I tried ma best to put my feelings while writing this chapter. Really, it's not easy. Nggak tau udah berapa kali rewrite :') Kalau ada yang bingung sama isinya, silakan dikritik aja. Kasih saran juga boleh banget. Enjoy!
-:-:-
Lampu-lampu di tiap sudut ruang sudah dimatikan. Bangku-bangku dan semua peralatan di meja bar pun tampak telah tertata ke tempat asal. Pelataran Langit kini hanya menyisakan wangi kopi yang samar-samar masih menggantung di udara selepas satu jam lalu tutup. Pras tak lupa memajang tanda 'closed' berwarna merah di depan kaca sebelum melenggang santai dari daun pintu masuk kafe. Langkahnya yang setengah letih itu kemudian mengayun di bawah naungan langit malam sembari kedua lengannya memeluk kotak kardus yang ukurannya tidak begitu besar.
Tiba di Paviliun Senja, Pras mendapati daun pintu kamar kakaknya tampak terbuka setengah. Sang barista perlahan melangkah ke dalam selepas suara Rendra yang terdengar samar mempersilakannya masuk.
Kala itu, Rendra terlihat sibuk di depan meja kerja bersama komputer jinjing. Ketika Pras iseng menilik ke arah layarnya, ia tak kuasa menahan senyum. Sebuah layout naskah yang sudah rapi terpampang di sana, sedang diperiksa oleh Rendra. Pras tahu, sang kakak akhir-akhir ini memang sedang sibuk dengan persiapan terbit karya terbarunya yang sudah hampir rampung.
"Mas harus lepasin Sandhya, Pras. Mas ini sama sekali nggak pantas untuk dia."
Sebetulnya, miris jika mengingat bagaimana sang kakak kembali bersikap begitu keras pada diri sendiri, menafikan cinta yang sebenarnya sudah tumbuh di hati. Ditambah lagi, kondisi kesehatannya yang kerap naik-turun juga telah membuat banyak hal di hari-hari Rendra semakin terbatas. Kesabarannya banyak diuji di kala itu. Namun kini, Pras merasa lega. Tuhan nyatanya telah berikan penghiburan.
Meski dunia fisik Rendra telah dipangkas hingga begitu terbatas dan ia sempat begitu terpukul karena kehilangan seseorang, Tuhan sudah gantikan semua dengan kelapangan imaji dan kreativitas batin. Pras bahagia ketika melihat Rendra lebih banyak mengalihkan energinya untuk menulis dan melukis lagi. Pria itu kini lebih banyak tersenyum dan pelan-pelan menerima semua kondisinya.
"Mas Rendra, kalau sudah capek, istrahat dulu," pesan Pras yang kemudian hanya ditanggapi dengan anggukan ringan oleh Rendra. Pria itu tampak masih konsentrasi dengan deret kata di layar.
"Mas, aku sebetulnya mau kasih ini," ujar Pras sembari beranjak menaruh kotak kardus yang tadi ia bawa di atas ranjang.
Pandangan Rendra dibuat terputus dari layar. Pria dengan lesung pipi itu perlahan bangkit dari kursi kerja, lalu mendekat ke arah Pras sambil menggusur tabung oksigen kecil yang sedari tadi menemaninya.
"Ini apa?" tanya Rendra, kemudian duduk di tepi ranjang.
Pras kemudian hanya memberi senyuman dan isyarat kecil agar Rendra segera membukanya sendiri.
"Pras, ini ...."
Kalimat Rendra terdengar menggantung selepas ia mendapati apa yang ada di dalam kotak kardus. Tatapan pria itu berganti menjadi bingung ketika ia mengeluarkan beberapa isinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cloudy Place In Your Heart (FIN)
RomanceBagi Sandhyakala Dewi Kusuma (Sandhya), kehidupannya selama hampir tiga tahun belakangan sebagai seorang pengelana digital, alias digital nomad, bagaikan awan-awan yang berkelana tanpa tahu arah. Hampir tidak ada kata "menetap" dalam kamus hidup San...