So Far Away
Happy Reading.
.
.
.
Yoongi kini menatap Jungkook yang tengah ada di hadapannya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Sorot mata tajam Yoongi dan mata sendu milik Jungkook kini bertabrakan diantara kaca pembatas yang ada di ruang pertemuan itu.
"Kenapa seenaknya bikin keputusan? Mau lari lo dari gue?!" Sergah Yoongi. Kini tatapan sengit dihadiahkan Yoongi pada sahabat karibnya itu. Ia tak peduli dengan ikatan persahabatan. Ia cukup sakit hati disini.
"Lo pernah bilang kalo semuanya bisa diselesaikan berdua, tapi sekarang keputusan lo yang ini bikin gue yakin kalo persahabatan kita cuma kata-kata bulshit doang!"
"Kenapa lo kayak gini, Kook?! Kenapa lo hancur kayak gini?!" Yoongi sedikit meninggikan suaranya.
Jungkook setengah tersenyum kala mendengar apa yang Yoongi ungkapkan di hadapannya. Demi tuhan, Jungkook sama sekali tak punya lagi kesempatan untuk menebus semuanya selain dengan berdiam di balik jeruji besi ini sendirian. Ia hanya memikirkan hal ini untuk tetap bertahan dalam rasa bersalah. Ia tak punya banyak pilihan bersamanya.
"Cukup banyak kejahatan yang udah gue lakuin, bro. Karena itu, gue putusin buat masuk kesini. Lagipula, gue juga ngerasa bersalah banget sama kalian. Terutama, gue juga ngerasa bersalah sama diri gue sendiri yang udah gue hancurin pake dendam gue," ucap Jungkook dengan tenang. Tak ada rasa sedih pada mata itu, tak ada amarah lagi, tak ada api dendam, dan tak ada apapun lagi yang bisa Yoongi kenali dari mata Jungkook yang sekarang.
"Gue nggak suka sama kehancuran lo! Gue nggak suka, Kook.. lo tau sendiri sama itu.." air mata Yoongi mengalir. Jika saja tak ada pembatas diantara mereka, walaupun ini adalah pertama kalinya, ia ingin memeluk Jungkook dengan erat. Sahabatnya itu adalah orang yang selalu ada untuk Yoongi hingga saat ini. Ketika Yoongi terpuruk karena hidupnya yang berantakan, ketika Yoongi jatuh sendirian, dan ketika banyak orang menganggap Yoongi sampah, Jungkook tetap ada untuknya.
Bahkan, Jungkook jugalah yang membuat Yoongi masih bertahan bersama keluarganya hingga kini. Yah, walau dengan cara yang salah pula.
"Gue nggak ancur Yoon, gue lagi memperbaiki semua yang udah gue rusak. Gue cuma mau jadi orang yang bertanggung jawab Yoon. Gue cuma mau itu."
Yoongi menggeleng, "Nggak gini! Nggak gini caranya lo buat bikin gue tenang. Gue tetep benci sama lo! Gue nggak mau ketemu sama lo lagi!"
"Tapi gue nggak bisa bohong, gue peduli sama lo.."
"Gue sayang sama lo.."
"Gue udah anggap lo sebagai keluarga gue. Kita keluarga, Kook.."
Tangis Yoongi pecah. Awalnya bukan ini niat bertemu dengan Jungkook di penjara. Jujur saja ia hanya ingin melihat Jungkook dan juga sedikit mengatakan bahwa rasa bencinya masih ada. Namun, Yoongi tak bisa melihat Jungkook dalam keadaan begini. Ia tak bisa melihat Jungkook dengan seragam penjara dan juga wajah kusut yang sama sekali tak enak di pandang.
Jungkook tersenyum. Ia sedikit bangkit dan mengusap kaca dimana ia bisa melihat air mata Yoongi yang mengalir. Pemuda itu mengusapnya seakan ia mengusap betulan air mata Yoongi sahabatnya.
"Gue bahagia denger ini, Yoon. Gue bahagia.." ucap Jungkook lirih.
Sedari kecil, dunia membuat Jungkook merasakan apa itu tak diinginkan. Ia bahkan tak mendapatkan rasa aman di dalam keluarga, yang ada dalam keluarganya hanyalah kepalsuan dan juga kekerasan. Meskipun pernah memiliki Taehyung, tapi dendam mengambil Taehyung dan kemudian menghadiahkan Yoongi padanya. Dan jujur saja, dua orang itu adalah alasan Jungkook masih bertahan alih-alih bunuh diri seperti orang putus asa lainnya.
"Keluarga gue nggak ada yang mau nerima gue dulu. Mama pergi tanpa mau bawa gue sama dia, dan papa terpaksa urus gue tanpa kasih sayang. Gue nggak pernah ngerasa apa itu diinginkan dan dianggap penting. Tapi sama lo dan temen-temen gue bisa rasain itu.."
"Maaf udah bikin semuanya hancur. Maaf udah pernah berpikir buat manfaatin kalian demi balas dendam gue.."
"Gue nyesel banget Yoon.."
"Gue nyesel.."
Tak adil rasanya melihat Jungkook seperti ini. Yoongi bisa merasakan jika Jungkook benar-benar tersiksa dengan semuanya.
Semua rasa sakit Jungkook bertukar tambah dengan dendam kesumat yang selalu Jungkook junjung tinggi. Dan mungkin jika dilihat dengan seksama lagi, yang salah disini bukan hanya Jungkook. Semuanya bersalah disini. Ya! Semua bersalah. Dan tentunya itu termasuk Yoongi sendiri.
.
.
.
.
"Mah? Kok kakak sama papa lama banget pulangnya? Aku udah lemes banget mah.." ujar si kecil.
Shin ah mengusap peluh yang mengalir di pelipis Jin dengan raut wajah yang ketara khawatir. Wanita itu tak absen mengucap doa dalam hati supaya putranya bisa lebih baik. Ia tak kuat pada keadaan Jin yang seperti sekarang ini.
"Mau ya mama bawa ke dokter Daniel? Nanti kakak nyusul. Mama yang bakalan kasih tau," bujuk Shin ah. Namun Jin menggeleng.
Shin ah benar-benar bingung sekarang. Sudah beberapa kali ponselnya ia gunakan untuk menghubungi dua pria di keluarganya itu, namun keduanya tak ada yang menjawab. Malah sang suami tak aktif sama sekali.
'Aduh, gimana ini?' batin Shin ah bingung.
Keadaan Jin memang kembali memburuk siang tadi. Tepatnya pukul 11 siang, saat Jin tengah asik duduk di taman sambil memotret, anak itu tiba-tiba saja mimisan dan muntah darah. Ia bahkan mengeluh sesak dan berakhir demam seperti saat ini. Sejak tadi pula Jin tak mau berhenti menanyakan kakak dan juga papanya, ia bahkan tak mau diajak ke rumah sakit meskipun sudah beberapa kali Shin ah ajak. Takut di rawat lagi katanya.
"Dari tadi aku nggak bisa napas mah, kepala aku juga pusing. Kapan sih papa sama kakak pulang? Aku mau minta di usap papa.." lirih anak itu.
Shin ah mengusap dada Jin lembut. Sebagai seorang ibu ia tentu saja khawatir setengah mati. Tapi, anaknya terus saja ingin dekat dengan ayah dan juga kakaknya, bahkan Jin juga tak jarang bermanja. Sangat bukan Jin sekali.
"Masih berat nggak napas nya sayang? Atau mau mama pasang oksigen? Mama khawatir kalo adek kayak gini.."
Jin tersenyum. Tangannya mengusap tangan sang ibu yang masih ada di dadanya.
"Mendingan. Tapi Jin tetep pengen ada kakak sama papa.." ucap Jin. Entah apa yang ingin anak itu lakukan, tapi walaupun sudah berkata jika dirinya mulai membaik, Shin ah tak melihat itu sama sekali. Yang ada, Jin malah terlihat semakin pucat dan pucat, serta jangan lupakan pada suhu tubuh anak itu yang tiba-tiba saja mendingin.
"Adek tahan dulu ya? Mama mau coba nelfon papa sama kakak dulu," pamit Shin ah. Jin mengangguk kecil melihat punggung sang ibu yang agak menjauh darinya. Anak itu tersenyum ditengah rasa sakit yang menderanya.
Niatnya, Jin ingin menunggu papa dan juga kakaknya datang. Namun apa daya, mata Jin kini terasa berat untuk tetap terbuka. Dan dalam keadaan setengah sadar, Jin berdoa dalam hati semoga saja ia akan baik-baik saja untuk kali ini.
Ia tak mau pergi dalam keadaan belum pamit. Ia tak mau pergi secara tiba-tiba.
Tidak! Ia tak mau.
.
.
.
.
To be Continue
See you.[Mumpung agak luang ini, makanya aku Up. Selama membaca yaw!]
KAMU SEDANG MEMBACA
So Far Away [END]
Fiksi Penggemar*Bisa follow dulu sebelum baca Jinseok tahu jika luka dan sakit hati lumrah untuk di dapatkan manusia. Tapi, Jinseok hanya ingin ada orang yang menemaninya saat ia terluka. Tapi apa? Pada kenyataanya ia hanya sendirian. Tak ada yang menemaninya, b...