Part 38 : H-1

393 59 76
                                    

Langsung baca aja, aku gak punya kata-kata lagi. 😭

Eh sambutan deh pake foto aja

Para Dokter yang sudah bekerja keras, kalian bukan Dokter ind*siar, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Para Dokter yang sudah bekerja keras, kalian bukan Dokter ind*siar, kan?

❤❤❤

Benda pipih ditangannya kini ia dekatkan pada daun telinga, berusaha mendengar dengan serius sebuah suara yang keluar dari seseorang diujung sana. Posisi duduknya perlahan ia ubah, mendonggak melihat langit-langit kamar lantas pandangannya beralih pada gorden yang masih tertutup walaupun sinaran mentari sudah memaksa untuk menyelinap masuk.

"Bang Fahri sekarang dimana?" seseorang bertanya.

Pelan Fahri berdecak, memijat keningnya yang seketika merasa pusing saat mendengar pertanyaan Nalendra, lantas ia pun menjawab, "di rumahlah. Tapi nanti siang mau ketemu temen ..."

"Emang punya temen?" ledek Nalendra terdengar meremehkan. Ia senang sekali mengundang amarah Fahri, hanya karena itu hatinya merasa lega. Fahri bisa marah itu maknanya pemuda itu baik-baik saja, menurut Nalendra.

"Nah, itu dia. Gak punya." Balasnya dengan suara yang melemah menunjukkan kesedihan.

Langsung saja keduanya tertawa sejenak sebelum akhirnya Fahri memanggil dengan nada serius. Semua lelucon yang mereka ciptakan sederhana kini terasa hilang layaknya seperti angin yang berhembus menerbangkan anak-anak rambut.

"Len,"

"Hmm ..." deheman itu terdengar lembut setelah suara tawanya terhenti.

"Bokap gak setuju kalo gw operasi. Jadi diundur lagi ..." Fahri berucap hati-hati dengan suara lirih. Kedua matanya terpejam ketika suara-suara yang menganggu setiap malamnya kembali berputar-putar di kepala.

"Kok gak ngizinin?"

Untuk menanggapi pertanyaan bingung yang Nalendra lontarkan, Fahri sejenak terkekeh, kemudian menimpali pertanyaan itu bukan dengan jawaban yang ingin Nalendra dengar, "lah gak tahu, kok tanya saya ... Mereka bertengkar lagi kalo ketemu."

"Tapi yaudahlah, gw bisa apa coba?" tandasnya menganggukkan kepala dengan tatapan mata yang terfokus pada jarum jam yang berdetak memutar.

"Yang sabar Bang Fahri ... Nalendra gak bisa bantu banyak." Terang Nalendra lantas langsung Fahri respon.

"Santai aja ... Gw cuman mau cerita doang gak perlu respons lebih."

Beberapa detik kemudian tidak terdengar suara yang terlontar dari keduanya. Mereka sama-sama terdiam karena berbagai pikiran yang menyertai tiba-tiba hadir.

enfermedad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang