2. Pulang

1.3K 140 28
                                    

"Kamu itu sudah tiga tahun melancong ke mana-mana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu itu sudah tiga tahun melancong ke mana-mana. Gimana, sudah ada kenalan?" selidik Ibu saat duduk-duduk di teras belakang selepas makan malam bersama Sandhya dan Surya.

Tujuanku pergi bukan untuk itu, Bu, protes Sandhya dalam hati ketika ia telah menangkap intisari yang mengganggu dalam pertanyaan ibunya.

Merasa kalau percakapan mereka mulai masuk ke ranah yang jelas-jelas sensitif dan tidak patut untuk dicampuri, Surya pun memilih untuk pelan-pelan menghilang dari areal teras. Si bungsu meninggalkan kakaknya dimangsa pertanyaan-pertanyaan ibu, sedangkan dirinya cari aman sendiri dengan mabar di kamar.

Sandhya kemudian tampak menyeruput air jeruk hangat yang tadi dibuatnya, mencoba melunakkan kelu di lidah sebelum menjawab perkara yang diajukan Asti, Ibunya.

"Aku belum kepikiran itu, Bu. Aku fokus kerja," tanggap Sandhya jujur.

Astina sekilas tampak mengusap wajah seraya berdecak kecil. Raut khawatir itu tampak jelas.

"Apa nggak ada yang sudah berhasil bikin kamu buka hati lagi, hm?"

Sandhya menggeleng tipis. "Aku cuma ... belum ketemu lagi aja sama yang cocok, Bu."

"Belum nemu atau memang kamu yang masih takut untuk memulai lagi?" tembak Asti yang seketika membuat Sandhya terdiam.

"Ibu yakin, sebetulnya pasti banyak yang mau kenalan dengan kamu, San. Tapi, mungkin kamunya saja yang masih selalu menutup diri," terka Asti. "Sudahi sedihmu itu, Nak. Kamu harus segera bangkit. Lihat sepupu-sepupumu, mereka itu sudah banyak yang menikah."

Sandhya buru-buru memutus pandangan dari wajah Ibu. Sesungguhnya ada rasa kesal karena omongan Ibu terdengar sangat membandingkan dirinya dengan orang lain. Memangnya menikah itu perlombaan? Memang sebegitu mudahnya untuk sembuh?

"Sandhya," tegur Asti ketika sunyi sudah terlalu lama menggantung di antara mereka.

Meski enggan, Sandhya akhirnya mengembalikan pandangannya pada Asti. Ibunya itu lalu hanya menghela napas pelan.

"Lupakan soal yang waktu itu dengan Haikal, San. Sudah waktunya kamu buka hati. Umurmu tiap tahun nambah, sudah waktunya kamu serius memikirkan pernikahan dan masa depan."

Lagi-lagi Asti telak membahas sesuatu yang sangat mengundang resah hati. Inilah yang pada akhirnya membuat Sandhya justru kembali merasa asing meski sudah berada di rumah. Haikal, nama seorang pria yang pernah punya arti penting bagi Sandya di masa lampau, kembali membuat bilur yang sempat tenggelam, naik lagi ke permukaan.

"Ibu itu sering bingung kalau keluarga sudah tanya-tanya soal kamu yang nggak pulang-pulang. Pergi ke mana Ibu juga ndak tahu. Pekerjaanmu juga nggak tetap. Mau sampai kapan kamu begini terus?"

Kali ini, Sandhya betul-betul enggan menjawab dan memilih menyimpan kekesalan di batin. Rasa tidak nyaman dan sedih muncul karena segala keputusannya untuk hidup berpindah-pindah kembali mendapat singgungan dari Ibu. Kesannya, hidup Sandhya adalah sebuah ketidakjelasan yang hanya membuat malu.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang