Part 49 : Masa SMA Nalendra

354 44 7
                                    

Pagi ini ia memaksakan diri untuk hadir di sekolah. Hari ini rencananya sekolah akan mengadakan pembekalan sebelum besoknya semua yang telah terdaftar akan melakukan liburan semester.

"Besok lo jangan lupa sarapan dulu! Bawa obatnya, jangan jajan sembarangan. Lo gak boleh jauh-jauh dari gw, Kak Julian udah nitipin lo ke gw. Eh, bahkan gw pagi tadi ditelepon Kak Rendra!" Ucap Afif memberikan perhatian penuh. Itu terlihat dari pandangan matanya yang menyala ketika melihat Nalendra, berharap besar Nalendra mau mendengar ucapannya. Ini demi kebaikannya juga.

"Doain supaya gw gak nyusahin kalian selama disana ..."

Azka yang tidak setuju atas ucapan tersebut lantas langsung menyanggah, "kok ngomongnya gitu? Kita bakalan ngerasa disusahin kalo lo gak mau minum obat sama susah diajak ngomong."

"Tul tuh!" Imbuh Alfa.

"Iya, enggak, kok!"

Afif pun segera membentangkan tangannya untuk merangkul Nalendra yang lebih tinggi.

"Yaudah jangan melamun terus ..." ucapnya langsung Nalendra tanggapi dengan anggukan.

***

Hari H liburan pun tiba. Rendra berharap Nalendra dapat menikmati liburannya. Ia memeluk erat adiknya sebelum Nalendra benar-benar akan masuk ke dalam bus. Walau ada rasa tidak ikhlas yang Rendra rasakan, namun ia berusaha keras untuk melepaskan, doanya untuk kebahagiaan serta keselamatan Nalendra selalu Rendra panjatkan.

"Telepon Kakak jika terjadi sesuatu ... dek, jangan sungkan buat merepotkan Kakak!" Pesannya yang hanya Nalendra angguki.

"Tissue, semuanya udah dibawa?" Lagi, Nalendra hanya mengangguk.

"Hati-hati ..."

"Kakak bawel!"

***

Baru beberapa menit perjalanan dimulai, semua yang berada didalam bus kini sudah ramai. Mereka berebutan mengeluarkan apapun yang mereka bawa dari dalam tasnya.

"Gw bawa sop sama buah-buahan banyak, kalo lo mau bilang aja!" Ucap seorang gadis yang duduk dibangku belakang Nalendra menepuk pundak si Tinggi dengan pelan.

"Iya, makasih ..." sahut Nalendra.

"Gw juga bawa selimut, barangkali lo butuh ... ini kan masih pagi ..." imbuh teman dibangku sebrang tempat Nalendra duduk. Afif yang disampingnya hanya tersenyum melihat pemandangan tersebut. Iya, ini idenya. Ia mau Nalendra merasakan kesan baik dari mereka semua, mengukir kenangan. Karena Afif berkaca pada masa lalu perihal kehadiran seseorang yang tidak akan pernah tahu kapan akan perginya lagi.

"Iya, Len! Gw juga bawa air hangat siapa tahu lo maunya minum air hangat ..." sahut si ketua kelas berdiri untuk berbalas tatap dengan Nalendra.

"Heh! Yang bawa kotak P3K siapa? Lengkap, gak?" Tanya sekretaris kelas dengan nada tinggi sambil berdiri dari duduknya.

"Gw!" Lesu teman duduknya di mobil ini yang lantas membuat si Sekretaris kelas terkekeh malu.

"Lengkap, gak? Obat-obatan, anget-angetan ..." ucapnya memelankan suara.

"Anget-angetan apaan, tuh, nj*r?" Celetuk teman Nalendra yang duduk dipintu depan bus. Atas ucapannya, kini seluruh siswa yang ikut malah ikut tertawa.

"Minyak kayu putih, balsem, freshcare dan kawan-kawan!" Kesalnya langsung duduk segera.

Nalendra bahagia sekarang. Ia terharu dengan niat baik teman sekelasnya yang sudah mempersiapkan segala sesuatu untuknya. Hal seperti inilah yang Nalendra mau, ia mau dihargai dan dianggap ada keberadaannya. Tidak kesepian di tengah-tengah mereka semua yang ramai.

***

Keberadaannya ini sudahlah sangat cukup Nalendra rasakan. Walaupun kini ia hanya terduduk di sebuah kursi memperhatikan teman-temannya yang berlarian diantara rimbunnya pohon teh yang hanya setinggi dada mereka.

"Mas Ananta, Bang Fahri ... jika saja kita bisa berlibur kesini ... Nalendra akan sangat bersyukur, walau hanya kehadiran sesaat ..."

"Len, gw punya kertas sama pulpen. Ini lo tulis sesuatu!" Ucap Azka memberikan apa yang ia bawa.
Tanpa menunggu lama, Nalendra menuliskan dua nama yang sedang ia sempat teringat tadi.

"Nih, gw foto, ya! Lo duduk aja gakpapa terus pegang kertasnya kayak gini!"

Nalendra pun mengangguk setelah mengerti maksud Alfa. Mereka bertiga memberi jarak dari Nalendra. Mengarahkan kamera yang Alfa bawa pada objek Nalendra yang memegang kertas bertuliskan dua buah nama.

"Foto berempat, yuk!" Kali ini Afif yang mengajak.

***

T B C

Spoiler Part 50

"Terima kasih ... sudah terlahir menjadi adiknya Kakak!" Rendra tidak berbohong atas ucapannya kali ini. Ia tulus berucap demikian. Walaupun ia tahu, teman kerjanya banyak yang memandang Rendra sebelah mata karena harus fokus merawat adiknya yang menderita kanker sampai-sampai banyak fitnah beredar bahwa Rendra mengabaikan kebutuhan pribadinya hanya demi Nalendra dan yang lain.

🤣 balik lagi ...

🤣 balik lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
enfermedad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang