1. Awan Senja

4.2K 207 58
                                    

Koh Pha-ngan, Thailand

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Koh Pha-ngan, Thailand.

Mata biru sewarna langit itu menatap penuh harap pada gadis berparas Asia Tenggara yang duduk di hadapannya. Ia menanti. Namun sekali lagi, satu gelengan tanda penolakan masih saja ia dapati.

"Thanks, Kate. But, I'll skip it," jawab Sandhya.

Perempuan 29 tahun itu tahun masih saja kukuh. Ajakan Kate untuk nongkrong malam di The Mekh—bar yang tidak jauh dari pondokan mereka—memang terdengar menyenangkan. Namun, Sandhya sudah cukup bersumpah untuk segera menyelesaikan tenggat pekerjaan yang makin mepet. Salahnya memang, kalau saja kemarin malam ia tahan godaan Fullmoon Party[1]

dan bukan malah menggila hingga pagi, pastinya ia tidak perlu bekerja lebih ekstra sepanjang hari ini.

"Got it. Just try to ... stay sane, okay?" pesan Kate nyeleneh, yang kemudian menyulut tawa ringan Sandhya.

Tak lama, bule cantik asal Kanada—yang berbagi suaka dengan Sandhya di Maphraw co-working space itu pun—undur diri dari teras pondokan kayu. Ia tampak memelesat riang, menuju pinggiran laguna bersama beberapa kawan sesama nomad yang sering Sandhya jumpai.

Serupa awan, ia adalah yang tengah berkelana tanpa tahu tujuan.

Hanya satu hal pasti yang ia pahami,

kelananya adalah renungan paling sunyi.

Desau angin beraroma garam yang basah kembali menemani selarik sajak mengalun dalam kepala, lalu menyelinap sebagai sebuah makna di batin. Mata Sandhya kini telah kembali pada sebuah hiburan kecil dalam genggaman—buku bacaan. Fiksi, adalah yang kali ini dipilih perempuan berambut pendek potongan bob itu untuk makanan ringan bagi hati.

Satu senyum penuh rasa rikuh terkembang pada garis bibir. Sesungguhnya, Sandhya hanya tengah malu karena sajak itu seperti membaca dirinya, bukan dirinya yang tengah membaca sajak. Cirrus—penulis asal Indonesia yang satu itu—memang hampir tidak pernah mengecewakan. Sudah tiga karya yang dinikmati Sandhya dari nama pena itu, semua selalu berhasil menyentuhnya.

Dan, karya baru yang kini ada di genggaman Sandhya, secara niat memang telah ia pesan ketika periode pra-pesan di satu bulan lalu untuk dikirim langsung ke Thailand. Beruntungnya, kemarin hari, buku kumpulan cerpen dan puisi itu tiba dengan selamat.

Mata Sandhya memberi jeda pada baris kata, menatap lagi awan-awan di batas senja. Mereka berkumpul secara acak, lalu tampak bergerak pelan. Ke mana mereka ditakdirkan pergi dan jatuh sebagai rintik hujan, tidak ada yang benar-benar tahu. Ia pun kembali memikirkan hidupnya selama hampir tiga tahun belakangan yang juga tampak seperti itu, seperti awan-awan yang berkelana tanpa tahu tujuan.

Ketika layar komputer jinjing kembali jadi peraduan atensi Sandhya, angka-angka yang merangkai harga tiket dan jam-jam penerbangan tampak berbaris di layar ketika ia membuka laman situs agen tiket dan perjalanan. Semua segera mengundang bayangan suasana kabin dan hiruk-pikuk bandara dalam benak.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang