5. Manual Brew

967 127 38
                                    

Selamat berakhir pekan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat berakhir pekan!

-:-:-

"Eh, Mbak Sandhya. Siang, Mbak," sambut Pras yang baru saja selesai membersihkan portafilter mesin espresso di balik meja bar.

Perempuan berambut pendek yang tampak mengenakan celana linen dan kaus hitam polos berlengan panjang itu, tertangkap tengah melewati daun pintu masuk Pelataran Langit. Bintang yang baru saja mengantar pesanan kopi macchiato ke meja pelanggan juga tak lupa ia sapa.

"Hei, Mas Pras," balas Sandhya ringan, seraya merapat ke depan meja Bar yang dihiasi berbagai peralatan tempur untuk membuat kopi.

Di siang yang lain, akhirnya Sandhya memutuskan mampir ke Pelataran Langit untuk ganti suasana kerja. Berbekal tabletnya, ia hendak menyicil pekerjaan sembari ngopi.

"Ada yang bisa dibantu, Mbak? Atau mau ngopi?" tanya Pras ramah seraya terlihat mengetatkan tali apronnya yang agak kendur.

"Saya pesan kopi, ya, Mas," jawab Sandya.

"Oh, siap. Monggo, mau pesan apa?" Pras kemudian tampak menunjuk menu book di atas meja.

Sandhya tidak langsung menjawab. Ia memperhatikan daftar menu yang mayoritas dipenuhi oleh berbagai menu sajian kopi. Untuk menu non-kopi, hanya ada matcha latte, wedang jahe, dan ice lychee tea. Uniknya, Pelataran Langit tidak menyediakan menu camilan a la amerika atau eropa, mereka justru menyajikan menu camilan homemade jajan pasar tradisional seperti pastel, risoles, bolu kukus, bakwan jagung, lemper ayam, ataupun sosis solo. Menu-menu yang tampak sangat homy dan hangat bagi Sandya.

"Saya mau pesan yang paling jujur," jawab Sandhya, terdengar nyeleneh. Tak lama, pandangan matanya kembali lagi ke netra Pras.

Pria yang sudah masuk usia kepala tiga itu, lalu mendermakan senyum serinya, mendengus tawa ringan. Rasanya baru kali itu ada pelanggan yang memberitahu menu pesanan aneh seperti Sandhya.

"Kopi hitam, manual brew. Tanpa tambahan susu dan gula?" terka Pras.

Sandhya kemudian terlihat menjentikkan jari. "Nice," tukasnya puas. Sang Barista ternyata paham maksud Sandhya. "Jangan nethink dulu, ya, Mas. Saya bukan 'pendekar', kok."

Pras seketika dibuat tertawa lebih lebar lagi ketika mendengar Sandhya menyebut istilah "Pendekar". Tidak sangka kalau Sandhya ternyata juga tahu soal "pendekar" di dunia perkopian. Istilah itu adalah yang lekat ditujukan untuk orang-orang yang suka pamer di kedai kopi, "nyinyir" tidak jelas dan bahkan menguji wawasan teknis sang barista.

"Bisa aja. Malah saya pikir tadi Mbak Sandhya ini cenayang," canda Pras, menimpali. Keduanya lalu terkekeh lagi bersamaan.

"Mau coba beans yang mana, Mbak?" tanya Pras kemudian, seraya menunjuk daftar single origin di dalam menu.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang