Yang dipasrahkan, tetapi di saat bersamaan juga diizinkan bertahan.
Kata orang, suwung-mu itu 'Kasinungan'.
Dan lalu, jika kau berkenan, ingin kutanyakan,
"Sedamai apa berada dalam sebuah kekosongan?"
Sandhya menatap lesu pada sepenggal sajak yang terpampang pada layar ponsel, berulang kali ia membaca unggahan-unggahan baru Cirrus pada media sosial berlogo burung biru kecil. Di unggahan paling terakhir, Sandhya mendapati ucapan terima kasih sang penulis untuk semua pembaca yang telah sangat antusias meramaikan masa pra-pesan buku terbarunya. Semua kopian ludes tidak bersisa hanya dalam setengah jam dari semenjak pra-pesan dibuka.
Sandhya seketika tampak memberengut kesal ketika mengingat periode pra-pesan buku terbaru Cirrus kemarin malam. Sialnya, Sandhya bukan bagian dari orang-orang pertama yang akan memeluk buku terbaru si penulis kesayangan. Padahal sudah rela begadang sampai tengah malam, tetapi tetap saja tidak kebagian.
"Sabtu-sabtu, sore lagi indah-indahnya begini, tapi bibir udah maju lima senti."
Celetukan Surya yang lewat di depan teras rumah, sontak membuat Sandhya melepas tatap dari layar gawai.
"Ck, nggak usah cari ribut, deh," tukas Sandhya kesal dengan pandangan menyipit. Surya kemudian hanya tampak cekakak-cekikik tidak jelas, merasa puas menggoda kakaknya.
"Lagian, rupamu kuwi lho, Mbak. Kusut tenan. Ono opo, sih?" tanya Surya sembari menjemba sepatu kets dari rak di dekat pintu. Sandhya kemudian hanya terdengar berdecak pelan. Malas menjawab.
"Kamu mau ke mana, Sur?"
Sandhya lalu malah balik bertanya. Ditiliknya sang adik sudah bersiap mau pergi dengan tas tercangklong di sebelah pundak.
"Biasa lah, Mbak," jawab Surya enteng. Si bungsu lalu mengambil tempat di sebelah Sandhya, hendak mengikat tali sepatunya.
"Hari ini shift sore?" Sandhya memastikan.
Surya mengangguk enteng. "Iya tukar sama teman." Surya kemudian tampak mengambil kunci motor dari sakunya. "Nggak mau ikut, Mbak? Malam minggu gini, kafe pasti rame. Lumayan nongkrong."
"Nongkrong? Sama siapa? Yang ada Mbak bengong," tukas Sandhya, yang kemudian ditimpali tawa oleh Surya.
"Eh, iyo, Sur. Piye skripsimu?" Sandhya spontan bertanya perihal yang sangat acak pada Surya.
Adiknya itu kemudian tampak bangkit, lalu merapikan bajunya dengan santai. Tumben sekali, raut Surya sama sekali tidak tegang seperti beberapa waktu lalu ketika Sandhya menodongnya dengan pertanyaan yang sama.
"Doain aja, Mbak. Dua minggu lagi kayaknya aku sudah bisa yudisium," jawab Surya tenang.
Sandhya kemudian tersenyum lega. Ikut senang mendengar kabar kemajuan adiknya. "Iya, pasti Mbak doakan. Cepat lulus, biar cepat bisa konsen buka bisnis sama teman-temanmu." Surya kemudian terdengar mengaminkan serius ucapan kakak ketiganya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cloudy Place In Your Heart (FIN)
RomanceBagi Sandhyakala Dewi Kusuma (Sandhya), kehidupannya selama hampir tiga tahun belakangan sebagai seorang pengelana digital, alias digital nomad, bagaikan awan-awan yang berkelana tanpa tahu arah. Hampir tidak ada kata "menetap" dalam kamus hidup San...