Part 22: Ben...

3K 251 5
                                    

"Kamu tambah cantik Mera" Mata Ben seakan-akan merayapi setiap tubuh Mera. Mera benar-benar merasa sangat tidak nyaman.

Rasa sakit, kekecewaan, ketakutan dan kecemasan mulai timbul diingatan Mera. Padahal selama bertahun-tahun Mera berhasil melaluinya. Dan hari ini pria bernama Ben ini muncul menghancurkan perisai yang Mera pikir sudah bentuk dengan sangat kokoh.

"Kenapa, kamu tampak tidak senang bertemu denganku Mera?" Ben tetap tidak perduli dengan sikap Mera yang merasa tidak nyaman dengannya.

"Maaf, aku harus pergi" Mera gelisah, segera berdiri untuk pergi.

"Tenang, istriku tidak akan tahu. Dia sibuk di depan pelaminan" Ben menahan tangan Mera dan menariknya kembali duduk.

Mera sangat marah, dia ingin memukul Ben dengan gelas yang ada dihadapannya.

"Kamu tidak merindukanku? sudah lama kita tidak berjumpa, dan kamu kelihatan sangat cantik Mera" Ben hampir menyentuh punggung Mera.

Mera menepis tangan Ben.

"Tapi, kamu tidak lupa kan dengan apa yang aku pernah bilang?" Pertanyaan Ben itu seakan menghujam jantungnya lebih keras. Air mata Mera hampir terjatuh. Napasnya mulai terasa sesak. Mulutnya terasa kelu.

"Pasti kamu tidak akan lupa kan?" Ben bertanya lagi. Dia menurunkan tangannya, akan menyentuh paha Mera.

"Apa yang mau kamu pegang?"

Cliff mencengkram tangan Ben sedang tangan satunya memegang piring berisi makanan. Ben tampak terkejut.

"Kamu siapa?" Tanya Cliff. Cliff menatap Mera yang tampak kaku, matanya sudah berkaca-kaca.

Ben berusaha menarik tangannya, tapi Cliff terlalu kuat mencengkram pergelangannya.

"Kamu siapa?" Cliff bertanya sekali lagi pandangan menunjukan ketidaksukaannya dengan Ben. karena Cliff tahu Ben akan menyentuh Mera.

"Dulu Saya Dosen Mera, dia pernah kuliah" Ben menatap Mera. Ben tiba-tiba gugup merasakan tangan Cliff semakin keras mencengkramnya.

"Kenapa kamu menakutinya?" Suara Cliff terdengar sedikit tinggi. Cliff menatap Ben dengan tajam. Dia tidak melepaskan tangan Ben. Tapi Cliff menahan dirinya untuk tidak memukul pria yang terlihat lebih tua darinya itu.

"Cliff..." Mera menggeleng.

"Kenapa kamu menakutinya?" Cliff kembali bertanya kepada Ben. Sedang Ben juga terlihat menahan dirinya untuk tidak emosi, Cliff masih tidak melepaskan tangannya.

Mera ini kedua kalinya, Mera melihat Cliff seperti itu. Cahaya matanya tajam benar-benar terlihat kelam, rahangnya terlihat keras dan Mera yakin dia pasti menahan emosinya.

"Cliff sudah" Mera berusaha menyadarkan Cliff.

"Hm" Cliff melepaskan pegangannya dan menaruh piring makanan di depan Mera.

Mera hanya diam melihat makanan yang diletakan Cliff di meja. Tapi dalam hati Mera benar-benar Lega, Cliff muncul.

"Makan lah" Cliff berusaha tersenyum kepada Mera. Cliff bisa melihat sisa air mata Mera.

"Kalau begitu saya permisi" Ben beranjak meninggalkan meja.

"Sebentar..." Cliff menahan tangan Ben lagi, dan mendekati Ben.

"Aku tidak tahu apa yang pernah kamu lakukan tapi jangan pernah menyentuhnya. Kamu harus tahu sopan santun, pak Dosen. Untung aku tidak memukulmu" bisik Cliff tersenyum dingin.

Ekspresi Ben tidak senang karena merasa diancam, Ben membalas tatapan Cliff. Dia tidak takut. Ben menepis tangan Cliff dan bergegas meninggalkan mereka.

MERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang