Chap 9- Seorang dewi

18 14 5
                                    

"Keluarga yang lengkap. Itu adalah impian terbesar dari semua anak-anak panti yang sudah kehilangan orang tuanya. Namun seiringnya umur bertambah, impian itu sudah tidak berlaku lagi padanya, karena mereka semua tau, bahwa impian itu tak akan pernah terjadi sampai kapanpun, sampai mereka menikah suatu saat nanti."

✿Selamat ෴ membaca✿


Setelah jadwal sarapan mereka telah selesai, sekarang tepat di pukul tujuh pagi, anak-anak panti diwajibkan untuk menaruh piring kotor masing-masing ke tempat yang sudah disediakan.

Mereka semua terlihat teratur dalam hidup, tidak ada yang saling dorong-mendorong seperti kebanyakan murid lainnya, inilah kehidupan panti yang saling akrab satu sama lain, dan mereka semua sudah menganggap senior maupun juniornya seperti keluarga sendiri.

Bahkan setelah keluar dari ruangan makan pun, ada salah satu murid yang tiba-tiba merangkul temannya, dan ada juga murid yang saling menggenggam tangan. Pertemanan yang harmonis ini, terlihat cukup indah di kedua mata Jinyo.

Tapi lihatlah, Jinyo sepertinya cukup menyedihkan disini, dia tidak mempunyai teman siapapun, tidak ada yang mau mengajaknya keluar bersama-sama, Jinyo tersadar, bahwa dirinya terasingkan di panti asuhan ini. Entah karena dirinya yang kurang supel dalam bergaul atau mungkin saja..

Tidak ada seorang pun yang mau berteman dengannya. Yang lebih parahnya lagi saat Jinyo ditinggal begitu saja seorang diri.

"Kak Jinyo! Kak Jinyo! Kakak ngapain disini aja dari tadi? Ayo kita ke ruang agama, sebentar lagi mau dimulai, Kak Jinyo!"

Jinyo menoleh ke arah sumber suara, dari ambang pintu, terlihat Nara kecil yang tengah berlari ke arahnya, dan membuat rambut ikalnya yang panjang ikut berayun-ayun ke kanan dan ke kiri. Oh Ya Tuhan manis sekali anak perempuan itu.

"Kakak udahan kan sarapannya? Kalau gitu Kak Jinyo jangan bengong aja! Ayo kita ke ruangan keagamaan! Nanti kalau kakak telat, Kak Jinyo bisa kena hukuman loh!!!" Ujar Nara menakut-nakuti.

Sementara itu, bukannya Jinyo menjadi cemas ataupun takut, anak laki-laki itu malah tertawa tanpa suara.

"Hehehe iya Nara, aku juga tau kok, tapi masalahnya aku gak punya teman sama sekali disini, jadi aku gak tau tempatnya dimana.."

Tanpa sadar Jinyo menceritakan keluh kesahnya, dan mimik wajahnya yang sedih itu membuat Nara menjadi iba padanya.

Seniornya itu sungguh kasihan, baru di hari pertama bergabung di panti ini namun semua orang tidak ada yang mau berteman dengannya. Entah karena apa, yang jelas Nara berpikir kalau hal ini adalah aneh.

Tidak sesuai dengan janjinya di malam kemarin, gadis itu tidak sempat untuk berbincang dengan Clara secara empat mata. Padahal saat ini banyak sekali pertanyaan yang tersimpan di dalam kepalanya.

"Kalau aku jadi temennya Kak Jinyo, kakak mau gak?"

Si lawan bicaranya tercengang karena pertanyaannya itu, dan kedua pupil Jinyo ikut membesar karena tak percaya, lalu tanpa berpikir panjang lagi, Jinyo segera menganggukkan kepalanya antusias.

"Yeayy!! Karena Kak Jinyo mau, kalau gitu ayo kita ke ruang keagamaan bareng-bareng!!" Ajak Nara dengan perasaannya yang sangat senang.

"Okee! Tapi kamu jalannya jangan cepet-cepet, soalnya punggung aku masih sakit, jadi tolong maafin Kak Jinyo kalau jalannya lama ya," ucapnya memberi perjanjian.

"Baikkk kapten!! Apapun yang Kak Jinyo mau, itu gak masalah buat Nara!" Seperti seorang pengawal yang selalu menurut kepada tuannya, Nara memberikan hormat kepada Jinyo, sementara Sang tuannya hanya bisa tertawa-tawa saja melihat kelakuan yang terlalu kekanak-kanakan tersebut.

YOU'RE MY LIVE - ||BAE JINYOUNG||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang