Silakan dinikmati dengan tenang. Semoga suka
-:-:-
Rendra menaikkan risleting down jacket tebal warna hitam sampai sebatas leher. Lapisan di tubuhnya kini bertambah setelah sebelumnya ia mengenakan sweter rajut di dalam. Kini ia merasa tubuhnya sudah cukup hangat dan aman, siap untuk diterpa udara dingin.
Pagi masih begitu dini, dan mentari masih berselimut langit gelap. Udara yang tipis dan beku segera menyambut selepas kaki melangkah ringan keluar Paviliun Senja. Uap-uap putih spontan terembus dari celah bibir Rendra yang mendesah tipis. Hari-hari kemarau di Tanah Para Dewa memang kian bergerak menuju puncak. Siang terasa terik, tetapi pagi dan malam justru selalu terasa begitu dingin.
Tak lama, sesuatu yang sinarannya seakan telah mendahului sang surya yang masih terlelap, tampak hadir dari arah Paviliun Langit yang ada di seberang. Sandhya dengan senyuman kekanakkannya yang cerah, menyambut Rendra. Ia juga sudah tampak hangat dengan down jacket biru tua membalut tubuh dan syal rajut hitam yang melilit leher. Sebuah tas kamera kecil tersampir di pundaknya.
"Jadi, kita mau ke mana?" tanya Sandhya antusias selepas mereka keluar dari gerbang bawah Pelataran Langit.
"Nanti kamu juga tahu," jawab Rendra, diikuti senyuman ringan. Ia kemudian membukakan pintu mobil dan mempersilakan Sandhya masuk.
Jawaban itu masih tetap saja sama seperti kemarin sore. Sandhya akhirnya menyerah, membiarkan penasaran yang nantinya akan memberi kejutan. Ia percaya pria di sampingnya itu tidak akan berbuat aneh-aneh.
"Di pekan depan atau dua minggu lagi, kalau Sandhya ada waktu, boleh temani saya pergi? Ada yang mau saya tunjukkan sama kamu."
Kala senja pada seminggu lalu di mana mereka kembali duduk berdua, Rendra mengucapkan permintaan itu dengan sangat tenang. Memang bukan hal baru lagi bagi Sandhya untuk menghabiskan waktu berdua dengan Rendra. Namun, ia merasa kalau ajakan tersebut akan jadi sesuatu yang kesannya khusus.
"Semalam susah tidur?" tanya Rendra tiba-tiba.
Ia mengerling singkat ke arah Sandhya yang duduk di sebelahnya. Perempuan itu sedari tadi tampak menguap berulang kali.
"Hm, agak susah," jawab Sandhya.
"Terlalu excited mau pergi sama saya pagi ini, ya?" tanya Rendra dengan nada setengah menggoda yang kasual.
Meski maksudnya bercanda, sayangnya ocehan pria itu berhasil menyulut rasa rikuh Sandhya. Terang-terangan ia seperti ditodong. Kalau boleh jujur, sebagian pikiran Sandhya sebenarnya memang telah tersita oleh bayangan Rendra semalam suntuk.
"Ih, pede banget. Mas Rendra kali yang semalaman overthinked," kilah Sandhya diiringi tawa malu. Jemarinya memukul singkat lengan Rendra. Pria itu kemudian hanya tampak tergelak puas.
Mobil kini telah melaju jauh meninggalkan Pelataran Langit. Rendra fokus memegang kendali setir, membawa mereka melewati bentang jalanan berliku dengan medan naik-turun di luar sana. Semua masih tampak lumayan gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cloudy Place In Your Heart (FIN)
RomanceBagi Sandhyakala Dewi Kusuma (Sandhya), kehidupannya selama hampir tiga tahun belakangan sebagai seorang pengelana digital, alias digital nomad, bagaikan awan-awan yang berkelana tanpa tahu arah. Hampir tidak ada kata "menetap" dalam kamus hidup San...