11. Tentang Suratan

941 123 77
                                    

Kali ini kita simak sudut pandangnya Rendra, yuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali ini kita simak sudut pandangnya Rendra, yuk. Selamat membaca, happy weekend.

-:-:-

Rendra

"Dari awal saya lihat, saya selalu merasa kalau lukisan itu relate dengan kehidupan saya. Rasanya familier sekali."

"Lukisan itu sebenarnya bukan lukisan yang sekadar membuat saya setuju untuk bilang 'bagus', tapi lebih dari itu. Lukisan yang ada di sana itu lebih tepatnya sudah membuat saya 'merasakan'."

Kalimat penuh kesan yang saya dengar darimu kembali bergema dalam benak, membuat saya mengiyakannya berulang kali, digulung lara berulang kali. Saya sejenak memejamkan mata seraya jemari ini mengusap pelan dada yang kembali dihampiri sesak. Kalau boleh saya jujur, saya sesungguhnya juga merasa kalau lukisan itu pernah begitu dekat masa lalu saya dan harapan dari orang yang saya sayangi, Sandhya.

Tentang suratan ini, memang tidak mampu saya nafikan. Dirimu, Sandhyakala, harus saya akui sedari awal temu memang telah memantik sesuatu di dalam inti perasaan ini. Lagi-lagi, selalu saja ada hal-hal yang terasa simpatik dari dirimu. Kamu yang saya rasa tak asing semenjak perkenalan pertama. Kamu yang ternyata adalah kolega sekaligus tetangga baru saya. Kamu yang ternyata menyukai sajak dan karya-karya Cirrus. Dan, kamu yang akhirnya juga merasakan esensi dari lukisan berharga itu. Ah, di waktu lain, hal apa lagi yang akan menarik atensi ini pada dirimu?

Hari demi hari, harus saya akui, ada saja kebiasaan-kebiasaan kecil atau hal menarik yang akan saya ingat dari dirimu. Dari tempat duduk yang biasa saya tempati di sebelah jendela, saya akan kerap melihatmu memesan menu kopi seduh manual pada Pras. Lalu, dirimu akan memilih tempat duduk yang juga tidak jauh-jauh dari jendela kafe yang ada di sisi lain—yang untungnya—sisi itu adalah sisi di mana saya diam-diam masih bisa melihat wajahmu sesekali.

Selama beberapa hari ini, saya juga tahu kalau diri ini adalah yang sedang bermain halus dengan atensi, sementara kamu adalah yang lebih sering tertangkap basah duluan. Kadang ada waktu-waktu di mana saya tidak mampu menahan senyum dan tawa pelan tatkala mendapati kamu yang diam-diam suka curi-curi pandang ke arah saya. Sungguh, saya tahu itu, Sandhya.

Bukannya bermaksud untuk gedhe rumongso, tapi beberapa tanya itu akhirnya selalu terlontar spontan dalam benak. Apa sebenarnya yang kamu pikirkan tentang rekan kerja barumu ini, Sandhya? Adakah hal dari diri saya yang juga mengundang rasa ingin tahumu dan menarik simpatimu?

"Mas Rendra."

Suara ketukan pintu dan sapaan itu, seketika memecah arus lamunan yang sudah terlalu deras mendera ingatan. Saat rasa sesak di dada perlahan terasa ringan, saya pun kembali membuka kelopak mata yang tadi sempat terpejam. Tak lama, sosok Pras kemudian tampak menyembul dari balik daun pintu selepas saya menyahut dari dalam, menyuruhnya masuk.

"Mas Rendra sudah minum obat?" tanya Pras seraya melangkah ke dalam kamar.

"Kamu nggak pernah punya pertanyaan lain apa?"

A Cloudy Place In Your Heart (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang