Part 5 : Stalker 2

3.4K 282 2
                                    

Mera membelai rambut Marry, keponakannya yang berkunjung bersama Jim, sore itu.

Tapi Mera masih menyimpan kesal karena kelakuan Cliff yang cuek tadi siang.

"Mukamu kenapa begitu?"

Jim menatap Mera yang hanya diam, tapi dia tahu adiknya itu kelihatan badmood sore ini.

"Ini Claire menitipkan pie Apple buat kamu, dia bilang mampir saja ke Kedai kalau kamu ingin main" Jim memberikan Bungkusan kepada Mera.

Mera mengambil bungkusan yang dibawa Jim. Dia tetap diam.

"Kamu tidak apa-apa Mera?" Tanya Jim lagi.

"Hm?" Mera menatap kakaknya itu.

"Tidak apa-apa, aku hanya kesal dengan seseorang"

"Pasti tentang laki-laki lagi? Jim duduk di samping Mera.

"Kamu terlalu banyak bertualang dengan laki-laki. Mungkin saatnya kamu cari seseorang yang serius?" Sambung Jim menyinggungnya.

"Hahaha... Aku belum mau terlalu serius" Mera menatap Marry yang asik memainkan gaun yang barusan dipajangnya.

Jim menggaruk kepalanya.

"Siapa lagi? Apa ada yang membuat kamu penasaran?"

"Ada tetangga...."

"Tetangga?"

Mera mengangkut jarinya menunjuk ke arah luar.

Jim melirik ke arah luar, Jim hanya tertawa.

"Serius? Tetanggamu yang bikin kamu badmood?"

Mera mengangkat bahunya.

"Uh, aku kira kamu hanya mengincar laki-laki dari Club, kaum jetset atau para laki-laki hidung belang"

Mera memukul lengan kakaknya itu.

"Sudah lah, kamu kan tahu cara menaklukan pria-pria tidak usah galau" Jim mengelus lengannya yang lumayan terasa sakit setelah di pukul Mera.

"Siapa yang galau?"

"Itu mukamu keliatan galau"

Muka Mera memerah semu, Jim hanya menggeleng melihat wajah adiknya itu.

"Mera, jaga dirimu. Aku sebenarnya sedih melihat kamu sudah terlalu jauh, tapi selama kamu bahagia, tidak ada yang bisa aku lakukan melarangmu" lanjut Jim memakai jasnya.

Mera menatap wajah Jim dan dia tidak perduli dan hanya menyengir.

"Aku pulang, Marry salam dulu ke aunty dulu"

Mera memeluk Marry dan mencium pipinya.

"Nanti aunty main ke kedai mamamu Claire, kalau tidak sibuk ya sayang"

"Iya aunty"

"Kami pergi dulu" Jim menggendong Marry.

"Jim..."

Jim menoleh, wajah Mera tampak serius.

"Terima kasih sudah datang"

"Hmm, jaga dirimu" Jim mendorong jidat Mera.

°°°

Mera meletakan piring-piring kotornya di wastafel dan mengelus perutnya yang terasa buncit. Pie apel buatan Claire memang sangat enak.

Mera merebahkan dirinya di sofa. Sudah seminggu dia tidak balik ke apartemennya. Di liriknya jam di dinding. 21:45.

"Pulang ah"

Mera mematikan semua lampu, mengunci pintu rumah tokonya, dan menuju mobilnya.

Langkahnya terhenti, matanya memandang toko Cliff di seberang sana. Lampunya menyala dan Pintunya nampak tidak rapat tertutup.

Dirinya tergoda, masuk ke dalam toko.

"Stop Mera, dia bukan tipemu!" Mera menegur dirinya sendiri. Cliff saja kelihatan lebih imut dan lembut dari dirinya, kulitnya lebih putih darinya dan Kemungkinan dia tidak suka wanita!

"Hm, apakah hormon adrenalin ini terlalu senang untuk ditantang?" Mera mengacak rambutnya. Tapi seperti biasa dirinya tidak bisa dibuat penasaran.

Sebenarnya, dia bukan hanya penasaran dengan Cliff. Selama ini Mera merasa percaya diri, semua pria pasti menginginkan berbicara dengannya dan menyukainya. Dan rata-rata semua Pria menginginkan itu.

"Oke, ini terakhir kalinya aku mendekatinya!" Mera menerima tantangan dirinya yang penasaran karena sikap cuek Cliff tadi siang.

Mera memutuskan untuk masuk ke rumah toko Cliff.

"Entah lah, dasar perempuan gila" Mera memaki dirinya sendiri.

Rumah Toko itu tampak sepi. Karena Pintunya depannya terbuka sedikit. Mera mengendap-ngendap masuk. Mera melihat di dalam, toko ini sudah terlihat bagus dengan cat pink muda. Tapi beberapa pernik dekorasinya masih berantakan.

"Halo?" Mera mencoba memanggil Cliff. Tidak ada jawaban. Mera menatap ruangan sekelilingnya. Cliff sepertinya memang menyukai warna wanita.

Mera melihat merasa ada orang belakang. Mera mendekatinya pintu di belakang itu. Tenyata ada lorong luas dan tangga menuju ruangan di atas. Bentuk rumah toko ini berbeda dengan milik Mera.

"Halo?"

Tetap tidak ada jawaban. Haruskah Mera naik ke tangga itu?

Lagi-lagi Mera memutuskan untuk nekat naik ke tangga itu. Pintu ruangan di depan tangga itu terbuka.

"Haruskah?"

Mera sempat berpikir untuk turun. Tapi lagi-lagi jiwa penasaran memaksa dirinya untuk memberanikan diri mengintip ke dalam ruangan itu.

Dia bisa melihat Cliff.

Cliff sedang mengeringkan rambut dan tubuhnya dengan handuk dan dia telanjang!

Mera berusaha tidak panik. Kebodohannya mengendap-ngendap seperti maling tapi setidaknya dia dapat nontonan yang menurutnya menarik. Wangi maskulin tercium Cliff baru saja mandi. Mera menyukai wangi itu.

Mera tidak menyangka walaupun Cliff mempunyai postur tubuh yang kelihatan kurus tapi otot di tubuhnya masih terlihat jelas. Mera mengagumi tubuh belakang Cliff.

Cliff tidak mengetahui kehadiran Mera. Tapi Cliff bisa saja melaporkannya kepada polisi karena masuk ke area pribadinya seperti maling. Mera menjitak kepalanya dia merasa dirinya memang tidak waras.

Cliff membalikkan badannya karena mendengar sesuatu di belakangnya, dia terkejut!

Matanya membesar melihat Mera, tiba-tiba ada di depan pintu kamarnya dan dirinya dalam keadaan telanjang bulat! Cliff tampak tertegun sampai tidak bisa berkata-kata, dia tidak percaya apa yang dilihatnya.

Mera menatap ke bawah selangkangan Cliff. Penis pria itu nampak jelas sekali. Mera menelan ludahnya. Cliff reflek menutupinya dengan handuk.

Muka Cliff terlihat marah.

"Miss ?"

MERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang