Hey, apa kabar! Long time no see :')
-:-:-
Selepas pertemuan dengan sang Ayah di rumah sakit, sikap Rendra berubah agak dingin. Pras paham kalau itu karena dirinya. Ia sendiri memang sempat merasa bersalah karena sudah lebih dulu membocorkan persoalan pribadi sang kakak pada Ayah. Namun kemudian, Pras tetap memberi pembenaran pada tindakannya. Biar bagaimana pun, Agung memang masihlah Ayah dari Rendra, dan ia berhak mengetahui keadaan sang putra.
"Mas Pras, mau ada acara apa, nih?"
Suara riang Sandhya terdengar menyapa. Perempuan ayu berambut pendek itu baru saja keluar dari paviliunnya. Raut Sandhya terlihat setengah heran ketika sore itu mendapati Pras dan Lando sibuk menggotong beberapa meja kayu dari Pelataran Langit ke halaman kecil yang ada di antara Paviliun Senja dan Paviliun Langit. Meja-meja itu kemudian disusun jadi satu, hingga ukurannya berubah panjang.
Pras lalu tampak tersenyum semringah dan menjawab, "Ada perayaan kecil-kecilan, Mbak. Pokoknya nanti malam harus ikut, ya."
Masih setengah misterius, Pras hanya mengakhiri jawabannya dengan senyuman. Meski begitu, bagi Sandhya, kata 'perayaan' sudah cukup untuk membuatnya jadi tidak sabar.
"Mas Pras, yang ini mau ditaruh di mana?"
Bintang, si barista cantik berkacamata yang sedang membawa kardus ukuran sedang di pelukannya itu, terdengar berseru dari kejauhan.
"Sini aja, Tang. Mau dipasang sama Lando," balas Pras semangat, seraya melambai singkat.
Serangkaian lampion kertas, lampu gantung, lilin-lilin, dan berbagai hiasan meja bergaya rustic, kemudian berceceran di sekitar halaman. Lando satu persatu mengeluarkannya dari kardus-kardus yang bergantian dibawa Bintang.
Ketiganya lalu mulai sibuk berbenah lagi. Sandhya juga ikut membantu sesuai instruksi. Pelan-pelan, halaman hijau mungil itu pun disulap menjadi seperti venue untuk pesta kebun kecil-kecilan. Seketika, di kepala Sandhya terbayang bagaimana nanti malam rangkaian lampu dan lampion kertas yang sedang dipasang oleh Pras dan Lando, akan dinyalakan. Ia tersenyum miring. Pasti akan sangat menyenangkan duduk-duduk di bawahnya sembari makan dan mengobrol bersama.
Pras sempat terinterupsi ketika Rendra tiba-tiba muncul dan mengusung beberapa barang yang masih diperlukan ke halaman. Masih terasa canggung saat pandangan mereka tidak sengaja bertaut. Rendra tak bicara, hanya terus melakukan perkerjaan yang sekiranya masih sanggup ia lakukan sendiri.
"Mas, jangan angkat yang berat-berat."
Kebisuaan mendadak pecah. Sekat penuh rasa gengsi yang telah beberapa hari menjamur itu, seketika luruh oleh kambuhnya rasa khawatir Pras. Ia ingat jika Rendra baru saja pulih. Sang barista pun buru-buru mengambil alih kardus besar yang ada dalam dekapan kakaknya.
Rendra terdiam. Ia sekilas mendapati raut canggung di wajah Pras. Jemarinya pasrah ketika Pras perlahan menggantikan tugasnya. Tanpa perlu persetujuan, mereka nyatanya telah berbaikan. Para pria memang kadang begitu, tidak butuh banyak kata, hanya perlu tindakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cloudy Place In Your Heart (FIN)
RomanceBagi Sandhyakala Dewi Kusuma (Sandhya), kehidupannya selama hampir tiga tahun belakangan sebagai seorang pengelana digital, alias digital nomad, bagaikan awan-awan yang berkelana tanpa tahu arah. Hampir tidak ada kata "menetap" dalam kamus hidup San...