BAB 43: Segera...

2.8K 250 6
                                    

°°°

Malam itu angin terasa bertiup cukup kencang. Awan di langit pun terlihat gelap dan tampak rendah menutupi bintang. Awan-awan itu pun seperti bergelantungan tampak mau jatuh, dan udara pun terasa membuat gerah.

"Sepertinya memang akan hujan" Mera menatap keatas langit sambil memakai hoodie-nya.

"Hm, memang menjelang sore tadi mulai terasa gerah" Cliff juga ikut melihat ke atas langit.

Jalan menuju kedai Claire sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi traffic jam di jalan raya utama memang terjadi di jam-jam saat semua orang pulang kerja atau selesai dari aktivitas mereka. Mobil bergerak sangat lambat. Mereka harus bersabar mengantri giliran jalan setelah lampu merah.

"Hm, makanya aku lebih suka naik sepeda" Gumam Cliff sambil membenarkan letak kacamatanya yang melorot. Cliff menatap Mera yang kelihatannya mulai moody karena mobil mereka sama sekali tidak bergerak, terjebak.

Mera membalas tatapan Cliff, sambil menyudutkan senyum di bibirnya dengan terpaksa. Tapi Cliff termasuk orang yang sabar dalam menghadapi macet ini. Kalau dirinya terjebak macet begini sudah pasti bakal menekan klakson terusan-terusan ditambah lagi dengan mood jelek.

"Apa bunga-bunga tokomu sudah selesai dirapikan?" Tanya Mera.

"Untungnya sudah selesai semua, tinggal besok ada bunga baru datang lagi" jawab Cliff.

Mera memeluk manja lengan Cliff. Cliff hanya tersenyum.

"Terima kasih, sudah mengirimkan makanan dan bunga matahari hari ini" Mera menatap manja.

"... Jangan telat makan" Cliff mengelus rambut Mera dan mengecupnya. Cliff selalu menyukai wangi Mera.

"Paling pekerjaanmu yang numpuk. Kamu kan pergi tanpa rencana kemarin" tanya Cliff. Mera hanya meringis, Cliff memang selalu tahu masalahnya tanpa dia cerita.

Mera menyukai rasa nyaman saat berdekatan dengan Cliff. Mera Menggelayut manja dengan erat. Dia mulai mengantuk.

Cliff menatap Mera yang memejamkan matanya. Wajahnya sangat polos.

"Jangan tidur, aku tidak tahu jalan ke kedai Claire" Cliff mengerakan lengannya agar tetap Mera bangun.

"Hm... Masih macet ah" Mera tetap menempel di lengan Cliff tapi tangan Mera yang satunya mulai usil. Cliff tahu Mera mau menggodanya. Mera mengusap paha Cliff dengan pelan, tapi dia hanya pura-pura terpejam.

"Hei, jangan nakal. Kita mau ke tempat Jim" Cliff menegur Mera agar dia tidak usil. Mera tertawa, Cliff kelihatannya takut Mera menyentuh selangkangannya.

"Memangnya kenapa? Kamu tidak tertarik melakukannya di mobil" Mera mendekatkan wajahnya, mencoba untuk menggoda Cliff.

Cliff menghela napasnya. Cliff mengelus kepala Mera berkali-kali dengan kuat, hingga rambutnya berantakan. Mera mencubit lengan Cliff dan segera merapikan rambutnya yang diacak-acak Cliff.

"Kemarin saja, sepertinya ibuku tahu kita melakukannya"

Mera melirik.

"Kalau itu kan kamu yang nekat! Aku sudah bilang jangan lakukan." ejek Mera.

Cliff diam, dia tahu memang itu kesalahan dirinya yang tidak bisa menahan diri. Cliff menatap Mera yang masih merapikan rambutnya yang kusut itu.

Cliff menghela napasnya, dia masih menunggu saat yang tepat.

Akhirnya setelah 25 menit terjebak macet, mobil mereka pun bisa berjalan lancar hingga sampai di depan kedai Claire.

Cliff mengikuti langkah Mera. Saat sampai di depan Kedai, Claire menyambut mereka. Cliff tidak lupa membawakan buket bunga Lily putih untuk Claire, tentu saja Claire sangat senang. Dia ingat Jim juga pernah membawakan bunga dari toko Cliff.

Langit masih terlihat mendung, angin pun meniup pohon-pohon di sekitar kedai yang nampak lengang itu. Beberapa orang tampak sedang asik dengan laptopnya.

Ini pertama kalinya Cliff mengunjungi kedai milik Claire. Cliff menatap sekeliling kedai milik Claire, tempatnya memang sangat nyaman. Lokasinya juga tidak terlalu jauh dari tempat Cliff, dia pasti akan sering main ke kedai ini. Apalagi Cliff menyukai pie buatan Claire.

"Hai Cliff" Jim juga baru sampai di kedai. Dia menyapa Cliff yang duduk di dekat pintu kedai. Cliff tersenyum membalas sapaan Jim yang menggendong Marry.

"Uncle... Rumah bunga!" Marry berteriak sambil menunjuk Cliff dari gendongan Jim.

Marry kelihatannya senang bertemu dengan Cliff datang. Dia bergegas turun dari gendongan Jim dan mendekati Cliff. Wajahnya sangat ceria.

"Hallo Marry, Apa kabar?" Sapa Cliff sambil mengusap rambut Marry.

"Baik uncle" jawab Marry. Marry mengingat Cliff dengan baik.

"Cliff, kamu mau minum apa?" Tanya Mera yang sedang memotong pie.

"Hm, apa aja asal jangan kopi" jawab Cliff sambil melepas jaketnya. Marry masih menatap Cliff, dia minta di duduk di pangkuan Cliff.

"Marry jangan ganggu uncle" Claire muncul dari ruang belakang dan menegur Marry. Marry hanya tertawa sambil bersembunyi di belakang kursi Cliff.

"Sebentar ya, mama baru dapat bunga dari Cliff." Claire meletakan vas bunga berisi Lily putih itu di Meja kasir, dan meja itu jadi tampak lebih segar.

"Wah, memang cantik sekali" puji Claire, matanya berbinar.

"Jangan lupa, airnya diganti dua hari sekali" Cliff merasa senang karena Claire menyukai bunga darinya.

"Ah baiklah" sahut Claire sambil mengusap perutnya yang nampak membesar. Cliff tahu, Claire sedang mengandung.

"Apa Marry mau punya adik lagi?" Tanya Cliff kepada Marry. Marry hanya mengangguk.

"Marry mau punya adik cewek" jawabnya dengan suaranya yang lucu. Cliff sangat gemas melihat Marry.

Tidak lama, Jim pun duduk di samping Cliff. Dia telah selesai menelpon seseorang dan meletakan handphonenya di meja.

"Sebaiknya jangan merokok di sekitar Claire yang sedang mengandung" tiba-tiba Cliff menatap Jim yang baru saja duduk itu. Cliff tersenyum karena Jim bau rokok. Jim yang membesarkan matanya.

"Kalau Jim memang susah dikasih tahu, sama seperti Mera" sahut Claire sedikit mengomel sambil menuangkan teh panas.

"Aku sudah tidak merokok, yang ngajari kan merokok kan si Jim!" Sahut Mera melemparkan kesalahannya kepada Jim. Jim memelototi Mera. Mera hanya menyengir.

"Hm, tapi Aku sudah Berniat berhenti" Jim hanya mengangguk lehernya, akhirnya dia mengalah saja.

"Awas ya, kalau merokok lagi" ancam Claire. Jim tidak bisa membalas ancaman istrinya itu, dia mengiyakan saja.

Cliff hanya menahan tawa, melihat Jim kebingungan. Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil meringis ke arah Cliff.

Sedang Marry masih bermain-main di sekitar Cliff. Cliff berusaha menjaganya agar dia tidak keluar dari pintu kedai, karena Cliff dan Jim duduk di dekat pintu.

"Cincin..."

Cliff menoleh ke arah Marry.

Marry memegang kotak cincin yang Cliff taruh di kantong jaketnya.

°°°

MERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang