36. Sesal

815 99 23
                                    

Rasanya belum lama semenjak Rendra akhirnya kembali mendapat ketenangan selepas mengikhlaskan kepergian Sandhya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya belum lama semenjak Rendra akhirnya kembali mendapat ketenangan selepas mengikhlaskan kepergian Sandhya. Kali ini, sang mantan kopilot harus menghadapi gundah sekaligus amarah yang kembali mengobrak-abrik hati. Tak ada lagi damai yang ia rasa. Yang ada hanya sakit dan pilu yang lebih parah dari sebelum-sebelumnya.

Mendung. Hati pria dengan tatap sendu itu kembali dirundung mendung yang pekat, dinaungi awan-awan kesedihan yang kelabu. Persis seperti langit tanah para dewa di musim penghujan.

"Mas Ren, sebetulnya Mas sama Pras ada masalah apa? Kenapa sampai sekarang Pras belum juga pulang? Kasih tahu saya sama Bintang, Mas."

Entah sudah jadi yang keberapa kalinya, berondongan pertanyaan Lando kerap kali menyerbu Rendra selepas berhari-hari lamanya keberadaan Pras lenyap dari Pelataran Langit.

Lando sama sekali tidak tahu apakah masalah tersebut menyangkut internal Pelataran Langit atau memang masalah pribadi dua orang itu. Namun, satu hal pasti yang Lando pahami, Pelataran Langit bias saja berada dalam krisis jika keadaan dua saudara itu semakin gawat.

"Kita ini masih partner, Mas. Masih satu keluarga. Pelataran Langit nggak bisa begini terus."

Berkali-kali Lando berusaha mengulik segala hal yang tengah terjadi di antara mereka, serta berusaha membujuk Rendra untuk memperbaiki segalanya. Namun, yang akhirnya Lando dapati hanyalah kebisuan dari pria itu.

Pada hari-hari tertentu, Rendra bahkan bisa bertingkah lebih gila lagi karena hanya akan menyuruh Lando untuk tidak datang ke kafe dan menutup Pelataran Langit seharian penuh. Menyendiri adalah yang kemudian dilakukan oleh Rendra di sudut Pelataran Langit, ditemani kesakitan di sekujur tubuh.

"Ayah bukan satu-satunya yang egois, Mas."

"Yang sudah mengkhianati rumah tangga bukan cuma Ayah."

Di malam dengan hawa dingin yang menyusup sampai menyentuh tulang, Rendra termenung di depan kanvas polos yang bertengger pada dudukannya. Matanya memang hanya menatap kosong, tapi isi kepalanya ramai dengan segala adegan-adegan pahit di momen ketika ia bertengkar dengan Pras. Jemari Rendra tampak menggenggam kuat-kuat kuas lukis di tangannya, mencoba meredam amarah dan perasaan sedih yang tak henti menyiksa.

"Ibu Mas Rendra sudah bohongin Mas Rendra. Mas nggak tahu apa-apa."

Tatkala amarah tak lagi terkungkung, Rendra menghamburkan kanvas dan semua peralatan lukisnya. Ia kembali menjadi seperti Rendra yang ada di malam itu—Rendra yang merasa jika telah kehilangan segala hal di hidupnya.

-:-:-

Ketika mentari pagi kembali menyingsing, tidak ada lagi lembar kisah baru yang rasanya akan tiba dalam hari-hari Rendra. Hanya ada kelabu yang membuat segalanya jadi terasa samar. Tidak tahu harus bagaimana, tidak tahu mau apa.

Pelataran Langit bukan lagi sebuah tempat hangat dengan aroma kopi yang pekat. Kini yang tersisa hanya kenangan usang tentang mimpi-mimpi yang pernah dirajut oleh ia, Pras, dan Lando.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang