11. I'm A Savage

11.6K 706 13
                                    

Zoyana terus dimonopoli oleh Aisyah, sedari tadi memang Ibu dari Arfan itu menempelinya. Bukan Ibunya saja tapi Kakaknya juga sama. Tidak hanya menempeli tapi juga banyak mengorek cerita darinya. Zoya sendiri dengan santai menjawab dan menceritakan cerita hidupnya setelah tinggal di Bali.

"Kamu dulu ngidam enggak saat hamil Zo?" tanya Sarah

"Bentar Mbak aku sedikit lupa" Zoya mengingat kembali masa dia hamil Alen.

"Sebenarnya sama kaya orang hamil lainnya. Ngidam makanan itu yang paling banyak, sampai kalap loh"

"Emang kalau soal makanan memang godaan bumil, kaya dulu saat hamil Nia tapi untungnya semua terpenuhi" ucap Sarah

"Ada yang enggak pernah terlupakan untuk aku"

"Saat hamil bulan ketujuh, aku sangat ingin makan seafood tapi tidak kesampaian karena uangku tidak banyak"

Air matanya tidak tertahan untuk meneteskan membasahi pipinya. Memang dulu dia rela menahan menahan rasa ngidamnya untuk biaya persalinan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau sekiranya makanan itu tidak mahal baru Zoya berani membelinya. Sekilas dia melihat ke arah Arfan, pria itu tidak bereaksi berlebihan tetapi dari gerakan matanya Arfan sedikit terkejut.

"Kamu hebat sayang" ucap Aisyah menenangkan Zoya yang masih mengeluarkan air matanya.

"Kalau enggak begitu siapa yang mau bayarin persalinan dan kebutuhanku kalau bukan Zoya sendiri"

"Iya benar, walau banyak yang membantu tapi kita juga jangan menjagakan belas kasih orang lain" ucap Sarah

Selagi Zoya masih bisa kenapa tidak, dia mencoba berbagai macam cara untuk mengumpulkan uang. Sudah cukup banyak orang yang sudah direpoti olehnya. Salma dan Satria adalah orang yang banyak Zoya repoti selama tinggal di Bali. Walau sebenarnya Salma sendiri iklas membantu tapi tetap saja Zoya merasa tidak enak.

"Nama anak kamu siapa Zo? Sedari tadi kamu tidak menyebutnya?" tanya Arfan mukanya sedikit menampilkan rasa penasaran.

"Galen Airlangga Pradipta, sering dipanggil Alen"

Mata mereka bertemu, tanpa ada rasa ragu Zoya langsung menyebutkan nama lengkap Alen. Membiarkan semua orang tahu nama anaknya. Momen ini mungkin sangat ditunggu oleh Arfan, entah hanya sekedar ingin tahu atau diam-diam menyusun rencana tapi Zoya tidak perduli.

"Bagus sekali, seingatku kamu dulu ingin nama Airlangga untuk anak kamu nanti dan kamu menyematkannya sekarang" Arfan tidak lupa dengan perkataan Zoya dulu waktu SMA.

"Ingatanmu tidak buruk ternyata"

"Oh iya aku sedikit penasaran kenapa kamu menyematkan nama belakangmu Pradipta bukan nama belakang Papanya?" Senyum remeh terlukis tipis dibibir Arfan. Pria itu menjebak Zoya dengan pertanyaan yang mungkin enggan dijawab.

"Untuk apa menyematkan nama pria itu di belakang nama anakku. Sedangkan saja dia tidak pernah menginginkan anakku hadir!" ucap Zoya dengan singkat dan penuh penekanan.

"Anakku bahkan masih sebesar kacang tanah, sekecil itu tapi sudah menerima penolakan besar dari Papanya"

"Mungkin kalau dia bisa berbicara akan menjawab perkataan Papanya"

"Aku malu memiliki Papa seperti kamu, pengecut" ucap Zoya menirukan suara anak kecil.

"Benar Zo, Bunda sangat setuju. Pria itu lari dari tanggung jawab, seharusnya dia malu dengan jenis kelaminnya di KTP"

"Nyatanya pria itu tidak malu Bunda, setelah membuangku seperti sampah malah dia meminang wanita lain. Semoga saja anaknya tidak ditolak kehadirannya kalau dia punya anak"

UNEXPECTED (Complete ✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang