27. Elegi

900 108 51
                                    

Pras sengaja memajukan kepulangannya sehari lebih cepat dari yang telah dijadwalkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pras sengaja memajukan kepulangannya sehari lebih cepat dari yang telah dijadwalkan. Alhasil, ia hanya hanya berada di Yogyakarta selama 3 hari dari rencana sebelumnya, yaitu 4 hari. Perasaan-perasaan tidak enak itu kerap mencelus di dada, bahkan semenjak sehari setelah dirinya tiba di Kota Gudeg. Setiap kali membuat panggilan ke nomor Rendra, Pras hanya akan mendapati jawaban-jawaban singkat serta suara Rendra yang lebih pelan dan kecil dari biasanya. Terkadang pula, Rendra terlambat mengangkat telepon atau terlambat membalas pesan. Hal itu akhirnya sempat menyulut firasat buruk Pras.

Awalnya, Pras berasumsi jika kekhawatirannya adalah karena ia sudah telalu terbiasa untuk selalu berada di dekat Rendra. Namun kemudian, Pras ujung-ujungnya memilih untuk lebih percaya pada isyarat batin. Pria berparas ramah itu akhirnya memutuskan pulang.

Dan benar saja, apa yang telah menjadi firasat hatinya, ternyata memang betul-betul terjadi. Pras merasa dadanya seperti diremat kencang-kencang ketika tiba lagi Paviliun Senja dan mendapati keadaan Rendra. Kakaknya itu hanya mampu bersandar lemas pada tumpukan bantal sembari menatap kosong ke arah jendela kamar yang menyuguhkan sinar mentari yang redup. Wajah Rendra dihiasi warna pucat. Si kucing berada di pangkuannya, menemani dalam sunyi. Kala itu, hari baru hampir merangkak menuju siang, tetapi Rendra sudah terlihat menggunakan tabung oksigennya. Dari sana, Pras bisa memastikan ada yang tidak beres dengan Rendra.

"Kenapa Mas Rendra nggak kasih tahu aku? Kenapa nggak ke rumah sakit juga? Sejak hari apa Mas Rendra kayak begini?"

Berondongan pertanyaan itu menyerbu Rendra ketika Pras sudah tampak berada di sebelah ranjangnya dengan raut cemas. Rendra pun tidak sangka kalau sang adik ternyata akan pulang lebih cepat.

"Nggak apa-apa, Pras. Mas cuma kecapekan sedikit," jawab Rendra kala itu dengan senyuman dan suara pelan. Ia akhirnya hanya berusaha semampunya agar tidak membuat Pras semakin cemas.

"Kenapa nggak kasih kabar Mas dulu? Buru-buru sekali pulang. Memang sudah puas jalan-jalannya?"

Pras menahan air mata yang sudah hampir membubung, perasaan sedih dan terenyuh mulai menguasainya lagi. Dalam keadaan begitu, Rendra masih sempat-sempatnya memikirkan puas tidaknya Pras saat liburan. Namun di saat bersamaan, Pras juga ingin marah di depan sang kakak. Ia tahu jika Rendra mungkin hanya bermaksud baik untuk tidak membuatnya khawatir, tetapi rasa kecewa Pras juga tak kalah besar karena Rendra telah berbohong. Sudah sebegitu sakit, masih saja tidak memikirkan diri sendiri.

"Pras, kamu—"

Belum sempat Rendra angkat suara lagi, Pras sudah melengos begitu saja, keluar dari kamar. Tak lupa pula ia meninggalkan suara bantingan pintu yang cukup keras, membuat Rendra dirundung perasaan serba salah dan bingung.

Sang pencinta kopi sadar kalau tadi sudah hampir meledak di depan Rendra. Ketimbang kelepasan membentak kakaknya yang sedang sakit, Pras akhirnya memilih menjauh dan bungkam. Sebagai gantinya, malah Lando yang kemudian menjadi sasaran amarah.

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang