33. Benang Merah

572 90 33
                                    

Ada kejutan buat kamu di akhir bab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada kejutan buat kamu di akhir bab. Selamat membaca :)

-:-:-

Sandhya menyodorkan gelas berisi teh leci dingin. Yang ditawari tampak mendongak, sebuah senyuman lalu terpatri pada garis bibirnya seraya menerima minuman segar itu. Kalinda lalu tampak bergeser sedikit dari kursi rotan yang ia duduki, memberi tempat untuk Sandhya.

"Makasih, Mbak," ucap Kalinda.

Sandhya kemudian hanya tampak mengangguk sederhana seraya mengambil tempat di sebelah sang sepupu. Selepas makan malam bersama yang terasa hangat tadi, teras belakang rumah yang teduh dan dihiasi lampu-lampu temaram itu lalu menjadi ruang temu rasa bagi keduanya.

"Mbak Sandhya, stay-nya masih lama, 'kan?" Kalinda membuka obrolan.

"Kayaknya iya," jawab Sandhya, masih sedikit canggung.

"Jangan buru-buru pergi lagi, Mbak. Semua di sini masih kangen sama Mbak," ungkap Kalinda diiringi senyuman ramah. Perempuan itu kemudian tampak meneguk singkat teh dingin dalam gelasnya

Sandhya lalu hanya membalas dengan anggukan singkat. Sudut bibirnya kemudian tampak tertarik tanggung, membalas senyuman Kalinda. Sekilas, sepasang netra perempuan itu masih memaku tatap pada wajah Kalinda. Sungguh, masih sulit dipercaya jika paras yang selama ini ia anggap begitu mirip dengan ayahnya ternyata bukanlah yang diturunkan dari sana.

"Kalin." Sandhya menguapkan sunyi selepas meneguk minumannya.

"Hm?"

Sandhya tampak mengulum sejenak kata-katanya. Ada sedikit kelu di lidah. "Mbak minta maaf."

Kalinda sudah menduga jika topik bincang seperti ini akan terangkat ke permukaan. Ia kemudian belum ingin menanggapi. Masih memberi Sandhya waktu untuk melanjutkan kalimat.

"Mbak minta maaf karena selama ini nggak pernah bisa menerima kamu," ulang Sandhya lebih jelas.

Kalinda lalu tampak menaruh gelasnya di atas meja kecil di hadapan mereka. Ia memutar sedikit posisi duduknya, lalu menatap wajah sepupu sekaligus kakak angkatnya itu.

"Jangan minta maaf sama saya, Mbak. Justru saya memaklumi kalau Mbak Sandhya nggak bisa menerima saya. Dulu, saya dan Mbak Sandhya hanya tahu jika saya ini anak biologis Om Seno. Sangat wajar kalau Mbak nggak bisa menerima anak yang statusnya seperti saya ujug-ujug datang ke keluarga ini dan disuruh untuk menganggapnya seperti saudara sendiri," ungkap Kalinda diiringi senyuman sendu. Entah mengapa kalimat-kalimat itu terdengar menyesakkan bagi Sandhya.

"Jujur, sampai detik ini, saya masih nggak paham kenapa Om Seno mau-maunya mengaku sebagai ayah biologis saya. Itu sama sekali bukan tanggung jawabnya. Padahal bisa saja kalau Om Seno mau mengadopsi saya sebagai anak yang orang tuanya tidak diketahui. Dan, padahal bisa saja Om Seno menghindari konflik dengan keluarga intinya dengan cara begitu."

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang