ingin ada orang yang menemaninya saat ia terluka. Tapi apa? Pada kenyataanya ia hanya sendirian. Tak ada yang menemaninya, b...